04 September 2008

NEGARA ISLAM INDONESIA ATAUKAH NEGARA PANTJASILA

STATEMEMT PEMERINTAH
NEGARA ISLAM INDONESIA



Pilihlah:
NEGARA ISLAM INDONESIA ATAUKAH NEGARA PANTJASILA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM.
Assalmu ‘alaikum w.w.,

Alhamdu lillah wasjsjukru lillah! Allahu Akbar!
Segala pudji hanja wadjib dipersembahkan kepada Dia, Dzat Maha-Tunggal, Maha-Murah dan Maha-Asih, jang telah berkenan membuka djalan, lapang dan kesempatan kepada sekalian hamba-Nja, bagi menunaikan dharma bakti muthlak kepada-Nja semata, djihad-berperang pada djalan-Nja, guna memuliakan Kalimat-Nja (Agama-Nja, Islam), guna keselamatan Ummat bangsa manusia serta segenap peri kemanusiaan, istimewa bagi keselamatan mereka, jang sengadja hendak tha’at sepenuhnja kepada perintah2 Allah dan mentjontoh perdjalanan Rasulullah Clm. Sungguh tugas-wadjib muthlak langsung daripada Allah itu maha-berat, tapi maha-sutji.
Semoga Ia berkenan memperlindungi dan memelihara sekalian Mudjahidin daripda pelbagai matjam goda dan tjoba, jang manis maupun jang pahit, daripada sjak dan raba2, daripada ingkar dan dosa, dan berkenanlah kiranja Ia menuntun dan membim-bingnja ke arah Mardlotillah sedjati, ialah udjungnja maksud dan tudjuan manusia, jang sehat pikirannja dan terbuka mata hatinja.
Kemudian daripada itu, berkenanlah kiranja Ia mentjurahkan sebesar2 kedjajaan dan kemenangan kepada seluruh Angkatan Perang Negara Islam Indonesia, ialah sjarat muthlak untuk mendekati dan mentjapai kekuasaan Islam (ad-Daulatul-Islamiyah), satu2nja djembatan mas jang akan membawa ummat manusia ke dalam Keradjaan Allah di dunia, dimana berlaku Hukum2-Nja (Islam) dengan sempurnanja. Insja Allah. Amin.
Hatta, maka pada tanggal 10 November 193 jang baru lalu, jang lazim dinamakan “hari pahlawan”, maka presiden RIK Karno mengambil kesempatan, untuk memun-tahkan segenap isi perut dan hatinja, menarik urat lehernja sekuat2 dan sekeras2nja, menjerang Negara Islam Indonesia habis2an, dalam pidato berapi-api jang meluntjur daripada mulut djahannam berbisa (beratjun), di depan rapat tertutup dalam lingkungan terbatas, bertempat di hotel “Dana” Surakarta (Solo), dihadiri oleh kurang lebih 600 orang penonton dan pendengar jang “terpilih”, terdiri daripada pemimpin2 dan pengikut2 pantjasila, prija dan wanita.
Pidato beratjun itu diutjapkkan kurang lebih dalam waktu 100 menit; sedang 90 menit daripadanja dipergunakan untuk melantjarkan serangan kepada Negara Islam Indonesia, dengan mengemukakan beberapa bagian daripada Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VI/7, 3 September 1953, tentang “Sambutan atas Perma’luman Perang resmi dari Republik Indonesia Komunis kepada Negara Islam Indonesia”; ialah sebuah Statement Pemerintah N.I.I., jang menggerakkan dan membangunkan bulu-roma Karno serta kawan2 sekomplotnja, mengganggu urat-sjarafnja, serta mengiris2, menusuk2 dan membelah djantung hatinja.
Kali ini Karno selaku pentjipta “ideologi” pantjasila dan presiden negara pantjasila, menumpahkan segenap tenaga dan pribadinja, membela mempertahankan mati-matian “ideologi” dan negara djahiliyah tersebut. Dalam hubungan ini, perlulah ditjatat, bahwa dalam sedjarah perdjuangan Indonesia, terutama sedjak revolusi nasional berkobar, baru kali inilah Karno berbuat serupa itu, melakukan pembelaan mati-matian atas negara djahiliyah (RIK), jang kini praktis sudah mendjadi “negara komunis”, beserta kabinet merah Ali-Wongso.
Berkat pidato abu djahal jang meluap2 dan membakar2, penuh dengan ghodzob, sjahwat dan nafsu durhaka itu, maka setiap manusia di Indonesia —bahkan djuga hingga di luar negeri—, mendengar dan menjaksikan, tahu dan jakin:
“Bahwa di Indonesia telah sedjak lama berdiri sebuah negara, bernamakan Negara Islam Indonesia, diproklamirkan pada tanggal 7 Agustus 1949, oleh Imam N.I.I. - S.M. Kartosoewirjo, atas nama Ummat Islam Bangsa Indonesia (U.I.B.I.); ialah hak2 asasy U.I.B.I.; tjurahkan kurnia Ilahy jang maha-besar atas U.I.B.I.; satu idzin dan perkenan Allah, jang berwudjudkan inti-pati (kristalisasi, realisasi dan manifestasi) daripada harapan, du’a, tekad dan ‘amal-usaha perdjuangan U.I.B.I.; satu hak sutji U.I.B.I., jang tidak hanja patut, harus dan wadjib dihargai oleh Ummat Islam sendiri, melainkan djuga oleh tiap2 bangsa di seluruh dunia”.
Bandingkanlah dengan Manifest Politik N.I.I. Nomer V/7, 7 Agustus 1952, Heru Tjokro bersabda: “Indonesia, kini dan kelak”, Lampiran 4, angka 8, huruf a. dan b.!
Serangan tadjam dan pedas, ganas dan kedjam, membabi-buta dan membuta-tuli, jang dilantjarkan oleh Karno itu berwudjudkan “anti-propaganda” terhadap kepada N.I.I., noda terhadap kesutjian Agama Allah (Islam), dan satu ketjaman serta pukulan jang hebat-dahsjat atas seluruh Ummat Islam, terutama atas mereka, jang sengadja hendak atau lagi melaksanakan tugas Ilahy muthlak, tugas maha-sutji: menggalang dan mendukung Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.
Bagi kami beserta kawan2 seperdjuangan dengan kami, pudji (dari kawan) atau tjela (dari lawan), sepakat atau bantahan, propaganda “pro” (positif, konstruktif) atau “contra” (negatif, destruktif), tidaklah sedikitpun mengherankan, karena semuanja itu adalah barang sesuatu jang lazim berlaku di ‘alam mumkin ini. Disamping itu, tiap orang harus mengakui, bahwa “propaganda tetaplah propaganda”, walau keluar daripada mulut anak-tjutju iblis dan sahabat dadjdjal la’natullah sekalipun!
Alhamdulillah! Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VI/7 tersebut —laksana panah Tjokro jang telah dilepaskan kearah musuhnja, musuh2 Islam, musuh2 N.I.I., dan musuh2 Allah beserta Rasul-Nja— tepatlah mengenai sasaran jang dibidiknja; menimbulkan reaksi dalam djiwa (psychische reactie), pikiran dan pribadi Karno. Maka karenanja, tampaklah dengan djelas dan terang, djiwa rendah ta’ berbudi, djiwa sakit jang didjangkiti oleh sifat2 “inferieur” (hina), penuh dengan apa jang disebut “negatieve complexen)”.
Karno tidak lagi tenang, tidak pandai menguasai dirinja, ta’ tjakap mengekang mulutnja, dan jang lebih djahat lagi ialah, dengan tjurang dan serongnja ia sudah tjoba2 membelokkan dan memutar-balikkan sual, seakan2 hendak “membalik timur mendjadi barat”, memutar-balikkan kebenaran dan ke’adilan mendjadi salah, keliru dan sesat. Tetapi setinggi2 bangau terbang, djatuhnja pun Ke tanah djua, dan sepandai2nja iblis bersilat dan berchianat, ta’ pandailah ia menjuramkan dan memadamkan tjahaja Kebe-naran dan Ke’adilan Allah; ta’ tjakap membasmi kesutjian Agama “Allah, Islam; dan ta’ kuasa pula menghantjurkan Keradjaan Allah, Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, jang memang dilahirkannja hanjalah karena Kehendak dan Kekuasaan-Nja, karena tolong dan kuria-Nja belaka, bagi U.I.B.I. dan segenap manusia, jang hidup di bumi-Allah Indonesia.
Meskipun tidak patutlah kiranja kita berterima kasih kepada Karno dan kawan2 sekomplotnja, atas pidatonja jang penuh dengan fitnah, dengki dan hasud itu, tetapi setiap orang harus mengakui, bahwa dengan utjapannja pidato djahannam itu, maka ada dan berdirinja N.I.I. dinjatakan dan diakui dengan resmi sebagai suatu kenjataan, satu “fait accompli”, jang ta’ dapat dibantah atau disangkal oleh siapapun djuga. Dan lebih djauh, boleh dianggap sebagai landjutan dan penguatan atas pidatonja pada tanggal 17 Agustus 1953 jang baru lalu. Lepas daripada niat, hadjat dan harapan djahat Karno sendiri.
Oleh sebab itu, baiklah kita membanjak2an tahmid dan sjukur kehadlirat Ilahy, ialah Dzat Maha-Kuasa, Jang menitahkan dan memerintahkan kita sekalian, kaum Mudjahidin seluruhnja, mengenjahkan pantjasila dan menghantjur — binasakan negara Pantjasila, beserta segenap pengikut2nja: Alhamdulillah wasjsjukru lillah.
Adapun Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VIII/7 ini ditudjukan kepada hadjat untuk:
A. Menolak dan membalas serangan dari Karno atas N.I.I.; Islam dan U.I.B.I.; satu wadjib sutji muthlak, jang ditugaskan dan dipertanggung-djawabkan atas pundak setiap Mudjahid penggalang N.K.A., N.I.I.;
B. Menjangkal tuduhan2 Karno atas N.I.I.; dan menundukkan sual pada tempat (pro-porsi) jang sewadjarnja; bagi mentjegah anak-tjutju iblis la’natullah terus-menerus melakukan perbuatan chijanatnja, mengabui mata ra’jat, masjarakat dan dunia, memikat hati dan membelokkan perdjalanan (perdjuangan) Ummat Islam dalam menunaikan tugasnja jang maha-sutji, ialah tugas Ilahy jang tidak dapat ditawar2 dan tidak tergantung kepada kata sepakat atau penolakan dari siapapun djua;
C. Membela dan memelihara kesutjian Agama Allah, Islam;
D. Mempertahankan dan menjentausakan Kedaulatan Negara Islam Indonesia; dan
E. Membela hak2 asasy Ummat Islam Bangsa Indonesia; ialah tugas-wadjib jang diletak-kan Allah atas setiap Mudjahid, jang sengadja hendak membina dan mendlohirkan Kebenaran dan Ke’adilan Allah, Keradjaan Allah, Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, dipermukaan bumi-Allah, Indonesia.
Dengan ini, tidaklah bererti, bahwa tiap2 kata Karno akan kami persalahkan. Tidak, sekali2 tidak! Kami tidak sanggup mengikuti tjara Karno dan kawan2 sekomplotnja berpikir, berbuat dan bertindak. Kami akan menaruh setiap sual pada ukuran jang sebenarnja dan memberi timbangan jang se’adil2nja, berdasarkan atas keadaan jang sewadjarnja, dan sesuai dengan adjaran Agama Islam jang sutji, tidak terombang-ambing oleh purba-sangka jang menjebabkan timbulnja penglihatan jang kabur, samar2 dan mengelirukan.
Semoga Statement ini memadai hadjat dan memenuhi keperluan dan kepenti-ngannja, bagi menampakkan Sji’arul-Islam, bagi mendjaga dan memelihara kesutjian Islam, bagi mempertahankan dan menjentausakan Kedaulatan N.I.I., dan bagi memper-kokoh hak2 asasy U.I.B.I. djua adanja. Insja Allah. Amin.
Dengan karena tjurahan Hidajatullah dan Hidajatuttaufiq semata.
A. Sesuai dengan ‘adat-kebiasaan Karno, maka hampir dalam tiap2 pidatonja, jang diutjapkan di depan Ummat Islam/Pemimpin2 Islam, selalu ia menondjol-nondjolkan dan melagak-lagakkan dirinja, dengan pernjataan2: “Saja Muslim! Saja Muslim!.........”, seberapa kalipun dianggap perlu olehnja. Kali ini di Solo ia berkata pula jang demikian, dan ditambah dengan “aku tahu fiqih Islam.....!!!”
B. Utjapan “anak2” serupa itu, hanjalah boleh keluar daripada mulut seorang mu’allaf (baru masuk Islam) jang hendak “minta2” (mengemis2), mengharap-harapkan belas-kasihan sesama machluk; ingin dipertjaja, dianggap dan diperlakukan sebagai Muslim; ingin menampakkan dirinja sebagai “Muslim sedjati”; sifat dan perbuatan rija’, sombong dan takabbur, jang tidak patut mendjadi hiasan djiwanja seseorang jang menamakan dirinja “Muslim”.
Bahkan, lebih dari itu, utjapan2 serupa itu adalah kata2 “nifaq”, jang hanja dimiliki oleh kaum munafiqin, satu golongan manusia dalam lingkungan Islam, jang lebih djahat dan lebih berbahaja, dibandingkan dengan kafirin biasa atau kafirin harbi sekalipun.
Tjobalah kita udji “pengakuan Karno” itu menurut dan berdasarkan bukti2 jang njata:
1. Karno adalah pentjipta dan pembela mati2an pantjasila dan negar pantjasila (djahiliyah); dan ia menundjukkan sikap dan pendirian anti-N.I.I., menghalang2i berlakunja Hukum2 Allah (Islam), dan membelokkan perdjalanan Ummat Islam daripada garis2 sepandjang adjaran Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Clm.
Inikah buktinja “pengakuan Muslim Karno” itu?
2. Orang boleh berkata: Karno dan kawan2nja suka sembahjang Djum’ah, hari-raja, membuat pidato2 di mesdjid, ikut merajakan nuzulul-Qur’an, Isra’ dan Mi’radj Rasulullah clm., Maulidin-Nabi dan seterusnja, apakah itu semuanja bukan tanda2 (bukti) ke-Islam-annja?
Kami mendjawab: Tidak! sekali lagi, tidak!
Tjobalah buka lembaran sedjarah Islam!
a) Tidakkah Abdullah bin Ubay, pemimpin munafiqin jang termasjhur tapi terku-tuk itu, berbuat lebih daripada apa jang diperbuat oleh Karno?
Bahkan ia mengasuh dan memimpin Ummat, berlaku dan berbuat seakan2 lebih daripada Muslim biasa. Tetapi toch ia adalah seorang munafiq, bahkan seorang pemimpin munafiq jang ulung, jang karena perbuatannja jang “tam-paknja” baik itu, mendjauhkan ummat manusia daripada bakti kepada Allah. Semuanja ini tidak hanja tampak pada lidah dan hatinja jang “bertja-bang dua” —ular kepala dua—, melainkan kemudian pun disaksikan pula dengan bukti2 jang njata.
b) Herankah kita, djika Abu-Lahab dan Abu-Djahal djuga pergi menghadap kiblat (Ka’batullah), djika ia hendak berangkat perang atau melakukan sesuatu perbuatan jang penting? Ia pergi ke Ka’bah bukan untuk menjembah Allah, melainkan untuk memudja berhala2nja.
c) Dengan keterangan singkat di atas, herankah kita, djika Karno pidato di de-pan kaum Muslimin, di mesdjid2 atau tempat sutji lainnja, dimana ia mela-gak2kan dirinja sebagai “Muslim, pembela Agama dlls.”?
3. Wal-hasil, segala perbuatan kaum munafiqin dimaksudkan untuk menipu dan memperdajakan kaum Muslimin, dengan kedok Islam (pulasan) dan tingkah laku ke-Islam-an (jang dibuat2, diatur2, supaja dapat menarik kepercajaan orang). ‘Akibatnja: Semangat perdjuangan Islam mendjadi lemah; potensi Ummat Islam mendjadi kurang atau habis-ledis; dan makin lama Ummat Islam makin mendjauhkan diri daripada adjaran2 sutji, ingkar daripada tuntunan Ilahy dan Sunnah Nabi Besar Clm. Tjobalah djeladjah utjapan Karno di mesdjid Solo, pada tanggal 13 Nopember jang lalu, dimana ia a.l.l. mengatakan “supaja Ummat Islam djangan fanatik, djangan sentiment..”, karena ia tahu dan jakin, bahwa djika Ummat Islam sungguh2 dan tepat melaksanakan tugas Ilahy dengan sempurnanja, sepandjang adjaran Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Clm. —jang lazim dinamakan “fanatik” atau “sentiment” itu—, maka semuanja itu akan menatidjahkan di kuburnja negara pantjasila, hantjur-binasanja komunisme dan marhainisme jang dipudja-pudjinja, dan musnahnja segenap penjakit, bentjana dan bahaja dunia jang lainnja.
Dalam hubungan ini, tidak diketjualikan orang2 jang dipertempatkan oleh negara pantjasila dalam apa jang dinamakan kementerian “agama” (pantjasila), djawatan2 atau kantor2 “agama”, ialah sarang2 pengchianat Islam, Ummat Islam dan Negara Islam Indonesia.
Dengan kedok “Islam” mereka mentjoba berdaja-upaja, untuk memper-pantja-sila-kan Islam dan Ummat Islam, memper-sjirik-kan Islam dengan “kepertjajaan djahiliyah”, suatu dosa terbesar ‘indallah wa ‘indannas, jang tiada ampunan Allah atasnja. Na’udzu billahi min dzalik!
4. Kembali kepada “pengakuan Karno”, bahwa ia “mahir dalam fiqih Islam”, dengan ma’na dan maksud: “mengetahui dan mengerti akan fiqih perang, hukum Islam dimasa Perang”.
Tjobalah kita udji “pengakuan Karno” itu dengan satu pertanjaan:
“Mengapa Karno membela pantjasila, negara pantjasila, komunisme Indonesia, marhainisme, jang bererti “djihad fi sabilith-thaghut”, dan sebaliknja, ia menen-tang N.I.I. dengan sekuat tenaganja dan memeranginja, ialah “djihad fi sabilillah” (djihad membela Agama Allah-Islam), mempertahankan kedaulatan Negara Kurnia Allah, dan memperkokoh hak2 asasy U.I.B.I.??”
“Mengapa ia lebih suka membela kekufuran dan kemusjrikan daripada membela Islam???”
Dengan keterangan singkat tersebut di atas, njatalah sudah, bahwa “pengakuan Karno” itu bohonglah semata2, bertentangan dengan bukti kenjataan jang sesung-guhnja, tegasnja: Karno beserta kawan2 sekomplot dengan dia, adalah termasuk golongan “munafiqin sedjati”, ialah golongan jang amat berbahaja bagi ummat manusia di Indonesia, terutama bagi U.I.B.I., jang berhadjat melaksanakan tugasnja jang maha-sutji: menggalang dan mendukung N.K.A., N.I.I.! Harap ditjatat baik2!
5. A. I. Huda adalah wakilnja Kartosoewirjo, atau dengan kata lain: Kuasa-Usaha K.T. A.P.N.I.I. I. Huda adalah wakilnja Imam N.I.I./ Plm.T. A.P.N.I.I.—S.M. Kartosoewirjo. Demikian Karno.
Oleh sebab itu, maka Karno menganggap Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VI/7, 3 September 1953, jang ditanda-tangani oleh K.U.K.T.-- I. Huda, 100% resmi, seperti djuga djika Statement tersebut ditanda-tangani oleh Imam N.I.I./ Plm. T. A.P.N.I.I. sendiri.
Itulah kiranja jang menjebabkan, maka Karno sendiri selaku presiden negara pantjasila merasa perlu untuk menjambut atau membalasnja.
B. Pernjataan Karno ini betul, meski tidak 100%. Pendjelasan dan keterangan seka-darnja adalah sebagai berikut:
1) Dalam triwulan kedua tahun 1952, maka Imam N.I.I./ Plm. T. APNII bertolak dari Indonesia, melawat keluar negeri, bagi kepentingan NII.
2) Beberapa hari sebelumnja, maka beliau telah menjampaikan amanat2 tertulis bagi/kepada masing2 Anggauta KT APNII (dulu: Dewan Imamah), dianta-ranja djuga kepada Anggauta KT-I. Huda, jang menerima surat-kuasa untuk menguruskan dan menjelesaikan beberapa hal jang chusus, politis dan militer, baik interinsuler maupun internasional, atas nama atau selaku K.T. A.P.N.I.I. —wakil muthlak— atau/dan atas nama Plm.T. APNII, bagi kepentingan Islam, N.I.I. dan U.I.B.I.
Djadi, ma’na dan nilai kata2 “kuasa-usaha” di sini berbeda dan berlainan de-ngan istilah jang lazim dipakai, untuk menundjukkan sebuah perwakilan sesuatu negara di luar negeri, tingkatan bawah.
3) Maka pantaslah, bahwa —setelah Karno membatjakan sebagian daripada surat Plm. T. APNII— Kartosoewirjo, No. 694/KU/52, bertarich 9 April 1952, djam 10.00 — ia berpendapat, bahwa I. Huda adalah wakilnja Karto-soewirjo, atau dengan kata2 lain: K.U.-K.T.- I. Huda adalah wakilnja Imam NII/ Plm.T. APNII.
4) Tugas serupa ini, jang diberikan kepada tiap2 Anggauta KT APNII, termasuk djuga Kepala Staf ‘Umum (K.S.U.), berachir di sa’at Imam NII/ Plm.T. APNII telah tiba kembali di Indonesia, atau sewaktu2 bila beliau mentjabutnja.
5) Oleh sebab itu, maka selama masa tersebut tiap2 Ma’lumat, Statement, Manifest Politik atau Siaran lainnja, jang dikeluarkan dan ditanda-tangani oleh salah seorang Anggauta KT. APNII atau KSU APNII, mempunjai sifat resmi, jang formil dan sepandjang hukum, berkekuatan sama dengan Ma’lumat, Statement, Manifest Politik dan Siaran2 lainnja, jang ditanda-tangani oleh Imam NII/ Plm.T. APNII sendiri.
Hendaklah tiap2 jang bersangkutan mengetahui djua adanja.
6. A. Karno pura2 tidak mengerti dan tidak tahu, mengapakah Kartosoewirjo men-dirikan negara (baru), memproklamasikan berdirinja Negara Islam Indonesia. Dan Proklamasi N.I.I. tersebut belum pernah ditjabut. Demikian Karno.
B. Sekali lagi, kami ingin mempersilahkan kepada setiap pembatja jang ‘arif-budi-man, periksalah:
1) Teks Proklamasi N.I.I., 7 Agusuts 1949, beserta Pendjelasan Singkat atasnja! Ditanda-tangani oleh Imam N.I.I.—S.M. Kartosoewirjo.
2) Manifest Politik N.I.I. Nomer I/7, tentang “Wadjib berdirinja N.I.I.”, 26 Agustus 1949, hampir 20 hari kemudian daripada Proklamasi berdirinja N.I.I. Ditanda-tangai oleh Imam NII-S.M. Kartosoewirjo.
3) Statement Pemerintah N.I.I. Nomer IV/7, 7 September 1950, angka 8, Ditanda-tangani oleh Imam NII —S.M. Kartosoewirjo.
4) Dan selandjutnja, Manifest Politik NII Nomer V/7, 7 Agustus 1952, ditanda-tangani oleh K.U.-K.T.—I. Huda, Heru Tjokro bersabda “Indonesia, kini dan kelak”, dimana a.l.l. dinjatakan:
a) Di tengah2 api revolusi, diachir kesudahan Perang Segi Tiga pertama, dimasa vacuum, dikala Indonesia kosong daripada pemerintahan, disa’at itulah Allah berkenan mentjurahkan kurnia-Nja jang maha-besar;....... Proklamasi berdirinja Negara Islam Indonesia”. (Bab VII, angka 1)
b) Dan hakikatnja Proklamasi NII ialah:
I. Kurnia Allah atas U.I.B.I.;
II. Inti-pati (kristalisasi, realisasi dan manifestasi) daripada pengharapan, du’a, tekad dan ‘amal-perbuatan U.I.B.I.; dan
III. Hak sutji, hak asasy U.I.B.I.
Sekianlah pendjelasan singkat atas pernjataan dan pertanjaan Karno, “mengapa Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinja NII”. Hanja orang2 dan golongan2 jang berotak udang, berhati djahil, berniat chijanat, dan sengadja menolak kebe-naran dan kenjataanlah, jang akan tidak suka dan tidak dapat mengerti dan mem-fahami keterangan ini.
Memang pantjasila “an sich” (hakikatnja pantjasila) mendjadi hidjab, menutup djalan kebenaran dan kenjataan, dan menolak seruan sutji, seruan Ilahy.
Adapun jang mengenai pernjataan Karno, bahwa “Proklamasi berdirinja Negara Islam Indonesia belum pernah ditjabut” —tegasnja: tetap dipertahankan—, memang benar.
7. A. Karno tjoba2 menjangkal kebenaran riwajat, dengan kata2 “bahwa perdjuangan nasional belum pernah kandas dan gagal”.
B. Di bawah ini kami berikutkan beberapa tjatatan riwajat:
1) Pertengahan 1949 : Statement Rum-Royen.
2) 27 Desember 1949: Pemberian daulat hadiyah, dari Ratu Belanda Juliana kepada Pemimpin Ra’jat Indonesia Mohd. Hatta, jg. menerimanja atas nama Ra’jat Indonesia, bukan atas nama atau dengan nama R.I. (Djokja, jang sudah mati itu).
Kata2 “overdracht” (dalam naskah K.M.B) = penjerahan = diterdjamahkan oleh pihak RIK mendjadi “pemulihan” (herstel = herstelling) atau “peng-akuan” (erkenning). Setiap orang jang tahu akan bahasa asing, tentulah dapat menjaksikan dan mejakinkan akan sikap dan perbuatan sengadja serong dan tjurang dari pihak RIK, alias negara pantjasila itu!
Komentar selandjutnja, kiranja tidak diperlukan.
3) Sebelum 27 Desember 1949, sa’at lahirnja R.I.S., belum ada pengakuan ke-daulatan Republik Indonesia dari pihak luar negeri.
4) RIS adalah telur K.M.B. (Round Table Conference). Bukan natidjah perang antara R.I. Djokja dan tentara pendudukan Belanda (KNIL dan KL), dan bukan pula hasil perdjuangan nasional, dengan tjatatan:
a) Bahwa tentara RI (TRI, TNI, Kini: TRIK) tidaklah keluar dari gelanggang sebagai pemenang; bahkan selalu “mundur teratur”, membalik-belakang; dengan meninggalkan kawan2 seperdjuangan dengan mereka, ja’ni pihak Hizbullah dan Sabilillah, jang tetap tinggal/memang ditinggalkan digaris depan, mendjadi perisai, dengan resiko dan pertanggungan-djawab jang besar, kadang2 terpaksa mendjadi korban, petjah sebagai ratna, djatuh di medan bakti; dan
b) Tentara pendudukan Belanda tidak kalah; hampir tiada seorang pun mendjadi korban, selainnja karena ketjelakaan lalu-lintas; tetapi korban Belanda jang terbesar terdjadi setelah berkobar revolusi Islam di Gunung Tjupu (17 Februari 1948) hingga penjerahan daulat hadiyah.
5) Bukti jang lebih terang dan tegas, bahwa penjerahan kedaulatan kepada RIS (Republik Indonesia Serikat), bukanlah hasil kemengan perang atau natidjah perdjuangan nasional, a.l.l. ialah:
a) RIS harus membajar hutang/kerugian perang sedjumlah bermiljard2 rupiah Belanda.
b) RIS dipaksakan mengakui dan mentha’ati Uni Indonesia-Belanda dan beberapa ketentuan K.M.B. lainnja, jang mengikat dan membatasi ke-daulatan RIS, sehingga karenanja merugikan kepada Ra’jat Indonesia.
c) Mengeluarkan Irian-Barat dari wilajah Indonesia; dan
d) Konsesi2 dan ketentuan2 mengenai ekonomi, keuangan, perdagangan, perusahaan dan lain2 sjarat hidupnja sesuatu negara, jang karenanja terang merugikan Ra’jat Indonesia djua.
6) Sementara itu, Proklamasi N.I.I. mendengung-dengung di seluruh nusantara Indonesia djuga diluar negeri: 7 Agustus 1949!
Masihkah Karno belum mengerti, bahwa pada masa itu (7 Agustus 1949) perdjuangan nasional dengan pusat Djokja sudah kandas dan gagal ???
8. A. Kartosoewirjo hanja suka berunding dengan dasar antara negara dengan negara, dimana tiap2 pihak harus mengirimkan wakilnja, jang sah dan berkekuasaan pe-nuh, untuk memutuskan sesuatu, atas nama negaranja.
Sjarat2 ini saja tidak terima, kata Karno selandjutnja.
B. Pada tanggal 17 Aagustus 1953, Karno telah menuduh dengan tjongkak dan sombongnja, bahwa pihak N.I.I. tidak suka mendengarkan kata2, “keblinger”, dst.
Tetapi setelah ia membatja sambutan kita atas pidatonja tersebut di atas, sebagai-mana jang termaktub di dalam Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VI/7, 3 September 1953, maka ia membalik haluan, mentjabut tuduhannja jang semula, seperti jang inti-sarinja kami suntingkan di atas.
Adapun sikap dan pendirian Karno beserta pemerintah merah Ali-Wongso menolak sjarat2 perundingan jang dikemukakan oleh pihak N.I.I., adalah urusan mereka sendiri, dan tidaklah mendjadi tanggung-djawab kita, N.I.I. Segala resiko untung ataupun rugi, jang diderita oleh segenap ra’jat umumnja, adaalah akibat daripada sikap sombong, angkuh dan menolak dari pihak pantjasila, chusus pihak Karno dan kawan2nja beserta kabinet Ali-Wongso, dalam hubungan ini. Pihak N.I.I. sendiri tidak akan rugi atau dirugikan karenanja.
Nilai dan harga daripada Negara Islam Indonesia adalah setinggi harga dan nilai Agama Allah, Agama Islam! Bukan barang sesuatu jang boleh ditawar oleh Karno dan kawan2nja maupun oleh kita sendiri!!!
9. A. Siapakah anak-tjutju iblis la’natullah?
Dengan menghasut, dengan kata2 jang membakar2 hati dan semangat pen-dengar2nja, maka Karno berkata: bahwa D.I.-Kartosoewirjo (batja: N.I.I.) menuduh kepada para alim-’ulama djahilin, fasiqin, munafiqin, pembesar2 RIK sebagai anak-tjutju iblis la’natullah.
B. Baiklah kami persilahkan sekali lahi meneliti Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VI/7, Bab V., angka 5., A.dan B., jang antara lain2 dituliskan sebagai berikut:
1) (Tudjuan)
“Tiap pihak, golongan, party, organisasi, perhimpunan atau perseorangan, dengan tidak membedakan djenis, tingkatan, kedudukan, bangsa dan agama, kejakinan dan ideologi, dalam lingkungan RIK dan TRIK.”
2) “Barang siapa membantu, mengikuti, memihak dan membenarkan RIK dan TRIK, dengan tjara, bentuk dan sifat jang manapun djuga (lisan, tulisan, ‘amal-perbuatan dan lain2 sebagainja), maka mereka itu dianggap musuh NII, musuh Islam dan mush Allah;.......”
10. A. Disiplin negara pantjasila terlanggar atau sengadja dilanggar oleh D.I.—Karto-soewirjo, atau N.I.I., kata Karno.
B. Sesunggunja hal ini tidak perlu diherankan. Karena N.I.I. dan R.I.K. adalah dua negara, jang kini lagi bermusuhan dan berperang.
Langgar-melanggar antara satu pihak dengan jang lainnja, antara negara dan negara jang berperang, bukanlah barang ‘adjaib.
Karno seakan2 tertjengang, djika disiplin negaranja, negara pantjasila dilanggar orang, padahal semuanja itu hanjalah merupakan serangan pembalasan belaka. Sebaliknja Karno akan menganggap biasa, djika tentara djahiliyahnja mengin-djak-indjak kedaulatan negara lain, melantjarkan agresi kepada negara lain, dan seterusnja.
Bandingkanlah dengan keterangan dalam Statement Pemerintah N.I.I. Nomer VI/7, Bab I, angka 3.
Lebih landjut harus diketahui, bahwa hukum jang berlaku di negara pantjasila berbeda, berlainan dan bertentangan dengan hukum jang berlaku di Negara Islam Indonesia, tiada titik pertemuan antara kedua matjam hukum itu, laksana “bumi dengan langit”.
Herankah kita, djika masing2 pihak mempunjai sikap dan pendirian, faham dan pendapat, filsafat dan haluan negara, jang satu sama lain bertikai ???
11. A. Karno melihat bajangan malaikat-maut di depan matanja. Dalam pidatonja di Solo tersebut di atas, selain membatjakan beberapa bagian daripada Statement Pemerintah N.I.I., ia pun membatjakan pula sebagian daripada surat Imam N.I.I./ Plm.T. APNII—S.M. Kartosoewirjo, jg. ditudjukan kepada K.U.K.T. I. Huda, berkenaan dengan terdjunnja seorang pedjuang sutji ke medan djihad, asal keturunan Belanda, Ch. H. Van Kleef namanja, jang antara lain2 adalah sebagai berikut:
"Hendaklah Saudara suka memberi bantuan kepada Saudara Ch. H. Van Kleef, dimana perlu dan apapun jang diperlukannja, teristimewa sekali jang mengenai hubungan antara orang2 kita dengan orang2 Belanda di Indonesia, dan lebih djauh antara Negeri Belanda dan Negara Islam Indonesia."..........................................
a. Di dalam sual2 Interinsuler (terutama menghadapi Republik Indonesia dan Komunisme di Indonesia), banjaklah garis2 dan titik2 jang boleh membawa kedua belah pihak kesatu arah kerdja-sama jang kuat dan erat.
b. Di dalam sual2 Internasional pun tampak pelbagai kepentingan antara kedua belah pihak, terutama djika dipandang daripada sudut kedudukan Indonesia, di tengah2 samudera Pasifik, dan kedudukan blok Anti Komunis meng-hadapi bahaja merah internasional.
c. Oleh sebab itu, saja mendapat kesan dan berpendapat:
“Djika kerdja-sama antara Bangsa Belanda di Indonesia dan Mudjahidin Indonesia dapat dilaksanakan —lebih djauh “mumkin” kelak antara Peme-rintah Belanda dengan Pemerintah Negara Islam Indonesia—, maka, Insja Allah, akan menimbulkan hasil jang baik dan memuaskan bagi kedua belah pihak, terutama mempertjepat proces perdjuangan kita dan mendekatkan kita kepada maksud dan tudjuan jang sutji”.
B. Pendjelasan dan keterangan atasnja dari pihak kami, pihak N.I.I., adalah sebagai berikut:
1) Instruksi Plm.T. APNII-S.M. Kartosoewirjo kepada K.U.-K.T.- I.Huda tersebut, termaktub di dalam surat Nomer 694/KU/52, bertarich 9 April 1952, djam 10.00, beberapa hari sebelum beliau meninggalkan Indonesia, melawat keluar negeri.
2) Dalam surat instruksi tersebut, dinjatakan “garis2 politik luar negeri N.I.I.”, mengenai bangsa Belanda di Indonesia maupun “kemumkinan” hubungan dengan pemerintah Belanda, di masa depan.
3) Adakah haknja N.I.I. untuk menentukan garis politik luar negerinja sendiri, djuga menghadapi pemerintah Belanda dalam sual2 Irian-Barat dan lain2 jang meliputi kepentingan negara seluruhnja?
Tentu! Dan pastilah dengan tidak menghendaki kata sepakat atau persetudjuan dari pihak negara pantjasila, musuhnja, bukan? Sedang mengenai sual2 sekitar Irian-Barat, N.I.I. pun telah mempunjai konsesi tersendiri.
Lapi pula, “kemumkinan” hubungan ini diawali dengan kata2 “kalau”. Tetapi, Karno dengan pengikut2nja sudah berani lantjang mulut mengatakan, bahwa seakan2 “kemumkinan” dan “kalau” itu sudah mendjadi kenjataan, sedikitnja merupakan perdjandjian antara negara dengan negara (staats verdrag).
Kalau bukan tersorong oleh hati hasud dan dendam, chijanat dan durhaka, tentulah ia (Karno) tidak akan berani memberi kata putus jang pasti, atas barang sesuatu jang ia sebenarnja tidak tahu.
Kalau Karno memang laki2 (djantan) —djangankan selaku pemimpin ra’jat jang tahu harga diri, atau lebih djauh sebagai presiden negara pantjasila, jang dianggap orang sebagai “lambang negranja”— tjobalah umumkan dan siarkan dokumentasi dan bukti2 jang njata (aunthentik), bahwa “Kartosoewirjo telah bersekutu dengan pihak atau pemerintah Belanda”!!!
Hai Karno pengchianat dan pendjual negara dan agama! Tundjukkanlah ke-laki-laki-an-mu, kedjantananmu! Kami beri tempo (termijn) sampai achir tahun ini. Silahkan!
Dan djika waktu diberikan kepadamu telah lampau, padahal kamu tidak dapat memberikan bukti2 jang njata, tidak berani menjiarkan dokumtasi, jang kamu anggap “authentik” itu, maka kamu akan ditjap oleh Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia, sebagai pengchijanat bangsa dan negara, sebagai pendjual agama dan tukang obral berita2 bohong dan palsu, ialah benih2 bahaja dan bentjana bagi sesuatu negara dan masjarakat, jang hanja patut disiarkan oleh anak-tjutju iblis la’natullah! Belum terhitung sebagai musuh Islam, musuh N.I.I. dan musuh Allah!
Tantangan kami kepada Karno ini, kami sudahi dengan kata2:
“kalau kutjing bertanduk, Karno dapat membuktikan, bahwa Kartosoewirjo bersekutu dengan Belanda!”
4) Selandjutnja, kami ingin bertanja kepada Karno:
a) Tahukah Karno dan pemerintah negara pantjasila akan hubungan antara N.I.I. dengan:
I. Amerika Serikat; Australia; Inggris; dan lain2 negara, jang tergabung dalam apa jang dinamakan “Dunia Merdeka”?
II. Saudy Arabia, Pakistan dan lain2 negara blok Islam?
b) Kalau tahu, bolehlah siarkan! Kami menantikan!
5) Kembali kepada Karno sendiri dan negara pantjasila, kami ingin tanja pula:
a) Tahukah atau ingatkah Karno apa jang dinamakan “perdjandjian Stikker-Hatta”, jang terdjadi di Bandung pada pertengahan tahun 1949???
b) Kalau kau tahu dan suka menjiarkannja, tentulah kau dan negaramu akan menanggung malu besar! Terutama akan menatidjahkan pemberontakan di kalangan kamu dan negaramu sendiri, tegasnja dalam lingkungan U.I.B.I. dalam kungkungan kekuasaan pantjasila, karena di dalam perdjan-djian Stikker-Hatta tsb., antara lain2 disebutkan:
“Bahwa pihak R.I. (kini: R.I.K.) dengan karena kesanggupannya sendiri, minta bantuan alat sendjata kepada pihak Belanda, untuk menghantjurkan pihak N.I.I. dan membasmi Agama Islam”.
Rentjana dan perdjandjian Stikker-Hatta ini sudah mendjadi kenjataan, bukan “kemungkinan”, jang diselenggarakannja sedjak Djanuari 1950, beberapa hari kemudian daripada penerimaan daulat hadiyah.
Sedang pemberian bantuan sendjata dari pihak Belanda tersebut dimaktubkan didalam naskah K.M.B., seharga f 2.000.000,- (dua djuta rupiah Belanda).
6) Selandjutnja, kawan dan lawan, sudah pula tahu, “apa gerangan sebab dan dasarnja”, “maka kabinet merah Ali-Wongso, jang dibela mati2an oleh Karno, memaksakan negaranja mentjari dan mendapatkan hubungan dengan RRT (Peking), Sovjet Russia (Moskow) dan lain2 negara komunis.” Itu bukan “kemungkinan”, jang bukan pula “bila”, tetapi satu bukti jang njata.
Kami tidak heran, kalau RIK mentjari dan mendapatkan hubungan dengan negara2 komunis, dengan kedok (kamuflase) perdagangan, kebudajaan dan lain2 alasan palsu. Karena memang sudah sedjak lama RIK melepaskan “poli-tik bebas dan aktif”-nja, menjeberang dan berdiri disalah satu pihak, berdiri dipihak merah, pihak komunis, pihak penjebar bentjana dunia dan achirat!
Oleh sebab itu, maka segala matjam ketjaman dan makian terhadap kepada “garis2 politik luar negeri” N.I.I. jang “notabene” masih dalam taraf “kemum-kinan” dan “kalau”, hanjalah untuk menutupi politik-merahnja negara pantjasila, dan kedjahatan2, jang sudah, lagi atau akan dilaksanakan.
7) Lebih djauh pernjataan2 Karno dalam hubungan ini menundjukkan:
a). Bahwa ia telah melihat bajangan hantu disendja-hari, melihat bajangan malaikat pentjabut njawa di depan matanja;
b). Bahwa “kemungkinan” dan “kalau” sudah tjukup menjadi alasan dan sebab bagi menggentarkan pantjasila, menakutkan Karno, mengganggu urat-sjarafnja. Sebab, “kalau” N.I.I. sungguh2 sudah memilih pihak, maka Karno dan negara pantajasilanja boleh “gantung diri”!
8) Dan achirnja, berkenaan dengan garis2 politik luar negeri N.I.I., maka dengan ini kami njatakan, bahwa segala sesuatu jang berkenaan dengan itu adalah tanggung-djawab N.I.I. sendiri, dan bukanlah tanggung-djawab RIK atau negara pantjasila!
12. A. Karno hendak membudjuk Kahar Mudzakkar (mestinja: Abdul-Qahhar Mudzak-kar!) dan Tgk. Muhammad Daud Beureu’eh, dengan utjapan kata2nja jang bera-tjun, dan alasannja jang palsu, serong dan tjurang, merupakan pertanjaan kepada kedua pemimpin N.I.I. itu, berganti2:
“Masihkah Saudara tha’at dan simpati kepada Kartosoewirjo jang terang2an telah mengchianati Proklamasi 17 Agustus 1945, dan bersekutu dengan Belanda itu??”
B. Tentang serong dan tjurangnja Karno, demikian pula tentang kepalsuan alasan2 jang dikemukakan, kiranja tiada pihak jang masih sehat ‘akalnja akan menjang-sikannja.
Darah pengchianat mengalir dalam tubuh dan djantung iblis Karno. Tinggal kita tanjakan kepada ra’jat Indonesia dan Ummat Islam dalam lingkungan pantjasila dan dalam kungkungan dan genggaman kekuasaan pantjasila:
Masihkah Saudara pertjaja kepada Karno, jang (ingin) membawa kamu kearah neraka dunia dan achirat?
Masihkah Saudara pertjaja kepada Karno dan kawan2nja, jang terang2an berchi-janat kepada nusa dan bangsa Indonesia, serta agama Islam?
Masihkah Saudara pertjaja kepada Karno, jang terang2an pro-komunis 100%, anti-Islam, anti-N.I.I., dan anti-Allah 100% itu?
Inilah kartu terachir (laatste truf) jang dikeluarkan oleh Karno!
Kalau dulu, zaman peristiwa-Madiun, Karno berani tjepat2 dan terang2an menga-takan: “Pilihlah: Muso atau Karno!”, maka kini agaknja ia ragu2.
Kiranja lebih baik dan lebih manfa’at bagi Ra’jat Indonesia, djika Karno suka dan berani membuat “plebisit pribadi”, seperti jang dilakukan pada zaman Ma-diun di atas, sebagai kelandjutan daripada pertanjaannja kepada Saudara2 Abdul-Qahhar Mudzakkar dan Tgk. Muhammad Daud Beureueh. Sementara “plebisit” jang sungguh2 dan sah sepandjang hukum belum dapat dilaksanakan —kini memang masih sepi daripada sjarat-rukun untuk membuat “plebisit” jang sah—, bolehlah disimpulkan dalam kata2:
Pilihlah Karno atau Karto!
Pilihlah pantjasila atau Islam!
Pilihlah negara pantjasila atau Negara Islam Indonesia!
Dengan tjara demikian, Insja Allah pada garis globalnja akan segera diperoleh kesimpulan benar atau salahnja “pengakuan dan pernjataan Karno”, bahwa 85% daripada Ra’jat Indonesia masih mengikuti “ideologi” pantjasila dan masih setia kepada pemerintah negara pantjasila; sedang jang 15% lagi —demikian kesan kami daripada pembitjaraan tersebut— masuk dalam lingkungan N.I.I.
13. A. Negara Islam Indonesia (D.I.-Kartosoewirjo, kata Karno) selalu menanti-nantikan petjahnja perang dunia ketiga, dimana mereka (NII) akan merebut kekuasaan (negara pantjasila) di seluruh Indonesia.
N.I.I. berusaha akan menjeret Indonesia dalam kantjah perang dunia jang akan datang. Hal ini sangat berbahaja bagi politik bebas (latjur!) dan politik damai (komunis!) dari bangsa Indonesia (negara pantjasila!). Oleh sebab itu, maka N.I.I. adalah bahaja jang amat besar bagi R.I.K. jang datang dari dalam, jang karenanja harus segera dibasmi hingga akar2nja.
B. Tentang taktik perdjuangan dan sijasat perang kita kiranja tidak perlu diperbin-tjangkan di sini.
Sesungguhnja bukan hanja pihak N.I.I. sadja jang menanti2kan meletusnja perang dunia ketiga itu, dengan perhitungan jang tentu2, melainkan lebih2 lagi pihak komunis, jang pada masa itu ingin melaksanakan rentjananja, men-sovyet-kan Indonesia dan memper-komunis-kan ra’jatnja.
Sebaliknja, RIK alias negara pantjasila, nistjajalah brepikir dan berpendapat sebaliknja. Dengan takut dan chawatir ia (RIK) melihat perkembangan dunia internasional sekarang ini, jang kian hari kian bertambah mendekati kepada putjuk krisis jang tertinggi. Lihatlah: berlomba2nja tiap2 negara (besar) dalam persendjataan jang amat berbahaja, jang boleh menjebabkan pembunuhan manusia setjara besar2an —atoom, hydrogeen dan lain2 sebagainja —!
Belum peralihan, pergeseran dan gerakan militer, kesibukan politik dan diplo-masi, kesibukan dalam tiap2 lapangan lainnja, terutama dalam djurusan apa jang dikatakan “pertahanan bersama.”
Inilah sa’at jang ditakuti oleh Karno dan kawan-kawan pengikutnja!
Selain daripada itu, perbedaan kepentingan dan keperluan selaku negara menim-bulkan sikap dan pendirian jang berlainan dan berbalikkan antara N.I.I. dan RIK. Kalau RIK berpendapat, bahwa N.I.I. adalah “bahaja” bagi RIK, maka sebaliknja pun demikian pula:
1) pantjasila dan negaranja merupakan bahaja dan bentjana bagi N.I.I., Islam dan Ummat Islam di Indonesia;
2) adanja negara pantjasila di tengah2 ummat dan masjarakat Islam di Indonesia merupakan “duri dalam daging”;
3) hidup dan berkembang-biaknja hantu2 merah di dalam hati, djantung dan darahnja negara dan pemerintah pantjasila, makin menambah besarnja bahaja dan bentjana jang mengantjam2 ra’jat dan Ummat Islam di Indonesia; dan seterusnja.
Demikianlah selandjutnja, tentang tuduhan2 lainnja seperti “mengchianati proklamasi 17 Agustus 1945”, “musuh negara pantjasila kemerdekaan Indonesia” dan lain2 sebagainja, samalah halnja dengan apa jang tertera di atas.
14. Praktis “negara pantjasila” adalah “negara komunis”.
Pendapat ini telah berkali2 dikemukakan oleh pihak N.I.I. Periksalah: Statement Pemerintah dan Manifest Politik N.I.I. jang bersangkutan!
Dalam pidatonja pada 10 Nopember 1953 di atas, dengan tjara tidak langsung (indirect), Karno mengakui kebenaran pendapat kita itu.
Di samping tjatji-makian dan tjertja-tjelaan jang diluntjurkan daripada mulutnja, maka Karno tidak melahirkan sepatah katapun, jang merupakan sangkalan dan ban-tahan atas pendapat kita itu. Bahkan sedjak lebih dari setahun jang lalu, ia edjah: R.I.K. = er-ie-ka = republik indonesia komunis.
Pernjataan ini tidak hanja disaksikan oleh para pendengarnja, kawan dan lawan, di seluruh Indonesia, melainkan djuga diketahui dan ditjatat oleh pihak luar negeri, pihak internasional. Lebih2 lagi, bila kita menelilti “penindjauan, perkundjungan resmi atau tidak resmi” di beberapa bagian di Indonesia, jang dilakukan tidak hanja oleh duta2 atau duta2 besar luar negeri jang ada di Indonesia, melainkan djuga oleh politici penting luar negeri, seperti R. Nixon, Wakil Presiden Amerika Serikat, Mac. Donald, Komisaris Djenderal Inggris di Asia-Tenggara dan lain2 lagi.
Masihkah ada manusia jang sjak, bahwa “negara pantjasila” kini praktis sudah berwudjudkan “negara komunis”?
15. Karno membuat demarkasi politik dan ideologi. Dengan pidatonja jang menggelora itu, maka Karno telah membuat dan meletakkan demarkasi politik dan demarkasi ideologi, walaupun di sana-sini masiih diselubungi dengan kata2 jang halus, tapi tjukup dimengerti oleh tiap manusia jang agak sehat dan tjerdas pikirannja.
Dengan ini, maka tampaklah dengan djelas dan terang:
1) djurang jang tjuram-dalam, jang memisahkan antara pihak Negara Islam Indonesia dan negara pantjasila.
2) garis pemisah antara golongan jang pro-komunis dan antii-komunis, dalam ka-langan ra’jat dan Ummat Islam di dalam lingkungan negara pantjasila;
3) perpetjahan besar dan ketjil, jang terdjadi di dalam tiap2 lapisan masjarakat Indonesia, tidak terketjuali dalam lingkungan Islam.
Adapun sambutan kita atasnja dengan ringkasan:
“Bagimu pantjasilamu, dan bagi kami Islam kami!” Bagimu negara djahiliyahmu, dan bagi kami Negara Islam Indonesia kami”! Dan seterunja.
Sesuai dengan Firman Allah dalam Surah Al-Kafirun: “lakum dinukum walijadien” (bagimu agamamu, dan bagiku agamaku).
16. Semoga Allah tetap berkenan memelihara dan memperlindungi setiap Mudjahid, dalam lingkungan N.I.I. maupun di luarnja, daripada tiap2 goda dan tjoba, fitnah dan aniaja, bahaja dan bentjana, hasud dan chijanat, dengki dan murka, jang dite-bar2kan dan dihambur2kan oleh anak-tjutju iblis la’natullah dan sahabat2 djadjdjal jang terkutuk itu.
Dan selandjutnja, semoga Ia berkenan pula lebih mendekatkan dan segera mentjam-paikan kita sekalian kepada satu2nja maksud dan tudjuan sutji:
Dlohirnja Keradjaan Allah, berdirinja Negara Kurnia Allah, dan tegak-teguhnja Negara Islam Indonesia, di tengah2 Ummat dan Masjarakat di Indonesia.
Insja Allah. Amin.

17. INTAHA.
M.B.S, 19 Nopember 1953.

Wassalam,

Komandemen Tertinggi Angkatan Perang
Negara Islam Indonesia,

Atas nama Panglima Tertinggi;

KUASA-USAHA: I. HUDA


--------------

No comments: