STATEMENT PEMERINTAH
NEGARA ISLAM INDONESIA
ATJEH
Mengumumkan:
PROKLAMASI NEGARA ISLAM INDONESIA: 7 AGUSTUS 1949.
Seluruh Atjeh bergolak!
Revolusi Islam berkobar dengan hebat dan dahsjatnja!
Perebutan kekuasaan antara Negara Islam Indonesia dan negara Pantjasila!
“Berdasarkan atas Proklamasi jang dilakukan oleh Imam Negara Islam Indonesia, Kartosoewirjo, pada tanggal 12 Sjawal 1368 (Hidjriyah) atau 7 Agustus 1949, maka daerah Atjeh dan sekitarnja mendjadi bagian dari Negara Islam Indonesia. Dengan Proklamasi Negara Islam Indonesia didaerah Atjeh dan sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan pemerintah Pantjasila, diganti dengan pemerintah Negara Islam Indonesia.”
Demikianlah bunji per’umuman pertama jang disiarkan oleh Pemimpin Komandemen Wilajah 5 (NII) di Atjeh atau Panglima Divisi 5 “Rentjong” Angkatan Perang Negara Islam Indonesia, Saudara Tengku Muhammad Daud Beureueh, tepat pada letusan perta-ma daripada Revolusi Islam di Atjeh dan sekitarnja, 20/21 September 1953.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Assalamu ‘alaikum w.w.,
I. Pudji dan Du’a
Alhamdu lillahi wasjsjukru lillahi! Allahu Akbar! Segala pudji hanja wadjib diper-sembahkan kepada Allahu Akbar, Dzat Maha-Besar dan Maha-Agung, Jang telah ber-kenan membuka djalan dan kesempatan serta pintu-gerbang menudju Mardlotillah Sedjati, kearah Surga Dunia dan Surga Achirat, kearah Darul-Fatah dan Darul-Falah, bagi setiap hamba-Nja, guna memperoleh tjurahan Rahmat dan Ridlo-Nja, satu2nja djalan bagi setiap hamba-Allah jang sengadja menumpahkan segenap djiwa-raganja, djihad-berperang berkuah-darah pada Djalan Allah, bagi meninggikan Kalimat-Nja, dan melakukan Hukum2-Nja.
Alangkah besar dan tinggi nilai setiap Mudjahid, jang dipandaikan-Nja menggalang Keradjaan-Nja, membina Negara kurnia-Nja, Negara Islam Indonesia, dengan taruhan djiwa dan raganja, dengan djihad berperang menjabung njawa.
Allahumma! Ja Allah! Berkenanlah hendaknja Paduka memperlindungi, mendja-jakan dan memenangkan segenap pedjuang-sutji, ialah kekasih2 Paduka, jang kini lagi asjik melakukan tugas maha-sutjinja, hanja karena perintah Paduka semata!
Amin! Amin! Amin!
II. Sa’at Mustari, Sa’at Turunnja Kurnia Ilahy
Sjahdan, maka pada suatu sa’at jang dipilih dan ditentukan Allah, hari Ahad malam Senen, 20/21 September 1953, kira djam 01,00 tengah malam, terdjadilah suatu peristiwa jang menggemparkan dan mengedjutkan seluruh Indonesia, bahkan berkumandang djauh melintasi lautan menembus tabir seluruh dunia. Suatu peristiwa, jang maha-pentig dalam sedjarah perdjuangan Indonesia, maupun dalam tarich dunia, berwudjudkan meletusnja Revolusi Islam di Atjeh dan sekitarnja, disertai dengan perumuman (ulangan) Proklamasi berdirinja Negara Islam Indonesia: 7 Agustus 1949, jang karenanja Atjeh dan sekitarnja mendjadi bagian (Komandemen Wilajah 5) Negara Islam Indonesia.
Tjurahan Kurnia Allah jang pertama2 bagi daerah tersebut dimuat di dalam surat2-kabar di New York dan Negeri Belanda dengan huruf2 besar dan ditaruh di halaman depan, sehingga menarik perhatian sekalian pembatjanja di seluruh dunia. Sementara itu, radio musuh —RIK (Republik Indonesia Komunis) alias Pantjasila— tidak dapat bungkem dan terpaksa menjiarkannja, walaupun agak terlambat (23 September 1953). Komentar dan bumbu2 pantjasila jang mengelirukan, menjesatkan dan menjembunjikan kenjataan2 jang sebenarnja, disertakan pula dalam siaran RIK. Hal ini bukan rahasia lagi. Tiap orang tahu akan sikap serong dan tjurang, jang selalu dihambur2-kan oleh pabrik-bohong RIK itu!
Hingga kini kita hanja dapat menangkap berita2 dari tangan kedua atau ketiga, jang tentulah belum dapat memberi gambaran jang tepat akan segala kedjadian dan ke-adaan jang sebenarnja. Meskipun demikian, daripada rangkaian berita2 —jang atjap kali bertentangan dan tidak sambung-menjambung satu dengan jg. lainnja— bolehlah kita membuat satu “rekonstruksi” (susunan kembali) berita2 tersebut, jang agaknja mendekati kepada kebenaran dan kenjataan jang sewadjarnja.
Dilukiskan dalam beberapa patah kata, berdasarkan atas berita jang sampai ditangan kami hingga sa’at ini, maka chulasoh berita tersebut kurang lebih adalah sebagai berikut:
1. Revolusi Islam di Atjeh meletus, Perang Sabil di Atjeh dimulai.
Ra’jat dan Ummat Islam di Atjeh, dalam segala lapisannja, bergerak angkat sendjata, menentang, menghantjur-luluhkan dan membinasakan RIK dan TRIK (Tentara Republik Indonesia Komunis=T.N.I.) djahannam --negara Pantjasila--, kafirin, musjrikin dan djahilin durdjana.
2. Proklamasi N.I.I. (7 Agustus 1949) diumumkan, sehingga karenanja, maka sedjak sa’at itu Atjeh dan sekitarnja masuk dalam lingkungan N.I.I., tegasnja: Wilajah 5.
3. Peristiwa tersebut terdjadi pada tanggal 20/21 September 1953, hampir bertepatan dengan pembukaan PON ke-3 di Medan (oleh Karno), dan hari kedua daripada Asjuro, sa’at turunnja kurnia Ilahy, merupakan Kemenangan2 bagi perdjuangan sutji, sedjak zaman para Nabi dan Rasul dimasa jg. telah silam.
4. Atjeh bergerak angkat sendjata terhadap Pantjasila, antara lain2 beralaskan:
A. Tidak sanggup hidup dan mati dalam kekufuran pantjasila;
B. Ta’ sanggup hidup dan mati hanjalah bagi umpan mereka dunia dan achirat;
C. Ta’ sanggup hidup lebih lama lagi dalam lingkungan dan di bawah kekuasaan negara Pantjasila, negara nasional djahiliyah; dan
D. Hendak menuntut, mempertahankan dan menjentausakan hak2 Asasy Ummat Islam Bangsa Indonesia, istimewa jang ada di Atjeh dan sekilat (volkomen dan volleding) dan Kedaulatan Negara Islam Indonesia jang sempurna, sehingga dapat melakukan Hukum2 Allah (Islam) dengan seluas2nja, satu2nja tugas Ilahy jang maha-sutji, walau maha-berat sekalipun.
III. Latar Belakang Peristiwa Atjeh
Orang hendak tjoba meraba2, apakah gerangan jang mendjadi latar-belakang daripada peristiwa Atjeh itu. Ada jang men-sinjalir adanja “tjampur-tangan pihak asing”. Ada jang menghubungkannja dengan “tuntutan otonomi bagi Atjeh”. Dan ada pula jang menjangka, bahwa letupan api revolusi itu adalah perbuatan2 “gerombolan ketjil”, jang ingin “memantjing ikan di air jang keruh.” Tetapi semuanja itu meleset. Baru achir2 ini diakuinja, bahwa di belakang tirai peristiwa Atjeh itu berdirilah Negara Islam Indonesia.
Beberapa tanda kebenarannja, menurut berita2 jang boleh kita tangkap dari pihak dalam (insider) maupun pihal luar (outsider), adalah sebagai berikut:
1. Kaum Mudjahidin jang bertempur di Atjeh itu semuanja memakai tanda2 D.I. atau N.I.I., T.I.I. (Tentara Islam Indonesia) dan P.I.I. (Polisi --bukan “pandu” atau “pemuda”-- Islam Indonesia).
2. Mereka dipimpin oleh Tengku Muhammad Daud Beureueh, seorang ternama jang telah diangkat oleh Imam N.I.I./Panglima Tertinggi A.P.N.I.I. mendjadi Panglima Komandemen Wilayah 5/Divisi 5 “Rentjong”, untuk Atjeh dan sekitarnja.
Dalam hubungan ini, bolehlah ditjatat, bahwa Saudara Tengku Muhammad Daud Beureueh pada waktu itu masih mendjabat Gubernur (RIK) diperbantukan kepada kementerian Dalam Negeri (hingga ditulisnja berita ini, belum dipetjat!), mendjadi anggauta Parlemen (fraksi Masjumi), anggauta Masjumi jang terkenal, dan mendjadi pemimpin ‘umum PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Atjeh), jang amat besar sekali pengaruhnja kepada ra’jat Atjeh jang terkenal “Islam-minded” itu. Sehingga tidak mengherankan, djika residen koordinator, bupati2 (pantjasila) dan lain2 pemimpin dan komandan di Atjeh, serentak membelok haluan, membelakang RIK, mening-galkan kedudukannja, dan memihak Kepada N.I.I.
Jang lebih menta’adjubkan lagi bagi orang ‘awam ialah: bahwa beberapa kesatuan tentara (jang berdjiwa Islam) bagian infanteri (dari karesidenan Tapanuli) mening-galkan post-nja, jang berdjiwa pantjasila. Demikian pula terdjadi dengan kesatuan tentara (RIK) bagian artilleri, jang kemudian berdjuang mati2an bahu-membahu dengan kawan2 Mudjahidin jang lainnja.
3. Beberapa markas polisi RIK dan markas TRIK diserang, disapu-bersih dan dirampas sendjatanja, sepandjang pantai Timur hingga bagian Barat dan Utara. Beratus2 putjuk sendjata musuh djatuh ditangan A.P.N.I.I. Alhamdu lillah! Mudah2an selandjutnja.
4. Kabinet RIK berkali2 sidang. Panglima TRIK T.T.I (Simbolon) datang di Djakarta untuk memberi laporan. Beberapa menteri gilir-berganti pergi ke Medan, untuk “menindjau dari dekat”. Anggauta2 Parlemen ikut sibuk.
Pihak Merah dan Merah-muda (komunis dan Nasinalis kiri) berteriak2 setinggi langit “minta tolong”. Sinjalemen “bahaja” diumumkan, Evakuasi besar2an berlaku. Tang-kapan atas orang Atjeh di Medan dan lain2 tempat, dilakukan dengan giatnja.
Anggauta2/pemimpin2 Masjumi dan lain2 perhimpunan jang ditjurigai ditangkap dan ditahan.
Wal-hasil, berdirinja N.I.I. di Atjeh dan sekitarnja menggemparkan dan menggetar-kan seluruh tubuh-masjarakat RIK, dalam tiap2 lapisan dan tingkatannja.
5. Pabrik-bohong RIK siap untuk mengabui mata dunia, interinsuler maupun inter-nasional. Berita2 disensur, penjiaran dipegang oleh tentara (djahil).
Semuanja itu perlu dilakukan oleh RIK, sebagai tipu-muslihat, untuk menutupi kelemahan dan kekalahannja, keburukan dan penjakitnja ialah faktor2 jang langsung akan menjerat dan menjorong RIK beserta segenap pengikut pantjasila kearah keruntuhan dan kedjatuhannja, sebagai “negara boneka”, menemui adjalnja.
Kapan hari Pantjasila, berserta RIK-nja, akan menghembus nafasnja jang pengha-bisan dan menjudahi riwajatnja, bukanlah tempatnja diuraikan dalam kupasan ini.
IV. Suara Islam dilingkungan Pantjasila
Di samping peristiwa2 jang maha-penting itu, bolehlah ditjatat pula beberapa peris-tiwa lainnja, jang sedikit banjak boleh dikira2kan ada hubungannja, langsung atau tidak langsung, dengan peristiwa Atjeh itu.
Entah karena “kebetulan”, entah karena memang diorganisir oleh sesuatu pihak jang tertentu. Tetapi njatalah dengan terang dan tegas, bahwa letupan2 djiwa itu dila-hirkannja pada waktu jang hampir bersamaan.
1. Isa Anshary pada tanggal 20 September 1953, di lapangan Tegallega Bandung, dalam rapat terbuka antara lain2 mengatakan:
A. bahwa wadjib bagi ummat Islam djihad fi-sabilillah guna membela Agama Allah (Islam), dan wadjib melawan musuh Islam dan musuh2 ummat Islam.
B. Bahwa komunisme dan nsionalisme pada hikatnja anti-Islam.
C. Bahwa pengatjau jang terbesar bukanlah D.I. (batja: N.I.I.), melainkan komu-nisme.
2. Mohd. Natsir, dalam pidatonja di Bogor dan Bandung, melantjarkan serangan kepada negara Pantjasila, dengan kata2 amat tadjam sekali dan terus-terang ketjaman2 jang hebat. Diantaranja ialah: P.K.I. adalah party jang anti-Tuhan dan anti-Agama.
P.K.I. adalah komprador (kawan berkomplot) dan alat imperialisme Sovjet Rusia. Riwajat membuktikan, bahwa P.K.I. telah menerkam R.I. dari belakang (peristiwa Madiun, 1948). Dalam hubungan kampagne propaganda Masjumi ini, Mohd. Rum pun mengambil bagian dan peranan.
Berkenaan dengan apa jang disebutkan oleh Natsir dan Isa itu, maka mereka diperiksa oleh jg. berwadjib, masing2 di Djakarta (oleh Djaksa Agung) dan Bandung.
3. Hatta (Wakil Presiden RIK) didepan peladjar2 di Medan, satu dua hari kemudian daripada meletusnja Revolusi Islam di Atjeh, dalam suatu rapat memperingatkan adanja “imperialisme baru, ialah Imperialisme komunisme.”
Dengan pernjataan ini, maka orang boleh mengambil kesimpulan, bahwa Hatta dengan terang2an telah memihak kepda satu bolk, ja’ni blok anti-Komunis.
Apa sebab dan alasan Hatta menjatakan kejakinannja jang serupa itu, hingga kini belum dapat diketahui dengan djelas. Karena nasionalisme-kah, karena Islamisme-kah, karena djengkel selalu diedjek2 oleh komunis-kah, atau karena sesuatu lain di luar itu? Wallahu a’alam! Sedjarah akan membuktikan.
Dalam hubungan ini, baiklah diketengahkan pendapat dan kesan2 setengah orang, jang mengatakan, bahwa “pernjataan Hatta itu adalah imbangan atas sikap Karno”, dengan keterangan2 kurang lebih sebagai berikut:
A. Desas-desus setengah resmi mengatakan, bahwa beberapa waktu jang lalu Karno telah masuk mendjadi angguta PNI-Sidik. Dalam hubungan ini, orang boleh menghubungkan sikap Karno pada tahun achir2 ini, terutama sesudah terbentuk kabinet Ali-Wongso, jang njata2 bertjorak dan berhaluan merah itu.
B. Sepulangnja Hatta dari Mekkah, memang suaranja membawa angin lain. Dan isi djiwanja, jg. lama dipendam-disembunjikan itu, pada suatu sa’at meluap dan meletup.
Memang sikap anti-komunis dari pihak Hatta jang serupa itu tidak mengherankan, karena jang serupa itu pernah dilahirkannja semasa ia masih mendjadi maha-siswa di Nederland dan pada masa peristiwa Madiun, dimana ia memegang peranan penting dalam pembasmian gerombolan komunis (Muso) itu.
Tetapi sedjelas apa jang meluntjur dari mulut Hatta tatakala di Medan itu, belum pernah didengar orang.
Mudah2an letupan djiwa anti-komunis Hatta itu sungguh2 keluar daripada hatinja jang ichlas. Bukan hanja “kamuflase” menghadapi sual Atjeh, dan bukan pula karena sifat nifaq (mengindjak perahu dua)! Bahkan, kalau boleh kita mengharapkan daripadanja: mudah2an karena keinsafan dan kesadarannja akan benar dan wadjibnja berdiri N.I.I.!
Demikian pula harapan kami terhadap kepada Mohd. Natsir-Isa Anshary-Mohd. Rum-beserta kawan2nja jang sehaluan dengan mereka!
Periksalah Manifest Politik N.I.I. No. V/7, 7 Agustus 1952, setahun jang lalu, dimana sudah diramalkan akan kedjadian2 jang kini lagi berlaku dalam lingkungan RIK!
V. Sedikit Sekitar Atjeh
Ra’jat Atjeh terkenal memiliki djiwa-pahlawan, djiwa-ksatrija, djiwa-merdeka, djiwa-Islam (fanatik), djiwa-perang. Sifat2 itu merata diseluruh Atjeh (homogen), dan di dalam perdjuangan kemerdekaan tenaga raksasa itu merupakan Benteng Islam kokoh-kuat, jang sanggup menghadapi segala kemumkinan dan lawannja.
Pada masa pendjadjahan Belanda selama 30 hingga 40 tahun Atjeh berani meng-hadapi kekuasaan Belanda, jang terkenal dengan expedisi2nja jang ganas-kedjam (Van Heutz, Van Daalen, dlls.), beserta tipu-muslihatnja jang amat litjin (dipelopori oleh Snouck Hurgronje).
Atjeh boleh ditaklukkan karena tekanan sendjata, tetapi djiwa Islam jang menjala2 dalam kalbu Mudjahidin ta’ mumkin dapat dipadamkan. Sewaktu2 boleh meluap, menjala dan membakar2 kekuasaan Belanda dan menghantjurkan alat2 dan kaki-tangan Belanda. Nama pahlawan Atjeh (semuanja berdjiwa Islam) tidak asing bagi setiap pembatja. Lihatlah: Tengku ‘Umar dll. Panglima perang jang tjakap dan gagah-berani itu!
Pada zaman pendudukan Djepang, pun riwajat Atjeh tidak seberapa beda dengan zaman Belanda. Lebih2 saudara-tua, anak Dewi Amaterasu ini, belum pernah mengin-djakkan kakinja di pedalaman Atjeh. Selandjutnja pada zaman Republik (Djokja), maka djasa Atjeh tidaklah ternilai harganja. Daerah inilah jang masuk basis dan gelanggang terachir, untuk melandjutkan perdjuangan.
Tetapi dasar pantjasila memang tidak tahu terima kasih, dan rupanja memang bukan lagi waktunja untuk mendjedjakkan kakinja didaerah tersebut, dan lebih djauh untuk memberi kesempatan kepada kaum Mudjahidin di Atjeh kini meluap dan meletup, walau-pun sudah agak lama ditjoba didinginkan dan dipadamkannja, dengan djanji2 jang memikat hati dan memberi harapan.
Atjeh, jang dulunja sudah “Islam-minded Indonesiaminded”. Lama dan kata2 Atjeh “nan batuah dan sakti” itu membawa perbawanja sendiri. Bulu roma tiap2 pengkhijanat Islam dan Ummat Islam, akan berdiri mendegarnja. Tentang keadaan pada ‘umumnja, digambarkan dalam beberapa patah kata adalah sebagai berikut:
Hasil pertanianja surplus, tambang2 minjak, emas, perak, perkebunan2 jang luas, pelabuhan internasional (selainja jang ketjil2 minjak, emas, perak, perkebunannja jang ketjil2) dan lain2 sebaginja. Sebelum tanahnja jang berbukit2, penuh dengan rimbanja jang amat lebat, jang semunja itu mendjadi faktor2, jang memungkinkan dan memudah-kan gerakan2 gerilnja dimana perlunja, dan tjukup menjukarkan bagi musuh2nja. Lebih2 lagi, karena ra’jat Atjeh jang sebulu itu mempunjai sifat tha’at dan patuh kepada pemimpin Islam). Dalam hal ini: N.I.I.!
Kiranja letusan Atjeh itu bagi Ummat Islam, terutama pemimpin2-nja, di dalam lingkungan Pantjasila, mendjadi tanda (sein) untuk berdiri dan bergerak serentak, menghadapi musuh djahannam, RIK dan TRIK-nja, sedjadjar dan bahu-membahu dengan kawan2 pedjuang sutji jang lainnja! Mudah-mudahan!
VI. Seruan dan Harapan
Adapun seruan dan harapan ini, saja tudjukan kepada sekalian pedjuang2 sutji, diluar daerah Atjeh. Berdasarkan atas pertanggungan-djawab sepenuhnja kepada Allah dan dunia, dan karena rasa-sekawan (solidariteit — uchuwwah) dalam melakukan tugas sutji, tugas Ilahy muthlak, maka hendaklah setiap K.W./Div., K.D./Res., dan sete-rusnja, dalam lingkungan N.I.I., segera menjelenggarakan gerakan dan operasi besar2an, politis dan militer, mengingat keadaan dan kepentingannja, dan menurut kebidjakan masing2 Panglima dan Komandan jang bersangkutan dan bertanggung-djawab atasnja, dengan maksud:
Mengentengkan beban jang lagi ditanggung oleh kawan2 pedjuang sutji di Atjeh. Karena wadjib, karena Allah, karena hendak memuliakan Agama Allah, bagi kepentingan seluruh Negara Islam Indonesia! Memaksa dan menjorong RIK dan TRIK (negara Pantjasila) kesuatu sudut (dwangposisi) demikian rupa, sehingga musuh djahannam menjerah-kalah, tekuk-lutut atau hantjur-binasa. Dan hingga Negara Kurnia Allah, N.I.I., berdiri dengan tegak-teguhnja, ditengah2 Ummat dan masjarakat di Indonesia. Dengan ini, maka Revolusi Islam akan bergelora di seluruh nusantara Indonesia!
VII. Apa Daja-Upaja dan Tindakan RIK?
Satu pihak, dengan pelopor merah, berpendapat: gempur terus! Keamanan di Atjeh harus segera dikembalikan! Sebaliknja, pihak jang lainnja mengatakan: Gerakan militer dan kekerasan sadja, tidak akan dapat menjelesaikan sual Atjeh dengan sempurna, me-lainkan harus disertai dengan kebidjaksanaan (budjukan dan tipuan) jang seluas2nja.
Pendapat ini diikuti oleh Zainul Arifin (Wakil II P.M.), H. Masjkur (Menteri Agama Pantjasila), Simbolon (Panglima T.T. I), A. Hakim (Gubernur Sumatera Utara), ialah pendapat Masjumi dalam memetjahkan sual “pemulihan keamanan RIK”, dalam erti kata ‘umum (universil dan integral).
Mereka ini berpendapat: djika Atjeh digempur dan ditindak keras (dengan keke-rasan sendjata) sadja, maka Revolusi Islam akan mendjalar, meluas, berkobar dan ber-gelora dengan seru dan seremnja! Dan sebaliknja, djika dilakukan tindakan lunak2, madju dan kuat, dan mendjalar dengan tjepatnja.
Djalan mana jang akan ditempuh RIK, halus atau pun kasar, tergantung kepadanja sendiri! Tetapi kami jakin sepenuhnja, bahwa Revolusi Islam —djuga di Atjeh dan sekitarnja— akan berkobar terus-menerus ta’ kundjung padam, selama Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia belum berdiri dengan tegak-teguhnja, di permukaan bumi-Allah Indonesia.
Periksalah kembali: Pendjelasan Singkat atas Proklamasi N.I.I., angka 5!
Lebih2 lagi, sebagai musuh Allah, musuh Islam, musuh N.K.A., N.I.I. dan musuh Ummat Islam Bangsa Indonesia (U.I.B.I.), maka negara Pantjasila tergolong dalam kafirin harbi (jang menjatakan perang kepada N.I.I., Islam dan U.I.B.I.). Karenanja, maka tiap2 tetes darah Pantjasila halal-lah hukumnja!
Di Atjeh, pengikut2 Pantjasila ini diberi nama Belanda hitam, atau Kafirin Indonesia! Oleh sebab itu, maka berdosalah tiap2 Muslim menghalaukan, membasmi dan menge-njahkannja. Dan sebaliknja, Allah mendjandjikan pahala Dunia-Achirat kepada barang siapa di antara hamba2-Nja, jang sanggup, mampu dan tjakap menghantjur-leburkan musuh2 Allah, musuh2 Islam dan musuh2 Ummat Islam, beserta segenap kaki-tangannja! Inilah djalan ke Surga, dunia dan achirat! Djalan kearah Mardlotillah sedjati, kearah Darul Islam dan Darus-Salam, kearah Darul-Fatah dan Darul-Falah!
Marilah kita bersama2 menggalang N.K.A., N.I.I., di atas bangkai2 RIK dan TRIK, di atas puing2 Revolusi Islam dan di atas kuburan Pantjasila.
VIII. Djalan Penjelesaian
RIK sudah telandjur besar kepala dan keras hati, tetap sombong dan takabbur menghadapi sual2 ini. Sesuai dengan hati iblisnja dan djiwa chijanatnja. Ia tjoba melo-kalisir dan memblokkir setjara politis dan militer, segala sesuatu jang dianggapnja dan dinamakannja “gangguan keamanan”, dan terlalu menganggap rendah kepada lawannja, atau barang siapa jang dinamakan “gerombolan”. Karenanja, maka kesulitan dan beban RIK kian hari kian bertambah besar, sulit dan berdjalin2. Hampir2 tidak berudjung dan tidak berpangkal.
Achir-kemudiannja, tali2 dan rantai2 jang dibuat dan dipasangkannja untuk mengchi-anati Islam dan Ummat Islam, maka alat2 itu pulalah jang mengikat dan mentjekek ba-tang-leher si-djahannam itu sendiri. Sendjata makan tuan?
Sjahdan, penjakit RIK makin hari makin keras. Tiada seorang dokter jang diturut perintahnja, selain dokter2 merah, kiriman dan latihan Moskow, agen2 komunis djaha-nnam. Entah memang sudah nasibnja, entah karena sesuatu jang lainnja, tetapi njatalah sudah, bahwa penjakit RIK ta’ mumkin disembuhkan kembali. Pada suatu sa’at tertentu pastilah —Insja Allah— ia akan menemui adjalnja, kedjatuhan dan keruntuhannja seba-gai negara. Pada saat itu, tampaknja njawa RIK ada di tangan “dokter2 merah” itu.
Walaupun demikian, kalau2 di kalangan pemerintah dan masjarakat Pantjasila masih ada orang2 jang agak sehat otaknja dan terbuka mata-hatinja, maka baiklah di sini kami beri pertimbangan pro deo (karena Allah), dengan tjuma2, dan tiada harapan dituruti atau sesalan ditolaknja.
1. Lepas daripada tjara2 mentjari penjelesaian, halus atau kasar, politis atau militer-polisioil, maka sual Atjeh tidak mumkin dapat dipetjahkan dan diselesaikan dengan Tengku Muhammad Daud Beureueh. Karena sual ini bukanlah lagi sual Tengku Muhammad Daud Beureueh, melainkan urusan N.I.I., sedjak Atjeh dan sekitarnja sudah masuk salah satu bagian N.I.I. Demikian pula halnja dengan Sulawesi (Kahar Mudzakkar) dan lain2 wilajah.
2. Hanja pihak Komandemen Tertinggi A.P.N.I.I. atau Panglima Tertinggi sendirilah jang mempunjai Kompetensi dalam hal ini, boleh mempergunakan hak dan mela-kukan kewadjibannja dalam penjelesaian tersebut, setjara integral dan universil. Djadi, K.W./Div., dan pihak lainnja tidak berkuasa melakukan hal tersebut.
Dalam hubungan ini, baiklah ditjatat, bahwa sudah beberapa kali pihak N.I.I. menjam-paikan konsepsinja.
Periksalah Lampiran2 Manifest Politik N.I.I., No. V/7, 7 Agustus 1952!
3. Djika masih djuga RIK sengadja membuta-tuli menutup mata, menolak kenjataan dan kebenaran, jang bererti pula chijanat kepada nusa dan bangsa (sepandjang istilah Pantjasila), maka silahkanlah langsung terdjun ke neraka djahannam!
IX. Expansi N.I.I.
Dengan terdjadinja perampasan kekuasaan (machtsergreifung) di Atjeh, jang menjebabkan Atjeh dan sekitarnja mendjadi bagian N.I.I., dan terbentuknja K.W. 5/Div. 5 “R”, maka kekuatan A.P.N.I.I. bertambah dengan satu divisi infanteri (gerilja), sedang luas daerahnja bertambah dengan satu wilajah. Bandingkanlah dengan Statement Pemerintah N.I.I. No. VI/7, 3 September 1953, dimana dinjatakan, bahwa sampai sa’at ditulisnja Statement tersebut, N.I.I. baru mempunjai 4 buah K.W./Div. Persiapan.
Semuanja terdjadi dan mendjadi hanjalah karena tolong dan kurnia Allah semata. Sedang pada sjari’atnja dikarenakan ichtijar dan ‘amal-usahanja seluruh kaum Mudja-hidin, jang ta’ berhenti2nja melakukan dharma-baktinja kepada Dzat Wahidul-Qahhar: membina N.K.A., N.I.I.!
Alhamdulillah wasjsjukru lillah!
M.B.S., 5 Oktober 1953.
Wassalam,
Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi
Angkatan Perang Negara Islam Indonesia
IDARUL HUDA
------------
No comments:
Post a Comment