MANIFESTO POLITIK
NEGARA ISLAM INDONESIA
Oleh:
I. HUDA
KUASA USAHA
KOMANDEMEN TERTINGGI ANGKATAN PERANG
NEGARA ISLAM INDONESIA
Bismillahirrahmanirrahim
Assalammu’alaikum W. W.
BAB I: MUQODDIMAH
1. Alhamdulillah, wasj-sjukru rillah! Allahu Akbar. Segala pudji hanja bagi Allah, Dzat Maha Tunggal. Dzat Pelindung para Mudjahidin, Dzat Pendjaja dan Pemenang Tentara Allah, Tentara Islam Indonesia.
Mudah2an selandjutnja hingga ia berkenan mendlahirkan keradjaannja, di tengah-tengah dan ra’jat nusantara Indonesia berwudjudkan: Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia. Insja Allah. Amin.
2. Sjahdan, di tengah-tengah serangan badai dan gelombang International jang hebat dahsjat, di tengah-tengah taufan menderu-deru jang menggetarkan dan menggem-purkan seluruh dunia, maka tepat pada saat jang genting-runtjing itu: Heru Tjokro tiba! Heru Tjokro bersabda! Heru Tjokro berbuat! Kiranja ada guna dan faedahnja, djika kami sadjikan keterangan dan penerangan jang serba ringkas atas: Apa ge-rangan jang dimaksudkan dengan nama dan istilah “Heru Tjokro” itu.
1). Kalimat “Heru” —biasanja dipakai di dalam rangkaian dan gubahan kata “hera-hero”, atau “hera-heru”—, bolehlah diartikan : “huru-hara, revolusi, atau perang, suatu tanda dan alamat akan timbulnja suatu perubahan ‘alam dan masjarakat jang tjepat, meninggalkan zaman lama riwajat “nan usang”, mendjelang zaman baru, zaman dlahirnja kebesaran dan Ke’adilan Allah dipermukaan bumi, zaman jang membarukan sesuatu jang lama dan lapuk, zaman jang menimbulkan dan mentjiptakan barang sesuatu jang baru.
2). Kalimat “Tjokro” menggambarkan suatu machluk Allah, suatu pesawat dan alat Allah, jang menguasai dan memutarkan roda dunia”, roda “Tjokro Penggilingan”, menudju kepada suatu arah dan menurutkan suatu rentjana jang tertentu, dengan kehendak dan kekuasaan Allah, menudju Mardlotillah sedjati: Keradjaan Allah di dunia atau Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.
Kalimat “Tjokro” dipakai dan dipergunakan —terutama di dalam buku-buku tambo dan riwajat purba—, untuk menundjukan nama “seorang” hamba-Allah jang setengah gaib, jang lazim pula disebut “Risjadullah” (lelaki kekasih —pembela Agama— Allah), jang pada garis besarnja memiliki sifat-sifat;
a. Pembawa amanat Allah, berwudjudkan Kebenaran dan Ke’adilan, sepandjang hukum dan adjaran sutji, tuntunan Illahi;
b. Pelepas dan pembebas (verlosser) bagi segenap perikemanusian, daripada bentjana dan malapetaka dlahir dan bathin, didunia hingga di achirat kelak;
c. Pembela Agama Allah dalam arti kata jang luas:
a) Merupakan “Ksatrija Sutji”, Pahlawan Agama, Panglima Perang dan pemimpin Revolusi, dimasa huru-hara, dimasa perang;
b) Berwudjudkan “Wiku Sutji dan Pendhita Sakti”. Pemimpin Ummat manusia dalam menunaikan tugas sutjinja, mempersembahkan dharma bhaktinja kepada Dzat Rabbul-’Izzati. Sehingga dengan karenanja, ia mendjadi tjontoh dan tauladan, memberi tuntunan dan pimpinan kepada masjarakat sekelilingnja, jang bertuhankan kepada Allah dan ber-Nabi-kan kepada Muhammad, Rasulullah Clm.
d. Pelaksana dan pendlahir Ke’adilan Allah didunia, berdasarkan kepada tuntun-an Ilahy jang sutji murni dan adjaran Nabi-nja, jang dengan karenanja berlaku:
a) Keras terhadap tiap2 pemungkir, penolak dan pelanggar hukum2 sutji, hukum Ilahy;
b) Lunak dan kasih sajang kepada barang siapa jang ta’luk-tunduk dan tha’at kepada Allah dan Rasulnja, beserta Ulil-Amri-Nja; sesuai dengan amanat sutji “.... asjidda-u ‘alal kuffar, ruhama-u bainahum....”, melindas barang sesuatu jang malang melintang!
3). Inilah beberapa sifat, jang mendjadi bawaannja (ruping) hamba Allah, jang biasanja diberi gelaran “Heru Tjokro”: Pembasmi setiap musuh Allah, musuh petjinta dan pembela Agama Allah, musuh segenap Mudjahidin, musuh Negara Kurnia Allah, dan musuhnja Negara Islam Indonesia.
4). Di dalam riwajat purba kalimat “Tjokro” itu dikenal pula sebagai nama sebuah “sendjata sakti”, sendjata “penghantjur bukit, penjapu, pembelah angkasa, dan pengering lautan (air)”, jang hanja dipergunakan dimasa sukar-sulit, disa’at pe-rang besar, Perang Brata Juda Djaja Binangun. Di dalam karangan ini, kalimat “Tjokro” dalam ma’na “Sendjata Sakti”, bolehlah diartikan:
a. Penjapu masjarakat djahiliah, pembela gelap gulita, jang lagi meliputi dan menjelubungi seluruh Indonesia, karena perbuatan2 anak dadjdjal la’natullah, beralih mendjadi terang benderang, terang tjuatja, lepas daripada gangguan kabut tabir, sehingga tampak dengan djelas: apa dan betapa keadaan sesung-guhnja;
b. Pembasmi barang siapa jang chianat dan murtad, kufur dan munafiq, tjurang dan serong, pendjual Agama dan Negara, tegasnja: segala anak-tjutju iblis la’natullah, jang kini masih leluasa erkeliaran ditengah2 masjarakat dan ra’jat Indonesia dan achir kemudiannja: Sji’ar-ul-Islam akan menampakkan tjahaja jang tjemerlang —tanda turunnja Nur Ilahiyah dan Nur Muhammadiyah— dipermukaan bumi Allah Indonesia.
c. Pembeda dan pemisah —sesuai dengan kalimat Al Furqan didalam Al-Qur’an, sebagai salah satu namanja Kitab Sutji itu—, jang dengan karenanja, membedakan dan memisahkan haq daripada bathil, benar daripada salah, iman daripada kufur, tha’at daripada ma’sjat, djudjur, setia dan ‘adil daripada serong, tjurang dan munafiq, Islam daripada murtad.
5). Sekali “Heru Tjokro” melepaskan anak panahnja (Panah Tjokro) Insja Allah, sekali itu pula agaknja akan mentjukupi keperluan hadjatnja, sebagai langkah dan tindakan langkah jang pertama :
a. Membuka kedok “buta terong” jang berpakaian “ksatrija” dan menelanjangi “penipu” dan “pengchianat”, jang selalu menakan dirinja “pemimpin” dan “pembela” ra’jat ;
b. Melepaskan ra’jat daripada tjengkraman “sjaitan merah”, jang menamakan dirinja “pembebas manusia”, dan
c. Memimpin dan menuntun ra’jat. Ke arah maqam jang dilimpahi rahmat dan ridla Ilahy, kearah Mardlotillah sedjati.
6). Dengan keterangan ringkas jang tsb. di atas, tjukuplah kiranja untuk menjatakan himmah dan minat kami : mempergunakan nama “Heru Tjokro” sebagai nama daripada Manifesto Poitik Negara Islam Indonesia Nomor: V/7.ini. Semoga Allah berkenan membenarkan, memberkahi dan meng-idjabah barang apa jang dipandjatkan kehadirannja, sebagai harap dan du’a, sebagai letupan djiwa dari-pada pengarang beserta seluruh pedjuang sutji jang lainnja, jang lagi tengah melaksanakan dharma bhaktinja kepada Dzat Maha Tunggal. Jang Maha Kuat: Dzat Waahid-ul-Qahhar! Amin.
3. Selain daripada itu, pernjataan “Sabda” (medar sabdo Dj.) itu dilakukan tepat pada hari tanggal 7 Agustus 1952, hari peringatan Ulang Tahun Ketiga daripada Prokla-masi berdirinja Negara Islam Indonesia, ialah hari besar jang bersejarah, dimana tiap2 Ummat Islam terutama Mudjahid, patut, harus dan wadjib: Membesarkan Allah! Allahu Akbar!
1). Membesarkan Allah dengan tekad jang sutji dan kejakinan penuh, tasdiq bil-qalbi, dalam arti kata: Menanam dan mejakinkan akan benarnja ideologi Islam dalam dada dan djiwa setiap Mudjahid, sehingga mendjadi “Allah minded”, Islam-minded, dan Negara Islam Indonesia-minded” 100%.
2). Membesarkan Allah, dengan pernjataan (Bai’at kepada Allah) iqrar bil-lisan, jang menundjukkan akan keinginan dan kesanggupan setiap Mudjahid, menunaikan tugas sutji, dengan segenap djiwa raganja: li ilai Kalimatillah, meluhurkan Agama Allah lebih daripada sesuatu diluarnja.
3). Membesarkan Allah dengan bukti njata, qabul bil-’amal, dengan ‘amal dan usaha dlahir bathin chas dan ‘am, sjachsiyah dan idjtima’iyah bagi mendlahirkan Kebesaran dan Ke’adilan Allah didunia, dan bagi Membina-mendukung Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.
4). Wal-hasil, pada hari besar ini terdj’adilah suatu peristiwa jang besar, sabda jang besar, pernjataan seorang jang besar, Heru Tjokro Ridjalullah, suatu tjurahan rahmat jang besar, jang timbul hanja karena Kebesaran Allah semata. Dengan tolong dan Kurnia-nja djua. Semoga Allah berkenan memandaikan dan mentjakapkan kita sekalian jang membesarkan Dia, dan semoga Ia berkenan pula membesarkan kita sekalian, para Mudjahidin dan seluruh Ummat Islam Bangsa Indonesia, sehingga kita didjadikannja mendjadi Ummat dan Bangsa jang besar, karena membesarkan Dia dan karena dibesarkan-Nja jang dengan karenanja patut dan mustahiq menerima kurnianja jang maha besar: Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.
4. Sabda Heru Tjokro di atas kami susun sebagai karangan, dengan bentuk brosur (brochure) ketjil, jang memuat tindjauan atas tanah-tumpah-darah kita, “Indonesia” Kini dan Kelak. Dalam pada itu, terlebih dalu kita akan menengok perdjalanan riwajat perdjuangan ummat manusia, Bangsa Indonesia, sedjak setengah abad jang lampau. Riwajat nan usang ini, perlu diselidiki. Didjeladjah dan ditindjau dengan seksama, sebab apa jang kita hadapi dewasa ini, tiada lain, hanjalah sebuah natidjah (resultante) daripada perdjalanan Ummat dimasa jang telah silam itu.
Riwajat selalu mengulangi dirinja, dengan lambat ataupun tjepat, menudju kepada tingkatan jang lebih tinggi, tjerdas dan sempurna. Dari masa kemasa jang berikutnja, riwajat ummat manusia selalu mengalami dan menderita pelbagai keadaan (tustand) dan kedjadian (proces), menghadapi masa pasang dan surut, masa naik dan turun, sesuai dengan sunnati-Llah (hukum Allah) dan sunnatuth-thabi’ah (hukum2 alam — natuuretten), jang berlaku atas semesta ‘alam mungkin ini.
Semuanja itu berlaku, dengan karena kehendak dan kekuasaan serta Rentjana Allah semata, Dzat Wahid-Ul-Qahhar, jang berbuat segala sesuatu menurut kehendaknja.
Kemudian, daripada apa jang kini kita hadapi sebagai dunia, masjarakat, ummat, negara dan lain2 bentuk daripada idh-har-nja Kekuasaan dan Kehendak Allah itu, maka bagi tiap2 ahli pikir, tiap2 sardjana, tiap2 ahli-filsafah dibuatnja dan didjadi-kannja bahan2 untuk meraba-raba dan membuat gambaran atas “apa jang boleh dan mungkin terdjadi daripadanja”, ialah gambaran jang berupakan “harapan” ummat manusia, dikala jang akan tiba. Dengan karena Allah, merupakan Hidajatut-taufiq dan Hidajatullah, jang boleh dilimpahkan atas tiap2 hambanja jang bidjak-budiman, maka ditjobanjalah menembus tabir jang gelap dan tirai besi jang kuat, jang membuka pintu gerbang baginja: meneropong kedjadian dan keadaan dimasa jang mendatang, seakan-akan merupakan ramalan akan riwajat kedepan. Alangkah untung besar dan bahagianja tiap-tiap ummat manusia, jang dikurniai milik, mempunjai pemimpin dan penuntun, sardjana dan pudjangga, ulama dan tjerdik pandai, jang dipandaikan dan ditjakapkan oleh-Nja memimpin dan menuntun, membimbing dan mengasuhnja, kesuatu arah Mardlotillah!
Semoga harapan dan du’a daripada pengarang ini, jang tumbuh daripada ichlas dan sutji hati semata, bagi keperluan bangsa dan ummat manusia, terutama bagi Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia chususnja, dibenarkan, dikabul dan dilaksanakan-Nja, untuk mentjukupi berlakunja suatu chilqah sutji (heilirooping) mentjurahkan rahmat bagi seluruh ummat manusia di dunia dan semesta alam. Amin.
--------------
BAB II: NASIONALISME
1. Di bawah ini akan diberikutkan “chulasoch Sedjarah daripada Bangkit dan Berkem-bangnja Aliran Semangat dan Saluran Pikiran”, selama setengah abad, di Indonesia. Semuanja dibuat dengan amat ringkas, tindjauan selajang pandang, tetapi tjukup djelas dan tegas, sehingga setiap pembatja boleh mendapat gambaran jang sempurna, atas segala sesuatu jang terdjadi dan mendjadi di nusantara Indonesia. Terlebih da-hulu, kami mulaikan dengan Nasionalisme.
2. Tahun 1905, tahun kemenangan Djepang atas Russia, tahun kemenangan Timur atas Barat, tahun pembuka halaman baru dalam sedjarah dunia, bagi benua Asia terutama, terdengar dan berkumandanglah di seluruh Asia, sebagai tjanang pertama, jang membangunkan dan membangkitkan ummat bangsa manusia —, dari tidurnja jang njenjak, berabad-abad lamanja. Kepertjajaan dan kejakinan “nan usang” dan lapuk (inferieur), jang salah dan keliru, sifat-thabiat jang hina dan rendah (minder-waardigheidsoomplexen), beralih dengan segera sifat dan bentuknja, tjorak dan ragamnja, mendjadi kepertjajaan dan kejakinan, sifat thabiat jang sebaliknja, merang-kak-rangkak dan berangsur-angsur, sesuai dengan suasana dan ‘alam gelap gulita, jang masih amat tebal meliputi dan menjelubungi benua Asia pada waktu itu.
3. Djika pada waktu itu, di Tiongkok Dr. Sun Yat Sen mulai menundjukkan minatnja jang besar, untuk melepaskan bangsa Tionghoa daripada kungkungan dan tjengkra-man Imperialisme dan Kapitalisme Barat, jang dengan kuat dan megahnja menantjap-kan kekuatan dan kekuasaannja atas hampir tiap2 pendjuru Asia, maka di Indonesia para kaum terpeladjar dan golongan pertengahan menampakkan kesadarannja atas nasib bangsa dan tanah airnja dalam tingkatan pertama, dengan pendirian suatu perhimpunan kebangsaan, bernamakan: “Tri Koro Dharmo” (Tiga Tudjuan jang Utama, 1908). Dari tahun ketahun, benih pertama itu hidup dengan suburnja, di tengah2 masjarakat pertengahan pada waktu itu. Setelah menderita tjoba dan goda sederhana, maka perhimpunan tersebut beralih bulu, tjorak dan ragamnja, mendj’adilah “Budi Utomo”.
4. 22 tahun kemudian daripada tumbuhnja benih pertama itu, maka timbullah aliran kebangsaan muda, jang djauh lebih revolusioner, lebih kreatif, lebih realistis dan progresif, dengan lahirnja Partay Nasional Indonesia (PNI), di bawah pimpinan pemimpin-pemimpin muda jang berapi-api semangatnja. Di antara pemimpin2 kebangsaan muda ini, a.l.l. baiklah kiranja disebut nama2: Ir. Soekarno. Drs. Mohd Hatta dan Sjahrir, jang memegang peranan penting di dalamnja. Pada achir 1927 itu djuga, maka didirikanlah satu lembaga politik, antara perhimpunan2 politik jang ada pada masa itu –di antaranja PSII (Party Sarikat Islam Indonesia) di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto dan H.A. Salim; Studieclub Surabaja, di bawah pimpinan Dr. Sutomo; Studieclub Bandung; Kaum Batawi, di bawah pimpinan Moh. Husni Thamrin dll.– dengan nama: Permufakatan Perhimpunan2 Politik Kebangsaan Indonesia atau PPPKI. Dengan pesat dan tjepat, laksana garuda terbang di angkasa, PNI bergerak melalui perhimpunan2 politik jang lainnja, jang lebih tua daripadanja, dan mendjual “pelopor” (voorlopor) dan pendorong seluruh masjarakat Nasional Indonesia. Dengan tjerdiknja pemerintah djadjahan Belanda pada waktu itu “mem-biarkan” letupan djiwa jang menjala-njala itu, sehingga achirnja terbakarlah. Dengan ini dengan peristiwa ditangkap, ditahan, dihukum dan dibuangnja pemimpin2 nasional muda itu (Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta beserta kawan2nja), selesailah sudah riwajat pertama daripada aliran Kebangsaan muda itu, jang –untuk memudahkan ingatan kita– bolehlah diberi nama P.N.I. I.
5. Sebelum kita langsungkan langkah dan melandjutkan djedjak, untuk menindjau dari dalam dan kedalam, apakah gerangan isi dan inti daripada gerakan kebangsaan muda itu, sehingga ia dapat memperoleh record jang menta’djubkan itu.
Dalam rapat2 ‘umum sering didengung2kan satu theori jang menarik perhatian dan masuk meresap dalam darah daging ra’jat, sesuai dengan keadaan dan semangat, tjita-tjita dan harapan ra’jat hina-papa (proletar) pada dewasa itu, ialah; theori Marhainisme, atau dengan kata2 lain, Ploletarisme –Kera’jatan (djelata)
Di lain kali terdengar pula dengan terang dan tegas: theori Sosio-Demokrasi (Kera’-jatan menudju Ke’adilan Sosial), jang hampir-hampir mirip kepada Nazi-Djerman atau Socio-Nasionalisme tjiptaan Adolf Hitler, atau Pascisme Itali ala B. Mussolini. Kiranja tidak djauh daripada kebenaran, djiwa kita gambarkan Marhaenisme itu sebagai “Chauvinisme” (nasionalisme sempit) jang di dalam “realisasi dan krista-lisasinja” (perwudjudan) tidak hanja bertjorak “anti-kapitalisme” dan anti-imperialisme, tegasnja: “anti pendjadjahan”, melainkan menundjukkan djuga sifat “anti-asing” (orang dan barang). Dengan karenanja, maka timbullah aksi “ahimsa” (perlawanan tidak bersendjata, leidelijk verzet) dan usaha “swadesa” (mentjukupkan keperluan sendiri), kedua-duanja kiriman dari India, import dari M. Gandhi.
Walaupun nasionalisme sempit (Chauvinisme) menimbulkan bentji dan marah terhadap kepada sesuatu jang “asing”, tetapi djalan keluar tampak pula dengan terang, bersifat Inter-Asiatis, jang pada lazimnja dinamakan Pan-Asiatisme. Simbol dan sembojan jang sering diperdengarkan dalam hal ini, ialah: Lembu Nandi India, Banteng Indonesia …. Dan Matahari Terbit Djepang (dimasa pendudukan Djepang) dikatakan: di bawah sinar Matahari Dai Nippon). Dalam djurusan ini, maka Pan-Asiatisme bolehlah kiranja dibandingkan dengan dibenua Eropa-Barat.
6. Perlu pula diiperhatikan dan diperingati akan timbulnja satu model ideologi baru, ideologi tjampuran antara nasionalisme Indonesia (waktu itu: Djawa) dan Sosial demokrasi Barat, merupakan sosial-demokrasi-Indonesia (Indische Social Demo-cratie), dengan bentuk “Indische Partj”, satu perhimpunan assosiasi antara Timur dan Barat, di bawah pimpinan “Tiga Sedjoli”: Dr. Tjipto Mangunkusumo, Duwes Dekker (achirnja Setiabudi) dan Suwandi Surjaningrat (kemudian: Ki Hadjar Dewantara). Aksinja jang terutama, ialah “Indieweerbaar”.
7. Beberapa tahun kemudian daripada itu, setelah suasana politik di Indonesia agak reda, maka sisa-sisa semangat dan aliran kebangsaan muda –jang telah ditanam didalam masjarakat, dan se-olah2 mati atau pingsan (latent)– bangunlah dan bangkit kembali, jang achir kemudian lahir dalam bentuk dan sifat jang agak lunak (moderate), dengan nama:
A. Party Nasional Indonesia djuga (disingkat: P.N.I.) atau dengan istilah jang dipergunakan didalam karangan ini: PNI II, karena PNI ini boleh dianggap adik –djika diingati dan dihitung daripada “waktu kelahirannja”– daripada PNI I tsb. di atas PNI II ini di bawah “pimpinan tidak langsung” dari Ir. Soekarno, jang pada masa itu masih dalam pembuangan.
B. Pendidikan Nasional Indonesia (disingkat PNI djuga, atau dengan istilah jang dipergunakan dalam karangan ini: PNI III), di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta, Sjahrir dll. lagi. PNI II dan III ini tidak dapat mentjapai tingkatan jang setinggi-tingginja (culminatiepunt) daripada maksud dan tudjuan kebangsaan muda jang diharapkan dan ditjita-tjitakan semula, karena tangan besi pemerintah djadjahan Belanda pada masa itu menekannja dengan amat keras dan kedjamnja. Intaian, tangkapan, pembuaian dan pembuangan (Boven Digul dan lain-lain tempat di Indonesia) adalah gambaran pagar dan palang pintu besi, randjau dan bentjana, jang terbentang dengan dahsjatnja didepan tiap2 gerak dan langkah pemimpin, jang berhaluan muda dan revolusioner. Mau tidak mau, mereka harus memper-hatikannja. Disa’at mereka agak lengah dan lalai, kurang tertib dan hati2, di dalam pertjakapan dan perkembangan letupan djiwanja, maka pada sa’at itu pula mereka itu dianggap melanggar randjau, melanggar “keamanan dan keter-tiban ‘umum” (istilah pada waktu itu), didjebloskan di dalam terungku, jang memang sudah dipersiapkan oleh pemerintah djadjahan dan alat2 serta pesawat2nja.
8. Pada masa Djepang masuk dan duduk di Indonesia (1945) dan pemerintah djadjahan pindah ke Australia, maka salah satu usaha jang terutama dan pertama-tama sekali didjalankan oleh pemerintah dan tentara pendudukan Djepang, ialah: membasmi dan membunuh semua party2 dan perhimpunan2 politik, dengan tjorak dan warna jang manapun djuga, hingga sampai habis-ledis. Ta’ diketjualikan PNI II dan III, jang senasib dengan kawan2 seperdjuangan lainnja “dikubur hidup2”, di “taman bahagia”, jang bernamakan Hookookai, satu tempat model “sangkar emas”, jang memang sudah direntjanakan dan dipersiapkan terlebih dulu oleh anak tjutju Dewi Amaterasu.
Bagi kaum Muslimin “taman bahagia” itu merupakan “Masjumi” (periksalah di bawah). Kembali kepada “taman bahagia” atau “sangkar mas” itu, maka semuanja itu merupakan “medan bahkti tjiptaan Djepang dan agen2nja. Tiap2 bangkai hidup itu mempunjai keleluasaan bergerak, sepandjang, seluas dan sebesar kawat berduri jang melingkari “sangkar mas” itu. Njanjian lagu2 Djepang terdengar dengan meriah dan memikat hati, mengajun djiwa manusia ke satu arah salah dan palsu, ialah: persembahan kepada manusia jang Sintoisme dan hakko itjiu (impian “kema’muran Asia Timur Raja”).
Bolehlah pula masuk tjatatan dalam sedjarah kebangsaan Indonesia, bahwa Soekarno-Hatta cs. Termasuk dalam golongan “pemimpin-pemimpin terbesar dan tertinggi” (topleiders) –ingatlah: istilah “empat serangkai”, ja’ni Soekarno–Hatta–Ki Hadjar Dewantoro–K.H. Mas Mansur–, jang diperalat oleh kekuasaan Djepang, untuk mem-per-djepang-kan Indonesia dan Ra’jat Indonesia. Di samping itu di dalam lingkungan Islam, tidak kurang2 harga dan pentingnja usaha dan daja K.H.A. Wahid Hasjim beserta kawan2nja, untuk membunuh-mati menapis-ledis semangat Islam dan Usaha Sutji Ummat Islam, sehingga Ummat Islam menghadapi bahaja dan bentjana jang maha besar: sjirik, kufur dan murtad.
Pada masa itu, Soekarno-Hatta cs. Mentjapai puncak “kemasjhurannja” sebagai agen imperialisme Djepang, terutama sekali setelah Soekarno dapat mentjiptakan satu “ideologi” baru bernama “pantjasila”. Ja’ni: satu tjiptaan, satu tjampuran masakan, jang terdiri daripada Shintoisme, hakko itjiu, Islam sjirik dan nasional-djahil. Keterangan landjutan atasnja, perik-salah di bawah! Didalam perlombaan dalam lapangan “memper-djepang-kan” Indonesia, maka tidak sedikit djasanja K.H.A. Wahid Hasjim beserta kawan2nja, jang hendak tjoba2 menjembuhkan “Mekkah” dengan “Tokio”, kepertjajaan Wahdani jah Allah dan Watsanijah (sjirik).
Sampai dimana benar atau tidaknja tuduhan “kollaborator” atas pemimpin2 agen Djepang: Soekarno cs. Wang Tjing Wei Cs., Chandra Bose cs., tidaklah mendjadi perbintjangan di dalam karangan ini.
9. Dalam djurusan lain, di dalam kalangan pemimpin-pemimpin Indonesia, jang masih tetap terkandung dalam “sangkar mas” itu, timbullah usaha2 menentang, menolak dan menghela, jang akan mentjoba dan berusaha melepaskan tjengkraman fascis Djepang, jang amat ganas, kedjam dan serem itu, jang menjebabkan berdirinja bulu roma tiap-tiap orang jang mengalami atau menjaksikannja. Adapun usaha ini, jang nanti akan ternjata menimbulkan buah dan natidjah jang amat besar dan dahsjat dalam zaman revolusi nasional, adalah “gerakan di bawah tanah” gerakan gelap gerakan subversif. Salah satu letupan daripadanja, jang mati dalam kandungan, ialah: peristiwa Singaparna, Tjilegon dan Kediri. Sungguhpun peristiwa2 itu (pembe-rontakan) merupakan usaha jang gagal, tetapi besarlah harga dan nilainja didalam perdjuangan sedjarah Indonesia, sebagai titik2 dab garis2 jang pertama jang menggambarkan minat dan hasratnja Bangsa Indonesia –terutama Ummat Islam, melepaskan belenggu dan rantai pendjadjahan dan pendudukan fascis Djepang.
------------
BAB III: ISLAMISME
1. Pada achir tahun 1911 dan awal 1912, barulah Ummat Islam mulai bangun dan ber-bangkit dari tidurnja. Dengan pimpinan Hadji Samanhudi Solo, dan kemudian dibantu, dilanjutkan dan dipimpin oleh Umar Sa’id Tjokroaminoto, maka didiri-kanlah Sarekat Dagang Islam (SDI) jang achirnja bernamakan kedjurusan sosial dan ekonomi, dengan dasar keagamaan (Islam), perhimpunan ini bersifat massal, meliputi seluruh Ummat Islam, sehingga gentaran langkah dan geraknja amat besar pengaruhnja, dan berkumandang djauh2, melintasi lautan seluruh nusantara, dari Atjeh hingga Merauke. Di dalam dan terutama setelah Perang Dunia Pertama (1914-1918), dan kemudian daripada ditandatanganinja perdjandjian Damai Versailles (1919), maka pemerintah djadjahan Hindia Belanda mempergunakan taktik litjin: Menina-bobokan bangsa Indonesia, dengan “pemberian hak2 politik” (walaupun amat sederhana dan ketjil sekali), sehingga dibentuknjalah Volksraad dan badan2 kenegaraan jang lainnja.
Taktik ini didahului dengan hidangan “makanan jang lezat, manis dan gurih” –sesuai dengan lidah Indonesia—, berupa duurte tooslag, kenaikan pangkat, pemberian berbagai2 bintang, tanda-tanda djasa dll. Sementara itu, njanjian merdu “November-Belofte” dilagukan dengan meriahnja, di bawah pimpinan seorang kopelmeester, jang tjerdik, pandai, ulung dan bidjaksana, sesuai dengan tugasnja (Gubernur Djendral): Idenburgh.
Njanjian jang serupa itu perlu didengungkan dan ditiupkan didalam tiap2 telinga bangsa Indonesia. Sebab djika terdjadi kerusuhan atau pemberontakan ra’jat, maka Pemerintah Belanda pada waktu itu belum mempunjai kekuatan jang mentjukupi, untuk mengatasinja, bagi mempertahankan kedudukan dan kekuasaan pemerintah djadjahan Belanda, di Indonesia, sedang kekuatan dari negeri Belanda sendiri, tidak mungkin, begitu sadja dialirkan ke Indonesia, sebagai bantuan karena Belanda harus mempertahankan kebebasan (neutraliteit) negaranja.
Beberapa tahun kemudian daripada itu, pemerintah djadjahan Belanda menun-djukkan tangan besi dan melakukan tindakan2 keras, dalam segala lapangan (zaman Gup. Djend. De Fook).
2. Sementara itu Sarekat Islam beralih sifat dan usahanja, mendj’adilah sebuah perhim-punan politik, berdasarkan keputusan Kongresnja di Madiun (1922). Party Sarikat Islam Hindia-Timur, dan 8 tahun kemudian berubah mendjadi Party Sarikat Islam Indonesia (1929), Kongres Djakarta, dengan sendi dasar jang lebih kuat dan teguh, serta program politik, ekonomis dll. jang lebih luas.
Dalam pada itu Sarekat Islam menderita kerusakan dan perpetjahan di dalamnja, dengan karena infiltrasi komunis (periksalah di bawah, sehingga terbelah mendjadi Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah, jang achirnja merupakan 2 party politik jang senantiasa bertentangan satu dengan lainnja, ja’ni: Party Sarekat Islam Indonesia (P.S.I.I.) dan Party Komunis Indonesia (P.K.I.).
Dengan karena tekanan pihak pemerintah djadjahan Belanda waktu itu atas kaum pergerakan ‘umumnja, maka sikap ke (co-operation) mendjadi non (non co-operation). Mereka keluarlah dari badan2 perwakilan, jang dibentuk oleh pemerintah djadjahan pada waktu itu.
3. Semasa keadaan politik di Indonesia agak panas dan perhubungan antara kaum pergerakan —terutama P.S.I.I.— mendjadi tegang, maka terdengarlah dengan sajup-sajup tapi tjukup djelas dan terang: coup d’etat kaum Wahhabi, dengan pimpinan Abdul ‘Aziz ibnu Sa’ud, jang telah berhasil merebut kekuasaan negara, dari tangan Sjarif Husein, tangan2 dan boneka Inggris, di Djaziratul ‘Arab (1925).
Kemenangan kaum Wahhabi, dan pindahnja kekuasaan negeri Arab dari Sj Husain kepada A.A. Ibnu Sa’ud, tidak sedikit pengaruh, harga dan nilainja bagi perhimpunan dan pergerakan Islam di Indonesia. Dengan segera Ummat Islam di Indonesia mempersatukan diri, di dalam suatu (perwufakatan federasi), merupakan satu Blok Islam, jang lalu mengirimkan utusannja kenegeri ‘Arab, ja’ni: ‘Umar Said Tjokro-aminoto dan K.H. Mas Masur (masing2 dari PSII, dan Muhammadiyah = MD).
Kesempatan itu dipergunakan untuk menjelenggarakan sebuah Kongres Seluruh Alam Islam, jang Ummat Islam Indonesiapun mendjadi salah satu angautanja, dengan nama: Mu’tamar-ul ‘Alam-il-Islamy farul-Hindisj-Sjarqiyah (M.A.I.H.S.), Kongres Seluruh Alam Islam tjabang Hindia Timur. Ichtisar Ummat Islam Indonesia kedjurusan Pan Islamisme ini gagal, disebabkan karena halangan dan rintangan, saingan dan tantangan pihak imperialis (terutama Inggris), karena Ummat Islam sendiri belum tjukup besar kesadaran dan himmahnja, untuk melaksanakan dan mewudjudkan buktinja Pan Islamisme itu, meskipun berpuluh-puluh tahun sebelum-nja telah diandjurkan dimulaikan oleh pemimpin-pemimpin Islam Internasional jang amat masjhur seperti: Djamaluddin Al-Afghany, Muhammad Abduh dan Amir Al Husainy. Setelah mati dan buntunja usaha Islam Internasional jang pertama itu, maka diutusnjalah untuk kedua kalinja K.H. Agus Salim, ke negeri Arab. Maka dibentuknjalah sebuah perhimpunan Islam Internasional —pengganti H.A.I. jang kandas dan terdampar di lautan karang—, bernamakan: Ansarul-Haremain (Pembela kedua Tanah Sutji: Mekkah dan Madinah). Selain daripada djalan-keluar melalui Pan Islamisme, maka Ummat Islam Indonesia (batja: PSII) mentjari pula djalan keluar kedjurusan Internasional “kiri dan merah-muda” (socialistis, social demokratis dan agak komunistis). Maka didapatnjalah hubungan administratif antara PSII dengan Liga anti-Imperialisme, anti-kapitalisme, dan anti-djadjahan, lembaga mana berpusat di Eropa Barat.
Usaha ini segera menemui djalan buntu, dan putus sama sekali. Di antara sebab2nja, perlulah ditjatat: Tekanan dan tindakan keras daripada pihak Parket pemerintah djadjahan Belanda waktu itu. Berkenaan dengan itu, maka keadaan pergerakan politik, sosial, ekonomis, keagamaan dll. Di Indonesia pada waktu itu, tidak seberapa mentjapai kemadjuanm lesu dan kurang semangat, seakan2 hampir dian (statis).
4. Pada zaman awal kedudukan Djepang, maka semuanja perhimpunan2 politik Islam dibunuhnjalah. Masjumi (Madjelis sjuro Muslimin Indonesia), dan kemudian MIAI (Madjelis Islam ‘ala Indonesia), kedua-duanja buatan Djepang —dengan perantaraan agen-agennja kijai-kijai ala Tokio—, merupakan lembaga dan medan pertempuran. Oleh pihak Islam muda, pihak revolusioner dan progresif, lembaga ini dipakai untuk menjusun dan mengatur “gerakan bawah tanah”, seperti djuga jang dilakukan oleh kawan2 seperdjuangan lainnja, di Hoo-kookai dan lain2 badan “kebaktian”, buatan “saudara tua” itu.
Benih2 subversif, dimasa “sangkar mas” Djepang —jang sesungguhnja merupakan kamp konsentrasi, kamp tawanan jang halus—, dimasa nanti, menghadapi revolusi nasional, mendjadi pendorong dan daja-kekuatan jang hebat.
------------
BAB IV: KOMUNISME
1. Revolusi Komunisme di Russia, jang terdjadi pada achir Perang Dunia Pertama (1917), adalah salah satu patok jang maha penting didalam sedjarah dunia, terutama jang mengenai Perkembangan Komunisme Internasional. Segera kemudian daripada selesainja, Perang Dunia Pertama itu (1919) maka agen2 komunis internasional, dengan pimpinan langsung dari Russia –Internasional III– menjebar dan menjelundup kedalam hampir tiap2 negara, diseluruh dunia. Djuga di Indonesia. Dalam pemasukan dan perkembangan Komunisme di Indonesia, all. Perlu ditjatat nama beberapa orang Belanda, seperti: Baars dan Sneevlist. Di antara murid2nja jang amat setia, bolehlah disebut: Sama’un, Darsono, Marco (Kartodikromo), Alimin, Muso, Ali-archam, Tan Malaka, dll. lagi.
Dengan tjara menginjeksi ratjun Komunisme kedalam tubuh dan djiwanja pemimpin2 Sarekat Islam pada waktu itu, maka dengan segera perhimpunan tsb. belah mendjadi dua aliran, jang bertentangan satu dengan lainnja, sebagai musuh jang ta’ kenal damai.
Keputusan tentang adanja Party-discipline dalam Kongres SI tahun 1921, memisahkan dua aliran dan ‘anasir itu, sehingga masing-masing berdiri, dengan bentuk party S.I. Putih mendjadi P.S.I. H.T. (achirnja: P.S.I.I.) dan S.I. Merah menjalurkan aliran merahnja didalam Party Komunis Indonesia (P.K.I.).
Sikap pemerintah djadjahan pada waktu itu “melihat dan menanti”, sedang dalam prakteknja merupakan politik “adu domba” – devide et impera– antara PSII dan PKI, dengan selalu diselang-selingi oleh tindakan2 jang “tidak langsung” (inderekt): memukul kedua belah pihak, dengan membangunkan gerombolan2 Sarekat Hidjo, Daf’us-Sial, Al-Hasanatul-Chairiyah, dll. (dalam zaman achir, djuga tampak gerom-bolan tjap Djangkar), ialah alat2 pengatjau, jang dibiajai dan dipimpin langsung atau tidak langsung oleh pemerintah djadjahan. Semangat komunis muda jang berkobar-kobar waktu itu –dengan pusat (C.C.), di Semarang, dengan kiblat Moskow, dan dengan petundjuk2 langsung daripada agen2 Lenin—, ingin segera dan tjepat2 mentjapaikan maksud dan tudjuannja, merampas kekuasaan dari tangan pemerintah djadjahan Hindia-Belanda.
Peristiwa itu terdjadi pada achir tahun 1926, dan terkenal dengan nama: Pemberon-takan Komunis. Dalam tarich tertjatat, sebagai Coup d’atat Komunisme jang pertama. Dengan peristiwa itu, jang sesungguhnja karena perbuatan provokasinja, jang sudah agak lama sebelumnja sengadja diselundupkan kedalam tubuhnja Komunisme Indonesia, maka pihak pemerintah djadjahan mempunjai “alasan jang tjukup kuat dan sah” untuk membasmi dan membinasakan “Komunisme”. Beribu-ribu manusia, laki2 dan perempuan, tua dan muda mendjadi kurban perdjuangan, kurban Komunisme, dibuang-diasingkan ke Boven-Digul.
Di antara pemimpin2 jang ikut dalam pembuangan itu, ialah: Marco, jang beberapa tahun kemudian meninggal di tanah pengasingan itu. Didalam peristiwa tahun 1926 tsb. di atas, baiklah ditjatat nama seorang agen provokator bikinan Belanda, peng-chianat Komunisme di Indonesia, ialah: Sanusi, seorang alat pendjadjah Belanda, pemimpin Komunis gadungan.
Adapun pemimpin2 lainnja, mereka tjepat2 meninggalkan Indonesia, pergi keluar negeri, menudju kedjurusan Moskow. Diantara mereka jang mendapat “angin baik” bisa sampai di ibu kota Komunis itu, sedang sebagian besar lainnja terdampar di tengah djalan (Singapura, Bangkok, Rangoon, Shanghai). Di antara mereka ini, bolehlah ditjatat nama-nama: Tan Malaka, Alimin, Muso, Sama’un, Darsono, dan Subakat.
Sampai dimana mereka itu setia kepada organisasinja (di Russia), njatalah dengan terang benderang dikala mula pertama berkobar revolusi nasional di Indonesia (1945), terutama setelah revolusi tersebut agak reda. Mereka pulang kembali ke pangkalan semula, ketjuali beberapa orang. Tentu dengan tugas2 daripada induk-organisasinja.
2. Sedjak waktu itu, hingga berachirnja pemerintah djadjahan Belanda (awal 1942), maka tidaklah tampak tanda2, bahwa komunis di Indonesia akan hidup, bangun dan bangkit kembali, seakan2 pingsan kena pukau dan pukulan jang sangat hebat.
------------
BAB V : NASIONALISME, ISLAMISME, DAN KOMUNISME
Pertentangan antara 3 ‘Anasir Masjarakat
Pada masa Pendudukan Djepang, Revolusi Nasional, hingga kini
1. Selama masa pendudukan Djepang (awal 1942 hingga pertengahan 1945), maka ditutupnja rapat2 segala djalan dan kesempatan mengembangkan ideologi dan aliran manapun djuga; tiada sebuah pun jang boleh tampak di muka bumi dan di atas air, melainkan hanja “Djepangisme” sadjalah. Semuanjaa disapu bersih ditjukur gundul. Tekanan jang amat berat, perkosaan hak jang melampaui batas, ditambah dengan kekedjaman dan keganasan jang tiada tara dan hingganja, memaksalah semua pe-djuang-pedjuang melakukan “sijasat”; hidup dan berkembang di bawah tanah, di alam gelap, di belakang tabir, mereka silam, menjelundup dan bergerak di bawah tanah, lepas daripada intaian dan pengawasan kenpetai (Polisi militer Djepang) dan Polisi rahasia Djepang.
Walaupun sering terdjadi penggeropjokan2 (razzia), penangkapan, perkosaan dan penganiajaan, dengan tuduhan2 melakukan “gerakan di bawah tanah”, tetapi aliran jang besar, jang disalurkan di dalam dada dan hati ra’jat, tidaklah banjak terganggu dan terhambat karenanja. Tanda2 kedjatuhan Djepang sudah tampak disegenap lapisan masjarakat. Mereka mengindjak-indjak dengan laku sewenang2 hak2 kemanusiaan, memperkosa ke’adilan dan kebenaran, melampaui segala batas hukum, menimbulkan hina, papa dan sengsara. Ra’jat hanja pandai meratap dan menangis, memandjatkan harap dan du’a kepada Allah, Tuhan ‘alam semesta, dalam keadaan ta’ berdaja: “kapan harikah mereka akan erlepas daripada malapetaka, melarat dan hina, nista dan sengsara, keganasan dan kedjahatan, sewenang2 dan kedlaliman tekanan dan antjaman, jang ditimbulkan oleh anak tjutju Dewi Amaterasu pada waktu itu....?”
Beberapa waktu sebelumnja, persiapan pihak “di bawah tanah” sudahlah dimulai. Di tengah-tengah suasana jang amat gelap gulita, dimana ra’jat sudah tidak berdaja memperbuat sesuatu apapun, disa’at itulah Allah berkenan melimpahkan “Rahma-niyat-dan Rahimijat-Nja” atas Ummat manusia, dengan djatuhnja bom atom di atas beberapa kota Djepang. Peristiwa itu terdjadi pada pertengahan bulan Agustus 1945.
2. Djatuhnja Djepang, mendjadi sebab menjalanja api revolusi jang pertama di Indonesia, revolusi nasional, revolusi menentang pendjadjahan; revolusi melawan kekuasaan asing; revolusi, jang dari detik kedetik mendjalar dan meliputi seluruh nusantara Indonesia, sambil membakar-bakar tiap2 lapisan masjarakat dan tingkatan manusia; revolusi, jang hebat-dahsjat menjala-njala ta’ kundjung padam; revolusi jang menghanguskan djiwa dan semangat ra’jat, hampir2 ta’ kenal batas jang manapun; ialah revolusi jang mendjadi sebab dan dorongan pertama akan “Prokla-masi Kemerdekaan Indonesiaa 17 Agustus 1945”.
Pada waktu itu semua aliran dan lapisaan ikut serta; api revolusi merata di seluruh nusantara; ada jang ambil bagian genap lengkap 100%, dan ada pula jang hanja sebagian, dengan kadar kekuatan dan lapangan jang terbuka. Tetapi perketjualian tidak ada, dan tidak mungkin ada. Mereka ikut menggelorakan revolusi, kalau bukan karena sadar dan insjaf, sedikitnja karena takut dituduh anti revolusioner atau contra-revolusioner, chawatir dibawa agen imperialisme (Belanda) atau agen provakator, dan memang sebagian daripada mereka berbuat demikian, hanjalah karena “ikut-ikutan” (ikut hanjut) dan “hilang-akal”.
3. Beberapa bulan kemudian daripada itu (September 1945), maka langganan lama, pihak Belanda pendjadjah, mulai mendjedjakan kakinja di pantai Indonesia, naik di daratan dan memasuki kota2 dengan pengantara dan pengawal daripada pihak sekutunja: Inggris, dengan tentara Ghurkanja. Diantara kota2 jang mula pertama dimasukinja, ialah Surabaja, Djakarta dan Bandung. Bolehah ditjatat pula didalam riwajat, bahwa masuknja tentara Inggris —di dalamnja ada tentara Belanda dan kaki tangannja—, dengan idzin pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu, dan dikawal oleh B.K.R. (Badan Keamanan Ra’jat) —jang achirnja mendjadi T.R.I. dan T.N.I. Apa gerangan sebabnja? Wallahu ‘alam! Tetapi “pembuka pintu pertama” itu sungguh2 terdjadi, dan pemimpin Republik Indonesia sendirilah membukakan pintu itu dengan tangannja sendirilah membukakan pintu itu dengan tangannja Demikianlah kenjataannja didalam riwajat, jang tidak dapat disangkal oleh tiap2 orang jang tahu perdjalanan riwajat dalam tingkatan revolusi nasional kita!
Satu bukti daripada kebodohan RI pada masa itu! Dengan datangnja “kembali” Belanda di tengah-tengah masjarakat dan ra’jat Indonesia —sementara itu kedudukan pemerintah RI tsb. di atas masih di Djakarta—, maka disebarkanlah kutu2, agen2 dan mata2nja, menjelundup dan melakukan peranannja di-tengah2 masjarakat dan ra’jat terutama di dalam kalangan pedjuang2 dan pemimpin2 revolusi pada waktu itu. Usaha Belanda “di bawah tanah” ini memang sudah sedjak lama dimulaikan oleh grup Van der Plas, jang selama itu tinggal di Australia, jang dianggap sebagai pangkalan, darimana ia melantjarkan tipu-dajanjaa, untuk mengembalikan peme-rintah djadjahan Belanda, di Indonesia. Infiltrasi pertama dilakukan kurang lebih setahun, sebelum, sebelum Djepang menjatakan kapitulasi.
4. Belum djuga revolusi nasional reda, api masih berkepul-kepul, maka tiap2 aliran jang dari tadinja —sedjak pendudukan Djepang— memang sudah mulai membuat rentjana, untuk melebarkan sajapnja dan mengembangkan ideologinja masing2, mulailah membuat dan men-traceer salurannja masing-masing. Tidaklah kiranja djauh daripada kebenaran dan kenjataan, djika dikatakan, bahwa di dalam hal ini pihak komunis, jang muda maupun jang tua, lagi sibuk dan asjik membuat saluran2 itu. Mereka melakukan tugasnja dengan tjakap tjerdiknja, atjapkali dengan tjurang dan serongnja, walaupun terpaksa merugikan kepada ra’jat, kepada perdjuangan, kepada revolusi maupun terpaksa merugikan kepada ra’jat, kepada kawan2nja seper-djuangan lainnja, jang beda aliran dan ideologinja, sikap dan haluannja. Organisasi diaturnja dengan tertib, orang2 dipersiapkan dan dipertempatkan ditempat-tempat jang penting, di dalam dan diluar organisasi negara, dengan tugas jang tentu, dan .... saluran menudju Moskow, dengan bentuk “Republik Ra’jat (Komunis) Indonesia” hendak tjepat2 dilaksanakannja. Mereka ingin mempergunakan waktu dan kesempatan untuk kepentingan ideologinja (Komunisme), dimasa kawan2 seperdjuangannja jang lainnja “lengah”. “Lengah” dalam arti kata: masih terus-menerus menggelorakan revolusi.
Walhasil, komunis ingin “membokong” dari belakang. Pihak nasional pada waktu itu diperalat, diperbolehkan dengan mentah-mentah dan terang2an, oleh pihak komunis, walau kadang2 pemimpin2 nasional tua menduduki tempat2 “tuan-besar” sekalipun. Padahal “tuan besar” nasional itu hanja dipakai bendera-kamuflase komunis, untuk menjembunjikan maksud hakiki jang sesungguhnja, dan untuk memperoleh lapangan dan tempat jang lebih luas, bagi memperkembangkan ideologi komunismenja kurang tjerdik, kurang tangkas dan kurang tjepat, djika dibandingkan dengan gerak langkah pihak komunis, jang memang sudah mendapat pendidikan dan pengadjaran, latihan dan tuntunan langsung dari agen2 Moskow.
Adapun peranan “pemimpin2 Islam” dan Ummat Islam pada waktu itu, masja Allah, sungguh2 menjedihkan dan memilukan hati. Oleh pihak komunis dan nasionalis, “ pemimpin2 Islam” itu dianggap dan diperbuatnja sebagai kuda-tunggangan dan kuda penarik gerobak, sedang “Ummat Islam” dianggap dan diperlakukannja oleh kedua anasir tsb. sebagai sapi perah, jang sbar. Sapi harus memberikan air susunja kepada komunis pengchianat dan nasionalis djahil itu. Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun proces jang kami gambarkan itu, berlaku di tengah2 masjarakat Indonesia, ditengah revolusi nasional.
Aneh dan djanggal didengar, tapi sungguh2 kedjadian, dengan bukti jang njata. Taktik dan tjara mengembangkan ideologi komunisme dilakukan dengan tjara memperbanjak “sarang” dan “sajap”, mendirikan organisasi-organisasi, baik jang menjebut dirinja komunis sedjati maupun jang setengah komunis atau memasang merk “nasional”, seperti Party Komunis Indonesia (PKI), Party Murba, Pemuda Sosialis Indonesia (Persindo), Angkatan Pemuda Indonesia (API), dan lain2 lagi. Dan pada zaman RI Djakarta (kini: RI Komunis), maka sarang2 dan sajap2nja makin diperbanjak, diperluas dan diperdalam, sehingga sebagian besar kaum buruh dan kaum tani, diseluruh Indonesia. Langkah dan taktik Komunis ini diakui oleh pihak nasionalis, tapi ketjerdasan, ketjakapan dan ketangkasannja, memang amat djauh lebih lemah, lunak dan kurang daripada pihak komunis, jang memang tidak kenal batas hukum jang manapun djuga. Kembali mwembitjarakan nasibnja “pemimpin2 Islam´dan “Ummat Islam”, sekali lagi, masja Allah, mereka tetap bodoh dan tolol (ma’af), dan melakukan usaha sebaliknja daripada kawan2 perdjuangan lainnja. “Masjumi buatan Djepang” ditjiptakan dengan bentuk baru, merupakan Party Masjumi. Besar dan hebat, tapi tidak berdaja. Gendut (log), dan tidak mungkin melakukan gerak-tjepat, serta djauh daripada bentuk “stream-line”, menurut kehendak zaman. Dalam pada itu, Masjumi tetap mendapat “penghargaan jang patut”, dan “kehormatan jang pantas” dari kawan2 dan —terutama— lawan2nja, untuk menetapkan mereka (Ummat Islam dan pemimpin Islam) dalam keduduknja jang lemah dan keadaannja “bodoh dan tolol” (ma’af) itu. Mudah ditipu, mudah diperalat dan mudah dipergunakan untuk keperluan apapun djuga, walau untuk kepentingan Moskow sekalipun! Na’udzu billahi min dzalik. Semoga selandjutnja Allah berkenan mendjauhkan Ummat Islam dan pemimpinnja daripada sifat dan kelakuan jang serupa itu, sehingga tahu, sadar dan insjaf akan tugas wadjibnja, bakti kepada ‘Azza wa Djalla: Djihad pada djalan Allah untuk membesarkan Dia, mensutjikan Agamanja, menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, Insja Allah. Amin.
5. Sementara itu, kutu2 dan lawan Belanda pendjadjah masuk-meresap, menjerbu-menjerang, dalam kalangan pedjuang-pedjuang nasional dengan tachta (pangkat dan kedudukan), harta (kekajaan dunia) dan wanita (baik jang berupakan “perem-puan” jang sesungguhnja, maupun jang mewudjudkan “keinginan”, serasi dengan getaran djiwa, nafsu dan ghodzob manusia dari — materieel —, Dengan adanja Iblis jang “ikut serta” bersma pedjuang2 kemerdekaan, menggalang negara, maka makin hari makin tambah surutlah revolusi nasional itu, dan lalu berbalikan arah-tudjuannja, mendj’adilah: revolusi sosial, revolusi kedalam dan istimewa dalam kalangan pemimpin2nja. Sudah barang tentu, jang mendjadi kurban pertama2 sekali nistjajalah si-bodoh dan si-tolol, “pemimpin2 Islam” dan “Ummat Islam”. Kijai sadja didekat kota Garut ditjulik dan dibunuh oleh PT (Polisi Tentara) Samber Njawa, pada pertengahan tahun 1940.
Kijai Thoha beserta 13 orang ‘alim ‘ulama dan pemimpin Islam lainnja, di daerah Sumedang, ditawan dan dibunuh, oleh komplotan Sadikin dan Sumantri (waktu itu masing2 mendjadi Kmd. Resimen 6 TRI dan Kmd. Bataljon dp. Resimen tsb.), be-serta kawannja, semuanja pihak komunis.
Pemimpin Islam/sabil, Endang dan 4 orang kawannja, dari Limbangan, Garut, dita-wan dan dibunuh, diperbatasan antara Garut dan Sumedang, oleh PS (Pasukan Silat?), ialah salah satu bagian organisasi rahasia “setengah resmi”, masuk organisasi kom-plotan Sadikin. Dan masih banjak lagi kedjadian jang serupa itu, jang sungguh menggerakkan bulu roma, sehingga ratusan, ribuan pemimpin2 Islam, alim ulama mendjadi korban daripada pengchianatan pihak komunis itu.
Sebagai saksi bolehlah ditarik Kolonel Hidajat dan Kolonel Nasution (kini kap. Staf Angkatan Darat RI), jang pada waktu itu mempunjai pertanggungan-Djawab langsung atas daerah2 tsb. dan atas sebagian Djawa Barat. Dengan itu, maka komunis menundjukkan keberaniannja jang luar biasa, dengan bukti jang njata, bahwa komunis tidak hanja berani melakukan serangan terhadap kepada alat2 dan kekuasaan Belanda pendjadjah, tetapi djuga melakukan serangan terhadap kepada kawan2 seperdjuangan dengan mereka, jang dianggapnja boleh meng-halang2i perkem-bangan ideologinja. Herankah kita, apabila didalam keadaan dan suasana jang demikian, kutu2 dan mata-mata Belanda —dari NAFIS, NICA dll.— dengan mudah dan leluasa dapat melakukan tugasnja jang chianat itu? Herankah pula kita, apabila pihak tentara Belanda, dikawal oleh tentara Inggris —dan djuga oleh orang2 “bangsa Indonesia”—, dengan lenggang-lenggang kangkung boleh masuk dan menduduki tiap2 pelosok Indonesia?
6. Selain daripada itu, pihak Nasionalis dan Komunis pun melakukan tipu daja dengan organisasi “palsu”, baik setjara resmi maupun “setengah resmi”. Waktu itu, boleh diibaratkan, bahwa RI merupakan seorang machluk Allah, jang berhati merah, tjetakkan Moskow, berdjiwa palu-arit, dan berdjasad nasional, kiri atau kanan, dengan ‘amal anti-Agama, anti-Islam, anti-perdjuangan Islam, anti-Ummat Islam, anti-Tuhan dan anti-Allah, walaupun diselimuti kata2 jang manis dan perbuatan jang munafiq. Mereka itu mentjari akal dan daja-upaja untuk memperlunak perdjuangan Islam dan membinasakan Ummat Islam beserta pemimpin2nja! Dalam hal ini, sekedar jang berkenaan dengan Djawa Barat; bolehlah ditjatat nama2: Sutoko, Sama’un, Bakry, Kol. Nasution, Kol. Hidajat dan beberapa biang keladi lainnja. Djadi, kalau kita katakan, bahwa Komunis Indonesia itu agressif, tidaklah djauh daripada kebenaran dan kenjataannja, bahkan tepat.
7. Di dalam masa revolusi nasional tengah menggelora, pihak komunis sudah mulai mentjobakan perampasan kekuasaan jang kedua, dari tangan pemerintah Republik Indonesia. Peristiwa ini terdjadi di Banten, pada aksi tahun 1947, dan di dalam karanga ini dinamakan: Coup d’ etat Komunis jang kedua.
Hampir tidak ada jang mengetahui peristiwa sepenting ini, selainnja beberapa orang dalam (insider), karena usaha itu gagal, sebelum mentjapai tudjuan dan maksudnja. Tetapi usaha dan rentjana lengkap beserta sjarat rukunnja, sudahlah dihimpun dan dikerahkan.
8. Perampasan kekuasaan ketiga, jang agak besar-besaran, dengan kekuatan sendjata, dilakukan oleh Komunis Indonesia, dari tangan RI, semasa masih berpusat di Djogja. Coup d’ etat Komunis jang Ketiga ini, jang terdjadi tidak lama kemudian daripada coup d’ etat Komunis keduapun gagal pula. Kemudian diikuti oleh tindakan-tindakan keras daripada pemerintah RI: melakukan tangkapan dan penahanan besar2an atas beberapa pemimpin, diantaranja ialah: Tan Malaka, Mr. Subardjo, Mr Iwa Kusuma Sumantri, Mr. Muhd. Yamin, Abikusno Tjokrosujoso dan beberapa lainnja. Seorang panglima Divisi (Diponegoro, Sudarsono???) tersangkut pula didalam komplotan itu. Sedang beberapa kesatuan tentara (TRI = TNI) jang diperalat didalam peristiwa tsb., dilutjuti dan dimasukkan pula didalam terungku.
9. Perampasan kekuasaan keempat, atau Coup d’ etat Komunis jang keempat terdjadi di Madiun, terkenal dengan nama “Peristiwa Madiun” atau “Madiun Affaire”. Muso dan Mr. Sjarifuddin cs. Mendjadi biang keladinja. Rupanja ada tangan ketiga jang memegang peranan, dan menjokong pemberontakan Madiun dari pintu belakang. Peristiwa ini terjadi pada bulan September 1956, hampir 3 (tiga) bulan sebelum Belanda mengadakan aksi polisionilnja jang kedua. Republik Sovjet (Komunis) Madiun hanja berumur beberapa hari, mengikuti majatnja Muso masuk kelubang kubur, kurang lebih 10 hari kemudian daripada proklamasinja.
10. Djadi, selain Belanda memang ingin “kembali” menduduki Indonesia, maka dari pihak orang2 jang menamakan dirinja “pahlawan dan pedjuang kemerdekaan”itu sendirilah, jang membuka pintu masuk dengan lebarnja. Karena perbuatan jang mereka lakukan sendiri! Sehingga sudahlah selajak dan sepatutnja, jika kita menga-takan, bahwa R.I. chianat!!!
11. Komunis memang ulet. Ia bekerja terus, dengan sembunji, di atas maupun di bawah tanah. Sehingga dengan karenanja, pertjobaan perampasan kekuasaan jang ke lima kalinja, dilakukan pada pada pertengahan tahun 1949. Jang direntjanakan hendak dijadikan”basisnja”, ialah: Keresidenan Semarang dan Solo (Surakarta), dengan ibu-kota Solo. Didalam bulan Agustus tahun itu, maka rentjana tersebut sudah harus selesai didjalankan dan dilaksanakan. Coup d’ etat Komunis jang kelima inipun gagal pula, dikarenakan usahanja jang chianat kali ini menerjang batu karang, terdampar di atas pantai kesesatan, sehingga “mati sebelum lahir”. Segala keterangan, penerangan dan dokumentasi seluruhnja, tentang gerak-gerik pengchianat ini, sudahlah sampai ditangan pemerintah R.I. pada waktu itu. Tetapi oleh karena pada waktu itu R.I.—R.I. Djogja— sesungguhnja sudah mati, akibat daripada aksi polisionil kedua pihak Belanda, dan pengasingan pemimpin2 R.I. ke Bangka —, maka R.I (bangkainja) tidak dapat berbuat suatu apa. Tetapi untung, Alhamdulillah, dikota Solo dan sekitarnja masih ada pasukan2 Islam dan tentara pelajar, T.R.I.P., kedua-duanja anti-komunis. Sehingga dengan karenanja, segala usaha dan daja upaja komunis chianat itu, kandaslah.
12. Untuk melengkapkan riwajat komunis di Indonesia, baik pula ditjatat pertjobaan perampasan jang keenam, berlaku di dalam bulan Agustus 1951. Pertjobaan Coup d’ etat Komunis jang keenam inipun gagal. Sebab sebelum berdjalan sudah ditjium baunja lebih dulu, sehingga pemerintah R.I. — kabinet Sukiman Suwirjo — dapat melakukan tindakan preventif, sebelum komunis dapat melakukan perbuatan chianatnja, peristiwa mana terkenal dengan nama “Razzia Agustus” (1951). Sungguh-pun demikian, perlulah selama2nja orang menaruh perhatian, bahwa walaupun pihak komunis Indonesia untuk kesekian kalinja, hingga pertengahan tahun 1952 ini, semua perbuatan chianatnja gagal, tetapi kini pihak merah sudah boleh berbesar hati, karena pihak pemerintah R.I. talah menjerahkan dirinja, untuk diindjeksi dan diinfeksi dengan tjara merah asli, buatan Moskow. Sedang di samping itu, dengan djalan apapun djuga, parlementer maupun revolusioner, dengan politik halus maupun dengan senjata, pihak merah akan terus menerus mengusahakan terlaksananja tugas jang pertama (primer): mendjadikan Indonesia, negara Soviet (komunis)”, sepandjang idam-idaman Stalin, jang didewa-dewakan oleh pihak merah itu. Tjatat dan tjamkan baik-baik!!!
--------------
BAB VI: PERANG SEGI TIGA PERTAMA
1. Dengan ditanda-tanganinja Naskah Renville 17 Djanuari 1948, tentara Republik Indonesia mengalir masuk daerah Djogja dan sekitarnja –8 karesidenan, dengan pusat Djogja, dengan batas2 demarkasi Van Mook.– Ummat Islam di Djawa sebelah Barat tidak menjetudjui naskah tersebut, karena dianggap:
A. Membunuh api revolusi nasional dan
B. Memperketjil kekuasaan negara R.I. Sebulan kemudian daripada itu, 17 Februari 1948, Ummat Islam di Djawa sebelah Barat bangun dan bangkit, angkat sendjata, menentang dan melawan Belanda pendjadjah, melandjutkan perdjuangan kemerdekaan, jang telah setengah kandas itu. Perlu didjelaskan di sini, arti istilah “Djawa sebelah Barat”, ja’ni: daerah mulai batas demarkasi Van Mook –Gom-bong keutara– (Djawa-Tengah) ke djurusan Barat terutama jang mengenai Djawa Barat sebelah Timur (Karesidenan Tjirebon dan Priangan) dan Djawa Tengah sebelah Barat (Karesidenan Pekalongan dan Banjumas).
2. Pada waktu aksi polisionil kedua (tentara Belanda) pada bulan Desember 1948, maka Ummat Islam jang angkat sendjata itu, —dengan induk organisasi, bernamakan: Madjlis Islam; dan alat perdjuangan, bernamakan Tentara Islam Indonesia– sudahlah memiliki, menduduki dan menguasai beberapa bagian daerah jang disebutkan di atas, daerah de facto. Pada waktu itu Tentara RI (TRI-TNI) –jang tadinja masuk Jogja, meninggalkan Djawa sebelah Barat– “kembali keempat jang semula”, dengan membawa pemerintah RI dlarurat. Adapun pihak komunis, pada waktu itu masih tetap sebadju dan sepakaian, sebulu dan sekelakuan, setjorak dan seragam, dengan pihak nasional. Sehingga Tentara RI jang liar itu –dan memang sungguh2 “liar”– beserta pemerintah RI dlarurat merupakan sarang dan tempat perlindungan bagi komunis Indonesia, jang dengan bersiul-siul menaiki bachtera RI jang telah kandas itu.
3. Waktu mereka (ja’ni RI dlarurat dan komunis gadungan) itu masuk didaerah de facto Madjlis Islam, maka dengan sombong dan tjongkaknja mereka mengindjak-indjak hak dan memperkosa ke’adilan “tuan-rumah” (N.I.I.), sehingga terdj’adilah insiden Pertama, dengan mempergunakan sendjata, jang terkenal dengan nama “Pe-ristiwa Antralina” dan terdjadi pada tanggal 25 Djanuari 1949. Dengan peristiwa ini, maka berkobarlah dengan hebatnja “Perang Segi Tiga Pertama di Indonesia”, antara (1) Madjlis Islam beserta Tentara Islam Indonesia, (2) pihak pemerintah RI dlarurat beserta tentara liarnja, dan (3) pemerintah pendudukan Belanda, beserta tentara pendudukan, KNIL dan KL.
4. Untuk menghiasi halaman hitam daripada sedjarah Indonesia, baiklah ditjatat:
A. Dimana tempat dan setiap sa’at ketiga pihak itu bertemu satu dengan jang lainnja, di sanalah terdjadi pertempuran;
B. Pada ‘umumnja, tentara liar RI selalu di dalam kedudukan lemah dan kalah; se-babnja jang terutama ialah, karena mereka tidak mempunjai akar pengaruh tidak mempunjai kepertjajaan dan penghargaan ra’jat, dan kelakuannja, dimasa perdju-angan jang lampau;
C. Tentara liar ini menundjukkan kedjatuhan achlak dan budi-pekertinja (degradasi dan demoralisasi), dengan satu sikap jang rendah: ta’ malu2 menjerah kepada pihak Belanda pendjadjah, seperti tjontohnja Ahmad Wiranatakusumah dan kesatuannja, Sudarman (major) –Kmd. Batalijon, Pesindo– beserta kawan2nja dan lain2 pengchianat bangsa dan pendjual negara lainnja.
D. Tentara Liar (TL) itu lebih suka menjerah kepada Belanda pendjadjah, daripada ta’luk kepada Madjlis Islam atau Tentara Islam Indonesia; apa gerangan sebab-nja?
1) Karena Belanda, terutama tentara pendudukan Belanda waktu itu “tidak ba-njak” mengetahui, dan mungkin “sama sekali tidak” mengerti akan “isi hakiki dan kedudukan pemerintah RI dlarurat itu: sedang
2) Madjlis Islam beserta Tentara Islam Indonesia tahu dan jakin akan isi djan-tung-hati dan kedok pemerintah RI dlarurat beserta tentara liarnja, ialah: sa-rang daripada kutu2 komunis Indonesia; mereka memakai “nama” RI dan “seragam tentara” hanjalah untuk “menutup dan menjelimuti” maksud dan tudjuan mereka jang djahanam itu.
Adapun Perang Segi Tiga Pertama itu berhenti, setelah dilangsungkan statement Rum-Royen, pada pertengahan tahun 1949, pada masa mana tentara liar itu dimasuk-kan di dalam kantong2, dibeberapa daerah. Sementara itu, pertarungan dilandjutkan antara NI dan TII, menghadapi kekuasaan pendudukan Belanda. Sedang pengubur-an resmi, kesudahan Perang Segi Tiga tsb., terdjadi pada achir tahun 1949 (27 Desember), dikala turunnja “daulat hadiyah.”
------------
BAB VII: PROKLAMASI BERDIRINJA
NEGARA ISLAM INDONESIA
1. Di tengah2 api-revolusi, doachir-kesudahan Perang Segi Tiga Pertama, dimasa vacuum, dikala Indonesia kosong daripada kekuasaan dan pemerintahan, disa’at itulah Allah berkenan mentjurahkan kurnia-Nja jang maha besar; suatu peristiwa, jang akan menentukan nasib dan kedudukan Ra’jat Indonesia, terutama Ummat Islam Bangsa Indonesia, dimasa depan; suatu peristiwa jang perlu ditjatat dengan tinta mas dalam sedjarah Indonesia, istimewa tarich perdjuangan Islam dan Ummat Islam, di Indonesia; suatu peristiwa jang bersedjarah, dengan lahirnja suatu negara baru dipermukaan bumi-Allah, Indonesia: Proklamasi Berdirinja Negara Islam Indonesia !!
Sa’at jang bersedjarah itu adalah: 7 Agustus 1949. Semuanja itu berlaku, terdjadi dan mendjadi, hanja dengan karena Kehendak dan Kekuasaan Allah, dengan tolong dan kurnia-Nja djua. Kiranja Allah berkenan memandaikan, mentjakapkan dan mentjukupkan Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia: menerima Kurnia Allah jang maha-besar itu! Amin.
2. Kini, setelah tiga tahun bulat ‘umur negara baru itu, hidup dengan sejahtera dan bahagia, di tengah2 masjarakat dan Ummat manusia di Indonesia, mengalami suka dan duka, gembira dan sungkawa, menurutkan naik turunnja gelombang Qodratillah, jang membawanja kepada suatu arah dan maqam jang pasti: Mardlotillah sedjati.
Alhamdulillah dengan asuhan Allah langsung, disertai dengan amal-bakti para mudjahidin seluruhnja muthlak, kepada ‘Azza wa Djalla, Djihad-berperang pada djalan-Nja, maka bertambah mendekati kepada tingkatan dewasa, sanggup duduk dengan patutnja, di samping negara2 jang merdeka, di seluruh dunia. Semoga selan-djutnja, Allah berkenan melimpahkan taufiq dan hidajat-Nja, kekuatan dan kekuasa-an-Nja, atas kita sekalian, para mudjahidin penggalang dan pendukung Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, dalam usaha kita menunaikan dharma bakti sutji: mendlahirkan Ke’adilan dan Kebesaran Allah, dipermukaan bumi Indonesia! Insja Allah.
3. Dalam waktu itu, orang boleh menerima dan mengakui, dan sebaliknja orang boleh menjangkal atau menolak. Tetapi Allah tetap melakukan rentjana-Nja, Negara Islam Indonesia tetap melakukan tugas-wadjib-nja jang maha sutji, hingga hukum sjari’at Islam berlaku dengan se-luas2nja dan sesempurna2nja diseluruh Indonesia. Sikap dan pendirian kedalam, ditentukan dan dilaksanakan dengan ‘amal jang njata, djelas dan tegas! Demikian pula haluan keluar, konkrit dan positif, lepas daripada sjak dan bimbang, sepi daripada ragu2 dan rusak! Dengan karena tolong dan kurnia Allah djua. …. Amin.
Periksalah lebih landjut: Proklamasi berdirinja Negara Islam Indonesia, dan Pendjelasan singkat atasnja!
------------
BAB VIII: KEADAAN GANDJIL
DAN ‘ADJAIB LUAR BIASA DI DUNIA
Dua Negara, Dua Kekuasaan dalam satu daerah,
nusantara Indonesia; Negara Islam Indonesia
dan Republik Indonesia. (R.I.S.)
1. Segera kemudian daripada letusan terachir didaerah Djerman; jang menundjukkan, bahwa Perang Dunia Kedua dibagian benua Eropah telah berachir; disusul dengan ledakan bom atom jang kedua dan terachir atas beberapa kota Djepang; belum djuga diselenggarakan “Perdjandjian Damai Dunia”, maka dengan tergesa-gesa dan tergopoh-gopoh orang berpendapat dan berkejakinan, bahwa “Perang Dunia Kedua dengan resmi telah disudahi”. Manusia telah haus akan damai, dahaga akan aman dan tenteram! Maka kesudahan Perang Dunia Kedua itu tidaklah sekali2 diartikan, bahwa seluruh dunia sudah aman dan tenteram, mendjelang zaman bahagia dan sedjahtera, melainkan Perang Dunia Kedua itu diberbagai2 tempat meninggalkan batu-bara jang masih selalu menjala-njala dan membakar2 bangsa2 jang lemah, ummat2 terlindas, golongan2 terdjadjah, sehingga dibeberapa tempat dipendjuru dunia, terutama di Asia, berkobarlah, revolusi nasional; revolusi melawan pendjadjahan dan perbudakan, revolusi menentang kekuasaan asing, jang manapun djuga. Salah satu daerah jang menduduki tempat penting dalam sedjarah dunia, jang berkenaan riwajat revolusi nasional di benua Asia, ialah: Indonesia. Lebih djauh diperiksalah:
A. Riwajat Tiongkok Nasional jang amat tragis itu, hingga terusirnja pemerintah nasional (Chiang Kai Sek) dari daratan Asia, dan hingga digantinja oleh peme-rintah ra’jat (Komunis-Mao Tse Tung);
B. Riwajat Hindustan jang achir-kemudiannja mendjadi dua: (1) India, dan (2) Pakistan.
C. Pergolakan di Korea, Indo-Tjina, Malaja, Burma dan lain2 lagi, jang kini tidak lagi merupakan masalah setempat melainkan sudah beralih sifat dan wudjudnja, mendjadi: masalah dunia (berela-vraagstuk).
2. Revolusi Nasional itu selesai, setelah masing2 bangsa dan golongan jang bersangkutan mendapat kedudukan jang pantas dan patut, didalam lingkungan bangsa2 dan negara2 merdeka didunia. Masing2 memperoleh miliknja sendiri2. Ada jang mendjadi “bo-neka” (satelliet) daripada negara besar dan jang mendapat “daulat hadiyah”, kemerde-kaan terikat, dengan selubung dan tabir berkilau-kilauan jang mensilaukan tiap2 mata jang “buta politik”.
Wal-hasil negara2 baru, negara2 muda berdiri seperti tjendawan dimusim hudjan. Maka beralihlah sifat dan bentuk revolusi nasional, jang hanja menghadap keluar, mendj’adilah revolusi sosial, revolusi kedalam dan didalam, sehingga membakar dan menghanguskan tiap2 sesuatu, jang ada didalam tubuh bangsa dan ummat itu.
Peristiwa jang serupa ini, antara lain2 terdjadi di Indonesia, jang hingga kini belum djuga diperoleh penjelesaian jang memuaskan kedua belah pihak jang bertentangan. Mereka tetap bertarung didalam selimut, merupakan “Perang-Saudara”, perang kejakinan, perang ideologi.
Titik dan garis jang mempertemukan kedua belah pihak belum didapatkan, sedang pintu pembuka “penjelesaian” tetap tertutup dengan rapat2. Jang satu ber-sikeras kepada sikap dan pendiriannja, kepada kejakinan dan pendapatnja, kepada ideologi dan filsafat hidupnja, tiada tawar-menawar dan kalah mengalah, dengan kesanggupan mendjandjikan kurban apa dan betapapun djuga. Sedang sebaliknja, pihak jang lain-nja pun demikian pula.
Oleh sebab itu, maka perang saudara, perang ideologi, perang kejakinan itu, tidaklah hanja merupakan “perang kalam” (tjatur) dan perang pena, melainkan berwudjudkan “perang adu tenaga, perang bersendjata”. Selandjutnja, sual itu mendjadi sual “darah dan besi”, sual kekuatan dan kekuasaan, sual negara, di dalam ma’na jang luas.
Di dalam hal ini, sual “hidup dan mati” tidaklah masuk perhitungan. Sampai dimana kelandjutan proces perang saudara dan perang ideologi akan berlaku, seberapa besar djumlah korban manusia dan harta benda jang perlu disadjikan, tidaklah agaknja seorang manusia dapat meraba2 dan memperhitungkannja.
Hanjalah boleh ditaksir2, bahwa djumlah korban djiwa manusia dan harta benda jang sudah dituntut oleh revolusi sosial ini, djauh lebih besar, lebih banjak dan lebih berharga daripada korban jang telah diberikan oleh ummat dan bangsa Indonesia, dimasa revolusi nasional jang telah lampau.
3. Untuk menolong dan memudahkan pembatja, memperoleh kesimpulan dan tindjauan jang tepat, serta timbangan jang djudjur dan ‘adil, baiklah terlebih dulu kami per-silahkan meneliti:
A. Lampiran 1, Ichtisar I, Bandingan A., antara Republik Indonesia Djogja, Negara Islam Indonesia dan Republik Indonesia Djakarta; dan
B. Lampiran 2, Ichtisar II, bandingan B., antara Negara Islam Indonesia dan Repu-blik Indonesia Djakarta.
Dengan tjara jang mudah, nanti tiap2 pembatja akan memperoleh kesimpulan dan chulasoh jang pasti, betapakah gerangan duduknja perkara jang sesungguhnja. Lebih2 lagi djika pembatja sudi meneliti dengan seksama, barang apa jang dituliskan sebelum maupun sesudahnja.
Beberapa hal, pada hemat kami, perlu bagi pengetahuan dan pengertian jang kritis, dan bagi menetapkan sikap jang ta’ berat sebelah, dan lebih djauh, untuk memperoleh tindjauan (visie) dan pendapat genap-lengkap, ‘adil, djudjur dan benar, maka di ba-wah ini kami sadjikan kupasan atasnja.
Kiranja pembatja jang bidjak-budiman suka memperhatikan seperlunja.
4. Kelahiran. Periksalah lampiran jang bersangkutan!
A. Jang paling tua –dihitung daripada kelahirannja, sedjak kebangunan nasional (nasional reveille)– ialah Republik Indonesia, atau dengan kata2 lain disebut di dalam karangan ini, dengan istilah “Republik Indonesia Djogja” (karena nama pusatnja: Djogjakarta), untuk menolong dan memudahkan pembatja, di dalam mendjeladjah dan menelitinja, terutama bagi pembatja luar negeri. Hari jang bersedjarah itu adalah hari Proklamasi Nasional 17 Agustus 1945.
B. Dengan; berdjangkitnja penjakit jang menghinggapi dirinja –periksalah riwajat selajang pandang di atas!—, dan karena desakan, tekanan dan serangan “penja-kit” dari luar, maka ‘umurnja RI Djogja tidak memandjang lebih daripada sa’at ditanda-tanganinja Statement Rum-Royen, pada pertengahan tahun 1949. Dengan itu, selesailah sudah nasibnja Republik Indonesia Djogja.
C. Dengan tjara nakal, serong dan tjurang, terutama untuk mengelabui ra’jat Indonesia dan (djuga) mata internasional, jang hingga kini belum pernah melepaskan pengawasannja atas Indonesia –langsung ataupun tidak langsung—, maka bangkai jang telah mati pada pertengahan tahun 1949 itu, sengadja tidak lekas2 dikubur. Upatjara penguburan resmi jang dimaksudkan, barulah dilakukan satu tahun lebih daripada matinja, ja’ni pada tanggal 17 Agustus 1950. Kesempatan ini digunakan untuk “memaksa” RIS (Republik Indonesia Serikat, natidjah K.M.B.) mewarisi nama bangkai jang mati itu, sehingga mendjadilah “Republik Indonesia” (II). Didalam karangan ini, nama RI (II) itu disebut dengan istilah : “Republik Indonesia Djakarta” (karena nama ibukotanja: Djakarta).
D. Hari kelahiran RI Djakarta ini –sesungguhnja nama resminja: Republik Indonesia Serikat– djatuh bersamaan turunnja “daulat-hadiyah”, ja’ni: 27 Desember 1949, ialah salah satu hari jang bersedjarah di dalam riwajat Indonesia, baik ba-gi bangsa Indonesia maupun bangsa Belanda. Djika kelahiran RIS (RI Dajakarta) itu, oleh sebagian daripada bangsa Indonesia, terutama jang “buta-politik”, disam-but dengan riang gembira dan suka-tjita, maka sebaliknja bagi bangsa Belanda hari itu merupakan hari berkabung, hari sungkawa. Karena pada sa’at itu pemerin-tah Belanda, dengan sedih dan ratap-tangis serta terharu, terpaksa menjerahkan sebuah “hadiyah jang maha besar”, ialah: hadiyah kemerdekaan Indonesia, walaupun tidak 100%. Dengan beberapa patah kata kami ingin menggambarkan, betapa gerangan “suasana” jang sesungguhnja pada dewasa itu, terutama didalam kalangan bangsa Belanda, di Nederland maupun di Indonesia. Bangsa Belanda dan pemerintah Belanda –dipandang daripada sudut pendirian dan keadaanja pada dewasa itu– tidaklah merasa mempunjai alasan jang tjukup, sah dan kuat untuk memberikan “daulat-hadiyah” itu. Terutama sekali, bila dipandang dari sudut militer, bahwa tentaranja (KNIL dan KL) di dalam melakukan tugasnja (“perang”) di Indonesia tidaklah mengetjewakan dan merasa kalah, bahkan sebaliknja.
Buktinja? Di antara orang2 besar bangsa Belanda, jang memegang tampuk pemerintahan di Indonesia, di Negeri Belanda maupun di luar negeri, sama “mengundurkan diri dengan hormat”, karena mereka tidak menjetudjui beleid pemerintahnja. Malah ada pula jang (letterlijk) “bunuh diri”, seperti peristiwa djenderal Spoor, beberapa hari sebelum ditanda-tanganinja perdjandjian KMB.
Pendjeladjahan lebih dalam menundjukkan adanja “udang internasional, di balik batu”, jang mendjepit, menekan dan mendesak pemerintah Belanda dan bangsa Belanda, kepada suatu posisi jang amat sukar-sulit (internationale dwangpositie), jang memaksa pemerintah dan bangsa Belanda, sukarela atau terpaksa, ichlas atau tidak, dengan gembira atau sedih: “mengakui dan menjerahkan kembali kemerdekaan Indonesia kepada ra’jat bangsa Indonesia, meski tidak bulat dan tidak genap-lengkap sekali pun”.
Peranan jang dipegang oleh “udang internasional” itu amat sungguh penting dan berguna bagi ra’jat bangsa Indonesia. Adapun alat-pendjepit jang amat sakti itu, ialah: “Atlantic Charter” beserta “self-determination”-nja. Dan “udang internasional” jang kami maksudkan itu, jang mendorong dan menjorong dengan kerasnja “turunnja daulat-hadiyah” itu ialah: pihak Amerika Serikat, Inggeris dan Australia, djuga Perantjis.
E. Setelah RI – Djogja mati dan meninggalkan langgang perdjuangan, pulang ke maqam abadi, dan belum pula Konferensi Medja Bundar (KMB) dimulai, maka pada sa’at itu lahirlah satu negara baru, dengan bentuk dan sifat baru, dengan sendi dan tjara2 baru, ialah: Negara Islam Indonesia.
Periksalah: Bab VII di atas, Proklamasi berdirinja Negara Islam Indonesia, beser-ta Pendjelasan Singkat Atasnja: Peristiwa penting, jang berlaku menurutkan Ke-hendak dan Kekuasaan Allah semata, terdjadilah pada tanggal 7 Agustus 1949.
Dengan kenjataan riwajat ini (historis), maka bolehlah ditetapkan, bahwa Negara Islam Indonesia lebih tua dari RIS, jang kemudian diberi nama pindjaman Repu-blik Indonesia (matinja RI Djakarta).
Tetapi setelah “pemimpin2” RI Djogja, jang tjurang dan chianat itu, tahu dan sadar, bahwa mereka (RI Djakarta) didalam posisi politik maupun sepandjang hukum (staatkundig en staatsrechtelijk), terutama sepandjang kenjataan sedjarah, menduduki posisi jang lemah dan kalah, maka dengan segera mereka mentjoba-kan tipu-daja dan tipu-muslihatnja, untuk membangunkan dan menghidupkan kembali nama “RI (Djogja)” jang sudah mati itu, sehingga RIS dipaksakan memakai nama “Republik Indonesia”, tegasnja: RI Djakarta. Semuanja itu dilaku-kan dengan tjurang dan serong, dengan chianat dan hasut, dengan sengadja hendak mengelabui mata dan menjumbat mulut ra’jat, serta dunia internasional, dan lebih djauh untuk mendjauhkan dan menghilangkan perhatian dan mata dunia kepada Negara Islam Indonesia.
Tiap-tiap manusia jang tahu dan memperhatikan sedalam2nja akan riwajat Indonesia, berkenan dengan hal ini nistjajalah tidak akan menolak atau membe-narkannja dengan bulat2, disertai dengan pertanggung-djawab sepenuhnja.
F. Sepandjang sedjarah, jang tentu dibenarkan oleh tiap2 manusia dan pihak jang masih sehat ‘akalnja dan ‘adil pendiriannja, maka njatalah sudah, bahwa:
1) RI Djakarta –RI lainnja memang tiada lagi– sungguh2 telah melanggar, mem-perbuat kedjahatan politik dan sengaja berchianat kepada Proklamasi Kemer-dekaan 17 Agustus 1945.
2) RI Djakarta (jang kini masih ada) bukanlah RI 17 Agustus 1945, jang ditim-bulkan dalam masa revolusi nasional pertama.
3) RI Djakarta adalah satu natidjah (resultante) daripada sikap serong dan tjurang, hasut dan chianat dari “pemimpin2nja”, jang kini lagi menaiki “kuda tunggang dan sapi perah” ra’jat dengan megah dan gagah, sombong dan takabburnja. Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam bangsa Indonesia ditipu, didjual dan dichianati mentah2!!! Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam bangsa Indonesia mendjadi korban: hina, papa, sengsara, miskin dan nista dalam segala-galanja, lebiih daripada zaman kolonial Belanda, bahkan lebih dari-pada zaman pendudukan Djepang, jang terkutuk itu!!!
Hai, “pemimpin2 kebangsaan” jang chianat! Nantikanlah perhitungan atas perbuatanmu jang djahat, atas Bangsa, Negara maupun Agama itu!!!
4) Adapun ketjurangan dan pelanggaran RI atas perdjandjian KMP (RTC) maupun penipuan terang-terangan terhadap kepada dunia internasional, bukanlah tempatnja diuraikan didalam karangan ini.
Melainkan kami serahkan dan pertjajakan sepenuhnja atas beleid dan kebi-djaksanaan, sikap dan pendirian masing2 pihak: Amerika Serikat, Inggeris, Australia, Perantjis. Dan silahkan!
5. Dasar dan ideologi negara, antara NII dan RI Djakarta. Bandingkanlah dengan lampiran jang bersangkutan!
A. Dengan djelas dan tegas, NII meletakkan sendi2 dan dasar2 kenegaraannja: ISLAM 100%; satu-satunja Agama Allah –jang hingga kini sepandjang penelitian dan penjelidikan daripada para ‘alim ‘ulama dan ahli pengetahuan, dari pihak kawan dari lawan—, masih tetap terpelihara dalam kesutjiannja dan kemurni-annja.
Barang siapa, jang tidak sengadja dari tadinja menolak kebenaran Islam, atau ingkar (kufur) daripada tuntunan Ilahy dan adjaran Muhammad Rasulullah Clm., dapatlah menetapkan kejakinannja jang kuat dan kepertjajaannja jang teguh, bahwa:
“Islam menentukan dengan pasti dasar2 hidup dan kehidupan, dlahir (materieel) maupun bathin(spiritueel), mengandung peraturan2 bakti duniawy dan uchrowy, mulai keperluan pergaulan hidup sehari2 biasa dan ‘ibadah chususnja (rubbu-biyah) hingga sampai kepada dasar2 dan tingkatan memperdjuangkan, memiliki dan mengatur negara dan dunia Islam.”
Di dalam Islam tiada faham dan pendirian, jang memisahkan dunia dari achirat, dlahir dari bathin, mesdjid dari kantor, tidak sesuai dengan faham “kuno”, faham “Damaskus”, jang menjatakan perpisahan antara agama dan negara (scheiding van kerk on staat). Djika pada zaman abad kedua puluh ini masih djuga ada orang atau pihak jang pendirian “kuno”, silahkan mempeladjari kembali Kitabul-lah dan Sunatin-Nabi Besar, Muhammad Clm., dan Insja Allah achir-kemudiannja akan sampai kepada satu kesimpulan: mengoreksi faham dan pendiriannja, jang salah dan keliru itu!
Djadi, kalau di sini kita katakan Islam, djanganlah hendaknja kita merasa tjukup dan puas dengan keterangan2 dari mulutnja “tukang obat” jang tidak bertanggung-djawab, atas benar atau salahnja kata2 jang dilahirkannja, lepas daripada niat baik atau djelek daripada orang jang mengutjapkannja. Melainkan, kita harus dan wadjib memandang Islam, sebagai peraturan jang hidup, stelsel masjarakat, stelsel pemerintahan, stelsel negara dan stelsel dunia.
Dengan sendinja jang pasti, kuat dan sentausa, luas dan mendalam, sutji dan ter-pelihara, jang tidak dapat diperkuda dan dipermainkan oleh siapapun djuga, maka kami –Negara Islam Indonesia– meletakkan dasar2 negara kami. Kami tidak ingin ingkar daripadanja sedjari sekalipun! Melainkan kami akan mentju-kupi sepenuhnja barang apa jang termaktub dalam adjaran Islam! Insja Allah. Kami tidak ingin melalaikan dan menawarnja, sedjengkal sekalipun! Sebaliknja, kami ingin memenuhi segenap tuntunan Ilahy dan Sunnah Nabi Besar Muhammad Clm., dengan sempurnanja. Insja Allah. Sendi dasar inilah, jang pada ‘umumnja orang mengatakan: ISLAMISME.
B. Adapun sendi dan dasar daripada Republik Indonesia seperti jang sering didengung2kan oleh “pemimpinnja”, terutama “Presidennja”, ialah: Pantjasila. Satu tjampuran (alliage) daripada (1) Shintoisme Djepang, (2) Sjirik Indonesia –animisme, dengan persembahan kepada Blorong, Dewi Sri, Dewi (ibu) Pertiwi, dll. Dewa tjiptaan, tiada bedanja dengan persembahan kepada Dewa2 Wisnu, Brahma dll. atau kedjawen (heidendom),, sebuah model persembahan berhala, jang berlaku di Djawa Tengah—, (3) Hakko Itjiu, alias theori penipuan “Kemak-muran Asia Timur Raja”, buatan Djepang semasa zaman pendudukan, dan (4) Nasionalisme Indonesia djahil, jang agak kemerah-merahan itu. Dengan kupasan singkat di atas, —tidak mengikuti susunan dan aliran pikiran Soekarno dan kawan2-nja (ma’af)—, maka mudahlah kita dapat mengerti dan memfahami sedalam-dalamnja:
1) Apakah gerangan sebabnja, maka “Tuhan” ala Pantjasila itu tidak mempunjai wudjud, sifat perbuatan dan lain2 jang tentu2, baik jang “wadjib”, jang “hak” maupun jang “mustahil”; “tuhan” jang tidak ber-‘amal (memerintah) dan tidak pula ber-“nahi” (terlarang); “tuhan” jang tidak menurunkan “nabi”nja, atau “utusan”-nja dan “wahju”-nja; “tuhan” neutraal (bebaskah? Jang boleh dibajangkan dan ditafsirkan oleh tiap-tiap manusia, menurut kehendak, pikir-an dan perasaannja masing2, walaupun oleh manusia jang sesat, jang anti-tuhan sekalipun (seperti komunis); “tuhan” inikah jang di dalam ‘ilmu “Kedja-wen” disebut dengan istilah ‘alam suwung wangwung” (tiada sesuatu alias kosong)?
Wal-hasil, “tuhan” ini adalah “tuhan palsu”, “tuhan” buatan manusia, “tuhan” tjiptaan Soekarno. Lebih-lebih lagi, tampak bohong dan palsunja “tuhan” a la Pantjasila itu, dan chianatnja pentjipta dan buatannja (Soekarno) beserta pengi-kut-pengikutnja, dimana “tuhan” pantjasila itu “dipersamakan” (atau didu-dukan sedjadjar) dengan Tuhan dalam faham dan kejakinan Islam: Allahu Subhanahu wa Ta’ala! Subhana-Llah! Maha-Sutji-lah Allah! Maha Sutji dari-pada tiap2 terkaan dan rabaan, bandingan dan buatan, fikiran dan hitungan manusia jang manapun djuga.
Kalau di antara “pemimpin2” Islam di kalangan RI Djakarta masih djuga ada jang berpendapat, bahwa “tuhan” ala Pantjasila itu “sama” dengan Allah di dalam Al-Qur'an, maka faham dan pendapat, kejakinan dan kepertjajaan jang serupa itu teranglah salah, sesat dan keliru semata2. Hendaklah “pemim-pin” Islam jang “musjrik dan memusjrikkan” itu –walaupun dengan tidak sengadja, hanja karena bodoh dan tolol (ma’af) belaka– segera insaf, sadar dan taubat kepada Allah! Sajang ibadah jang dilakukan seumur hidupnja hanjalah dihadapkan dan diperuntukkan kepada “tuhan bajangan” belaka.
2) Apakah gerangan sebabnja, maka kata2 muluk “kebangsaan Indonesia”, ke-daulatan ra’jat, keadilan sosial dan kemanusian” hanjalah merupakan “huruf jang mati” dan hiasan mulut munafiq? Kata2 jang membumbung seting-gi langit itu hanjalah merupakan “alamat palsu” dan “bajangan” (chajal kepa-da chalajak ramai, kalau2 ra’jat boleh merasa puas dengan dongeng2 jang hebat2 itu” dan kenjang dengan “omong kosong” jang senantiasa dihambur-hamburkan dan membosankan itu!
Ra’jat minta bukti! Ra’jat menuntut realiteit! Bukti! Bukti! Bukti! Itulah jang diharap-harapkan ra’jat.
3) Apakah gerangan sebabnja, maka Nasionalisme Indonesia lebih dekat kepada Merah (Komunisme) daripada kepada hidjau (Islamisme) ?
Karena Nasionalisme Indonesia berdasarkan kepada “tuhan” jang neutraal (bajangan) tjiptaan pantjasila, alias “kosong”; sedang Komunis Indonesia, sesuai dengan adjaran2 tiap2 faham dan kejakinan “ketuhan-an” jang manapun djuga (historis materialisme). Komunis asli Moskow menolak mentah2.
4) Apakah gerangan sebabnja, maka Komunis Indonesia, dengan tjepat berkem-bang-biak didalam tubuhnja pemerintah Republik Indonesia, jang –katanja– berdasarkan nasionalisme itu? Sekali baksil-baksil dan bakteri-bakteri Komunis itu disuntikkan dan diratjunkan (geinjecteerd en geinfecteerd) kedalam tubuhnja RI, maka sekali itu tjukuplah kiranja untuk “memper-merah dan memper-moskow-kan RI, karena perbedaan antara djahil dan sjirik hanja-lah beberapa streep belaka. Ratjun komunisme buatan Moskow itu dibuat demikian rupa, sehingga nasionalisme Indonesia (batja RI Djakarta) selalu tergila-gila kepada tiap2 jang merah dan jang ke-merah2an, terpikat oleh tiap-tiap komunis dan barang sesuatu jang komunistis. Berkenaan dengan kenja-taan jang berdjalin-djalin dalam tubuhnja RI, lebih2 lagi setelah membatja statement Party Nasional Indonesia (jang kini telah mengikuti djedjak langkah PKI–mengiblat ke Moskow) pada awal bulan Djuli 1952 jbl.; ditambah de-ngan sikap komunis Indonesia jang sudah tidak tahu malu dan lebih dari kurang adjar, mengindjak-indjak kepala RI dengan njanjian “internationale” (komunis), dan menusuk-nusuk djantung hati pemerintah RI dengan ratjun buatan Moskow, maka mengingat semuanja itu, dengan ini kami dapat menja-takan pendapat jang pasti, bahwa:
a. RI Djakarta –jang katanja Nasional itu, sesungguhnja “nasional merah”– kini sudah mendjadi RI Komunis; dan
b. RI inilah jang berchianat kepada perdjuangan kemerdekaan Indonesia, kepada Agama Islam, kepada ummat Islam Bangsa Indonesia: kepada Allah dan Rasul-Nja, tegasnja: berchianat kepada Negara Islam Indonesia!!!
5) Apakah gerangan sebabnja, maka “ideologi” pantjasila tidak dapat tertanam dan hidup didalam dada dan hati ra’jat jang sebagian besar memeluk Agama Isllam? Memang sedjak mula berdirinja, RI (kini RIK) selalu berpegangan kepada pihak luar, pihak internasional. “International minded” katanja. Tegas-nja: RI (RIK) tidak berakar kedalam, melainkan keluar, tidak berdiri atas kekuatan dan tenaga ra’jat sendiri; tidak sesuai dengan kehendak dan tjita2 ra’jat; melainkan kedaulatan dan kemerdekaannja diperoleh dan dipertahan-kan dengan pegangan kepada “tongkat internasional”, dan berdasar atas kasih sajang dan kemurahan pihak luar. Maka dengan tjepat kita dapat menjebutkan, bahwa kedudukan RI (RIK) kini ialah: “Bergantung ta’ bertali, berdiri ta’ berakar!“
6. Kanun Asasy Negara Islam Indonesia dan Undang-Undang Dasar RI palsu.
Undang-Undang Dasar RI sebagai “warisan badju” daripada “bangkai jang sudah mati itu” (RI Djogja) dan sebagai indjakan tampak kosongnja, kosong daripada dasar hukum, jang mendjadi salah satu tulang-sendi (prinsip) bagi pendirian suatu negara, sesungguhnja tidaklah patut ditindjau dan didjeladjah. Sebab, memang bukan dasar dan pakaian RI sekarang (Djakarta) sendiri. Tetapi untuk kepentingan pembatja jang masih “asing” dalam seluk beluknja keadaan dan kedjadian di Indonesia, teru-tama sekitar “tipu-muslihat RI Djakarta”, maka dengan ini baiklah kami sadjikan buah pendjeladjahan sekedarnja, dengan pertanggung-djawab sepenuhnja atas benarnja penerangan dan keterangan tersebut:
A. Bahwa RI Djakarta kini belum mempunjai Undang-Undang Dasar (Grondwet), jang seharusnja mendjadi tulang sendirinja sesuatu negara.
B. Bahwa pemakaian UUDRI (Djogja) adalah suatu pentjurian politik jang amat tjurang (kurang adjar jang dilakukan oleh pemimpin2 RI (Djogja lama), jang kini –dengan bukti2 jang njata, terang dan djelas– boleh selandjutnja dinamakan: Republik Indonesia Komunis, disingkat dibatja dan ditulis: “er-ie-ka atau “rik”.
C. Bahwa karenanja, RIK bukanlah suatu negara hukum (rechtsstaat) –sedang Undang-Undang Dasar pun belum memilikinja—, sehingga pada hakikatnja dan pada bukti sjari’atnja, tidak terikat dan tidak mengikatkan dirinja dengan suatu hukum. Lebih2 lagi, djika kita suka meneliti bukti2 kenjataannja, bahwa:
1) Tiada suatu peraturan jang tentu, jang mengekang mengendalikan peme-rintahan didalam negara, sehingga pesawat-pesawat dan alat-alat negara tidak mempunjai pegangan jang tetap, dalam melakukan tugasnja. Herankah kita, djika pesawat2 dan alat2 RIK mendjadi lesu dan tidak bersemangat, kadang-kadang a-nasional dan tidak tahu djalan, sehingga sering tubruk menubruk satu dengan jang lainnja, semacam orang gila? Herankah kita djika pelatjuran, korupsi besar2an dan lain2 kedjahatan, baik didalam pandangan negara, maupun di dalam pandangan hukum, mendjadi suatu kemegahan, ketjong-kakan, kesombongan jang luar batas? Herankah kita, djika dengan karenanja banjak di antara anggauta2 pemerintah RIK mendjadi agen Moskow, atau tangan-tangan luar negeri jang lainnja, dengan maksud mendjual negara dan bangsanja, bagi kepentingan dirinja sendiri? Herankah kita djika ra’jat RIK selalu gelisah dan apathis, jang achir-kemudiannja merupakan sampah masja-rakat, jang meng-halang2ngi dan menghambat berputarnja roda-pemerintahan RIK?
2) Dalam sual2 militer, baiklah diperingati:
a. Tindakan Tentara RIK –di sini, disebut: TRIK– selalu melanggar hukum, baik hukum kemanusiaan, menangkap dan menawan, menjiksa dan mem-bunuh, menghukum dan membuang, dengan tjara sewenang-wenang, me-langgar hukum kemanusiaan dan kesusilaan, bukanlah barang sesuatu jang aneh dan adjaib di Indonesia (lingkungan RIK), melainkan semuanja itu termasuk kedjadian se-hari2; jang boleh disaksikan orang pada setiap tempat dan waktu, hampir diseluruh Indonesia.
Dari biasanja melakukan perbuatan2 jang hina dan rendah, tjemar dan kotor, kedjam dan ganas itu, hingga TRIK merasa bangga dan megah serta puas djika mereka telah “selesai”memperbuat barang sesuatu jang kedjam, djahat dan mesum itu. Semuanja dilakukan untuk keperluan sesuatu ideologi, kiriman luar negeri, import dari Moskow, jang bernama-kan Komunisme. Sadar atau tidak sadar, pura-pura tidak tahu atau dengan pengertian jang pasti, perbuatan-perbuatan jang serupa itu tidak hanja bersifat merusak, membentjanai dan merobohkan negara, bahkan lebih dari itu:
TRIK (kini TNI –Tentara Nasional Indonesia) mendjual negara dan bangsa Indonesia kepada kekuasaan asing, ialah: Sovjet Russia.
b) Sudah sedjak lama terdjadi perpetjahan didalam kalangan TRIK, seperti proces perpetjahan jang berlaku pada lapisan jang lainnja. Periksalah riwajat keluarja Pasukan Hisbullah (TNI) –jang kini telah insaf dan sadar akan tugas wadjibnja jang maha sutji: menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, Alhamdulillah—, berkat chianatnja pihak RIK sendiri. Proces jang serupa ini akan berlaku terus-menerus, hingga tiada seorang Muslim lagi, jang sanggup hidup di lingkungan RIK Perpetjahan jang timbul karena keluarnja pihak ex KNIL (bekas Koninklijk Nederlands Indonesia Legor) dari kalangan tersebut, bukanlah suatu hal boleh disem-bunjikan. Lajangkanlah pandangan kita atas: Maluku Selatan (RMS), Andi Abdul Aziz, dll. jang hingga kini belum djuga ada penjelesaian atasnja. Proses di dalam kalangan KNIL inipun akan berdjalan terus-menerus, karena mereka tidak sanggup menelan pil-pahit buatan Moskow, walaupun dibungkus dengan “gula2 manis”.
3) Belum mengenai sual-sual ‘umum politis dan militer seperti perkaranja Sultan Abdul Hamid (pihak RIS dan KNIL), perkaranja Chairul Saleh (pihak Party Murba–Komunis), perkaranja Amir Fatah (pihak Negara Islam Indonesia dan Tentara Islam Indonesia dan perkaranja sepuluh ribu orang jang lainnja, jang begitu sadja dimasukkan didalam pendjara, didalam tawanan, dan di tempat pengasingan Nusakambangan (Digul Kedua?), dengan tiada urusan, pemeriksaan atau penjelesaian atasnja. Walhasil, kalau lembaran2 hitam daripada riwajat Indonesia ini ditulis satu demi satu kiranja akan meru-pakan beberapa buah buku tebal tersendiri.
D. Walaupun tidak patut dan tidak pantas, djika kita membuat bandingan, ditilik daripada sudut hukum dan politik, antara Negara Islam Indonesia dan Republik Indonesia Komunis, tetapi bagi orang2 jang mengaku warga negara RI (kini: RIK) mungkin besar guna dan faedahnja, djika kami berikutkan pendapat dan kesan-kesan kami atasnja, sekedar pada garis-garis besar dan pokok2nja belaka.
1) Bahwa di Indonesia, sedjak 3 tahun ini, berdirilah dua negara, jang berbedaan hukum dan pendiriannja, berlainan sikap dan haluan politiknja, bertentangan maksud dan tudjuannja, tegasnja: berselisih, hampir dalam tiap2 hal, mulai dasar dan pokok hingga sampai kepada tjabang dan rantingnja.
2) Bahwa daerahnja adalah satu dan bersamaan, ialah: Indonesia.
3) Bahwa ra’jat-penduduknja adalah satu dan bersamaan pula, ialah : ra’jat Indonesia.
4) Bahwa tiada batas jang tertentu: daerah, tanah, air, rimba, bukit, laut, dll., jang boleh membedakan dan memisahkan, antara kedua negara itu; sehingga batas sematjam “garis demarkasi” tidak ada, dan tidak mungkin ada.
5) Bahwa ‘alamat di luar jang tampak (oleh pihak luar): RI. Tetapi isi jang se-sungguhnja, ialah:
a. Negara Islam Indonesia dan
b. Republik Indonesia Komunis.
6) Bahwa kedua negara tsb. sedjak hampir 3 tahun ini, ja’ni :
Sedjak 27 Desember 1949, senantiasa dalam keadaan permusuhan dan pepe-rangan, sehingga selama itu sampai kini Indonesia selalu terlibat di dalam “Perang Saudara”, Perang Ideologi, jang makin hari makin bertambah meng-hebat dan mendahsjat.
7) Bahwa tiada garis demarkasi jang tertentu bagi tiap2 pihak jang bertentangan, sehingga tiap2 kampung dan kota, tiap2 bukit dan pantai, tiap2 hutan dan ladang, sewaktu2 boleh mendjadi lapang peperangan, gelanggang (arena) adu tenaga antara dua kekuatan, dua kekuasaan dan dua negara itu, dalam sifat politis, militer, ekonomis dan lain2.
8) Bahwa karena perbedaan kedudukan kedua negara itu, dalam pandangan hukum dan politik, maka satu sama lain berlainan dan bertentangan pulalah tanggung-djawab terhadap kepada :
a. Ra’jat;
b. Tanah tumpah darah;
c. Mahkamah sedjarah, interinsuler dan internasional;
d. dan Mahkamah Allah, kini dan kelak.
Misalnja: Djika pihak R.I.K. hanja akan bertanggung djawab akan nasibnja ra’jat jang mengikuti langkah R.I.K. —dengan sadar atau tidak, dengan paksa atau tipuan— (djadi: bukan lagi sual “warga negara”), maka sebaliknja, Negara Islam Indonesia pun hanja akan bertanggung djawab atas nasibnja ra’jat, jang mengikuti ketentuan2 dan hukum2 jang berlaku di dalam lingkung-an Negara tsb.
9) Bahwa perlulah dinjatakan, bahwa (a) Ra’jat, (b) Daerah —negara— dan (c) Kekuasaan, adalah tiga factor jang terpenting, jang selalu mendjadi sasaran (maf’ul objekt) daripada setiap pihak jang bertentangan dan bermusuhan. Herankah kita, djika proces “Perang Saudara” ini memakan korban jang ti-dak terhingga besarnja, baik merupakan djiwa manusia maupun harta dan benda?
10) Bahwa tjatatan2 di atas perlulah kiranja, terutama bagi pihak RI —kini: R.I.K.—, kalau2 di dalam golongan atau pihak, jang masih sehat pikirannja dan djernih tindjauannja serta ‘adil timbangannja. Kemudian, tersilah!
--------------
BAB IX: PERHUBUNGAN ANTARA NEGARA ISLAM INDONESIA
DAN REPUBLIK INDONESIA
1. Dulu, pada mula pertama R.I. (R.I.S.) baru menerima “daulat hadiyah”, dikala itu ia dan segenap alat kekuasaannja mabok daulat. Oleh boneka (R.I.) jang mabok itu selalu dihambur-hamburkan berita dan tjeritera, omong kosong dan palsu, hasut dan chianat, tjurang dan serong, sesuai dengan djiwa dan perbuatan pemabok jang lupa daratan, hidup dalam alam chajal dan margajangan.
2. Pihak Negara Islam Indonesia beserta alat pemerintahan dan kekuasaan dihina, ditjer-tja dan ditjatji maki dianggap dan diperbuat sebagai “gerombolan”, pengatjau, pem-berontak, perampok dan lain2 istilah, jang hanja patut keluar daripada hati dan mulut-nja orang2 jang dendam dan marah, djengkel dan murka rendah achlak-budi-pekerti dan ketjewa hati.
Dengan “alasan2” jang serupa itu, maka dilakukanlah oleh pihak R.I. suatu perbuatan chijanat kepada Ummat Islam, ingin “membasmi gerombolan D.I. (Darul Islam, jang lazim dipakai untuk menundjukkan sebutan Negara Islam Indonesia hingga habis ledis, dan menghantjur-binasakannja”, katanja. Perbuatan chianat ini, jang dilakukan dengan “penggempuran jang membabi-buta”, sering pula di’umumkan dengan sombong dan tjongkaknja, dengan taktik serupa dengan djuru-bitjara Djerman dan Djepang —selalu “menang dengan gilang-gemilang” sadja—, semasa achir Perang Dunia Kedua
3. Perlulah didjelaskan, bahwa sebelum R.I. melakukan perbuatan chianatnja itu, maka terlebih dulu beberapa kali ia telah membuat sematjam panitja, jang hendaknja akan membuat hubungan antara R.I. dan N.I.I., dan dimana perlu —katanja— boleh mendjadi pengantara dalam “penjelesaian antara kedua belah pihak. Usaha penipuan jang demikian itu terus menerus dilakukan olehnja hingga sampai tahun 1951 jbl.
Jang ikut serta dalam perbuatan chianat ini, tidak hanja pihak militer dan sivil, R.I., melainkan djuga masja Allah! —‘alim-’ulama jang terkenal didalam kalangan Islam (jang kini kiranja belum perlu disebutkan nama2nja, karena mereka itu memperbuatnja tjuma sebagai “kuda tunggang” dan “kaki tangan” jang tidak sadar— ma’lum: buta politik, dan “takut”), jang di belakang, djika tetap tidak sadar dan insjaf akan kewadjibannja sebagai Muslim, terutama selaku pemimpin Islam, tentulah akan diperhitungkan lebih djauh.
Kepada mereka jang telah melakukan perbuatan chianat itu, meski jang tidak disengadja sekalipun., kami harapkan dengan tulus dan djudjur: Taubatlah! Tau-batlah! Taubatlah! Marilah kita bersama-sama melakukan tugas sutji, tugas Ilahy: menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia!!!
Kembali kepada “panitja penipuan” itu, bolehlah ditjatat:
A. Bahwa segala usaha tentulah gagal, dan memang sengadja “dibikin gagal”.
B. Bahwa maksud sesungguhnja, ialah: mengelabui mata ra’jat, menjumbat mulut-nja, dan lebih djauh “menutup mata dunia”, tegasnja: dunia internasional.
C. Bahwa kalau wali-Al-Fatah dan kawan2nja tempo hari (pertengahan tahun 1950 dikirim kedaerah Negara Islam Indonesia, untuk mendjadi “penghubung dan perantara” itu hanjalah tipuan pihak Iblis la’natullah semata. Demikian pula usaha Sadikin, Sutoko, Rukman, Lukas dan pengchianat2 jang lainnja.
D. Bahwa lebih djauh, maksud jang lebih dalam daripada “penipuan” itu, ialah: untuk menutupi kelemahan, kekurangan, kepintjangan dan kekosongan R.I. sendiri. Dan
E. Bahwa “last but not least” (jang terachir dan maha penting) dengan tjara demikian “rahasia Komunis di dalam R.I.” tidak akan terbuka, sedang pada masa itu penjelundupan komunis di dalam pemerintahan dan alat2 kekuasaan R.I. lagi berlaku dengan giat dan tjepatnja. Perebutan kaum Komunis jang serupa ini didasarkan atas suatu kejakinan, bahwa mereka (komunis Indonesia) tidak akan diberi lapang hidup, djika Negara Islam Indonesia berdiri dengan tegak teguhnja, di tengah2 masjarakat Indonesia. Semuanja ini dibuktikan dengan dokumentasi komunis, jang terampas oleh pihak Negara Islam Indonesia, beserta Tentara Islam Indonesia.
Oleh sebab itu, hai Ummat Islam dan pemimpin2 Islam: Awas dan waspadalah!!!
4. Sementara itu, pihak ‘umum djuga pers, jang tahu akan keadaan dan kedjadian jang sesungguhnja, tetap bungkam, tutup mulut.
Sebabnja, karena djika mereka suka bitjara atau menulis terus-terang, menurut keadaan jang sesungguhnja, maka mata dan tangan besi jang kedjam telah siap di sekelilingnja.
5. Di dalam waktu jang achir2 ini, setelah terbukti, bahwa segala usaha dan tindakan mereka, jang keras-kedjam, hasut chianat, selama hampir 3 (tiga) tahun ini, ternjata kandas, gagal dan tidak berdaja, maka barulah ada suara2 dan angin2 baru, tampak dan terdengar nama-nama: Negara Islam Indonesia, Tentara Islam Indonesia, dll.
Bukan se-kali2 karena pihak R.I. dan persnja —jang selalu masih tetap dalam penga-wasan antjaman dan tekanan sendjata, daripada tentaranja jang sombong dan se-wenang2 itu— ingin menghargai dan menghormati Negara Islam Indonesia! Melain-kan sikap jang serupa itu hanjalah menundjukkan kebingungan, kelemahan dan kedjatuhannja belaka!
Di dalam pers beberapa bulan j.l. a.l.l. di’umumkan oleh pihak djuru-bitjara-tentara, bahwa “N.I.I. pernah mengirimkan Nota2 Rahasia kepada pihak R.I.”, dengan tidak menundjukkan sepatah katapun, akan isi dan maksud jang terkandung didalam Nota2 Rahasia tsb. Dengan peng’umuman itu, chalajak ramai tetap bimbang, tetap tidak menerima penerangan dan keterangan jang selajaknja. Berkenaan dengan itu, maka pada ketika itu djuga kami membuat hubungan dengan Imam Negara Islam Indonesia jang kini untuk sementara waktu lagi tinggal diluar negeri —bagi kepentingan Negara Islam Indonesia—, bagi memperoleh perkenan (idzin) dari beliau, untuk memper’umumkan Nota2 Rahasia itu, bagi kepentingan Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia, jang selalu di’abui matanja, sehingga tidak tahu duduknja perkara jang sesungguhnja, dan djuga menghilangkan salah faham dan keliru sangka, baik dari pihak lawan maupun pihak kawan. Maka pada achir bulan j.l. kami memperoleh perkenan tsb. jang diharapkan itu, sehingga mudah2an dengan itu pihak R.I. tidak akan tetap melandjutkan sikapnja jang tidak tahu malu, masa bodoh dan berchianat kepada ra’jat dan negara.
Dengan per’umuman itu pula, maka Nota2 Rahasia —jang tadinja sengadja ditutup-tutup dan dirahasiakan— kini mendjadi Nota2 Terbuka, atau Surat2 Terbuka. Mudah2-an ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia terbuka matanja, tahu dan mengerti akan duduknja perkara jang sebenarnja, sehingga dimana perlu dan seberapa perlunja — boleh mendjadi Hakim didalam Mahkamah Sedjarah Dunia dimasa jang dekat. Kepada Dunia Merdeka, dunia internasional kami tidak kurang mengharapkannja, sudi apalah kiranja mengambil Nota2 Rahasia itu mendjadi tambahan bahan2, untuk menentukan sikap dan pendiriannja, mengenai Indonesia, dengan tindjauan jang benar dan timbangan jang ‘adil.
6. Berhubung dengan per’umuman Nota2 Rahasia itu —jang kini sudah mendjadi Nota2 Terbuka, atau Surat2 Terbuka—, baiklah kami menjatakan beberapa hal, untuk menolong dan memudahkan pembatja, didalam meneliti dan pendjeladjahan atasnja.
A. Nota Rahasia itu ada 2 bagian:
Pertama: bertarich 22 Oktober 1950, djadi kurang lebih 10 bulan daripada serang-an R.I. kepada Negara Islam Indonesia; dan
Kedua: bertarich 17 Februari 1951, hampir 14 bulan, kemudian daripada chianat-nja R.I., jang diperbuatnja terus menerus, tiada berhentinja.
B. Nota2 Rahasia tsb. ditanda-tanganinja dengan resmi oleh Imam Negara Islam Indonesia, S.M. Kartosoewirjo, dan di’alamatkan kepada Saudara Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia, dengan tembusan kepada Sdr. M. Natsir, selaku Perdana Menteri R.I. pada dewasa itu.
C. Kedua Nota Rahasia ini sudah diterima oleh masing2 mustahiqnja, tapi belum pernah mendapat balasan apapun dari pihak R.I.. Melainkan hanja dengan serang-an jang hebat dahsjat, dengan hasutan jang djahat, dengan blokade politik, militer, ekonomis dll., jang boleh diharapkan —sepandjang rentjana Abu-Djahal dan Abu-Lahab Indonsia,—: membunuh Negara Islam Indonesia, Agama Islam dan Ummat Islam Bangsa Indonesia seluruhnja.
Alhamdu-lillah! Rentjana Abu-Djahal dan Abu-Lahab itu kandas dan gagallah, dan ber’akibat sebaliknja! Dengan karena tolong dan kurnia Allah djua. Semen-tara itu, Rentjana Allah terus berlaku: mendlahirkan Kebesaran dan Ke’adilannja, ditengah2 masjarakat dan ummat manusia di Indonesia, berwudjudkan Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia!
Sekali lagi, Alhamdu-lillah! Dengan “latihan” jang diadakan oleh R.I. terhadap kepada N.I.I., dengan makan kurban jang tidak ternilai harga dan besarnja, maka makin hari Negara Islam Indonesia makin kuat dan sentausa, besar dan meluas.
D. Atas beberapa fatsal, jang termaktub di dalamnja, akan kami berikutkan pen-tegasan seperlunja. Periksa dan bandingkanlah: Lampiran 3 dan 4, Nota Rahasia pertama dan kedua!
7. Peringatan, perhatian, pertimbangan dan kesan tjukuplah diletakkan di dalam Nota2 Rahasia itu, oleh Pemerintah Negara Islam Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia, terutama tentang bangkit dan tumbuhnja bahaja dari dalam maupun dari luar.
Peringatan dan perhatian itu diberikan, pada masa R.I. baru mendjadi anggauta P.B.B. (Perserikatan Bangsa—United Nation Organization = U.N.O.), dua tahun bulat jang lampau. Walaupun demikian R.I. (Djakarta; kini: R.I.K..) telah menutup matanja dan menjumbat mulutnja, dan tidak mengabaikan sedikitpun djuga atas semuanja itu. Selama dua tahun ini, sudah banjak peristiwa2 jang terdjadi, interna-sional maupun interinsuler, jang sedikit banjaknja mempengaruhi kedudukan R.I.K., sehingga makin hari semakin bertambah2 sulit karenanja.
8. Politik Bebas (neutralitdit) R.I. jang tadinja diharapkan akan bersifat positif dan konstruktif, ternjata achirnja mendjadi negatif dan destruktif, sehingga karenanja Politik Bebas makin hari makin bertambah menjulitkan dan membahajakan kedu-dukan R.I. (R.I.K.) dalam lingkungan negara2 di Pasifik, istimewa mengenai rantai pertahanan.
Wal-hasil, Politik Bebas jang tadinja diharapkan akan mendjadi salah satu daja-upaja untuk “melepaskan Indonesia dari antjaman bahaja, dari luar dan dari dalam”, maka sekarang ternjata mendjadi “tambahan penjakit”, jang akan segera menjorong R.I. (R.I.K.) tjepat2 masuk kelobang kuburnja.
Mula-pertama, Politik Bebas itu hanja berwudjud politik “latjur”, politik “ronggeng” (flirterij), mentjintai si A. dan mengasih-sajangi si B., dengan tidak haluan jang tetap dan tentu, tiada sikap jang djelas dan tegas tiada tahu harga diri dan kehormatan Ma’na jang paling baik untuk menggambarkan “politik jang mentah dan setengah matang ini, paling tinggi, ialah politik “wandu” (bukan laki-laki dan bukan pula perempuan)”, jang oleh karenanja tentulah tidak akan mendapat kehormatan peng-hargaan dari pihak diluarnja. Politik latjur dan wandu ini masih djuga boleh dima’-lumi dan diperma’afkan, walaupun tentu merugikan negara, kehormatan dan kedau-latannja, jang hanja boleh dilakukan oleh orang, pihak dan golongan, jang berachlak rendah dan berbudi hina.
Tapi ....! Tapi ....! Tapi ....!
Ada akibat jang lebih berahaja dan berchianat daripada latjur dan wandu itu. Ja’ni: setelah pihak Merah sudah mulai masuk-meresap dalam tubuhnja R.I. (R.I.K.), maka Politik Bebas itu dipergunakan orang (batja: Pemerintah R.I.K.) untuk memindahkan kiblat, dari bebas ke Moskow.
Barang siapa jang teliti mendjeladjah sikap R.I. (R.I.K.) menghadapi dunia luar (politik luar negerinja), maka kesimpulan dan pendapat kami itu, Insja Allah, tidak djauh daripada kebenaran. Periksalah sikap R.I. terhadap (1) M.S.A., (2) T.C.A., (3) pengangkatan duta2 besar untuk Moskow dan Peking, (4) K.M.B. = R.T.C., (5) Irian Barat dll.!
Semuanja itu menundjukkan bukti jang njata, bahwa kutu2 dan ratjun Komunisme dapat hidup dengan subur dan berkembang biak, didalam tubuhnja R.I. (R.I.K.), jang selalu mempergunakan kamuflase (pendirian samaran) jang bernamakan “neutraliteit” alias Politik Bebas itu.
R.I. menjerahkan dirinja, untuk di-indjeksi dan di-infeksi oleh kutu2 komunis, dengan ratjun buatan Moskow. Awas! Hai, Ra’jat Indonesia! Pemerintahmu sendirilah, Pemerintah Republik Indonesia, jang berchianat: mendjual negara dan bangsamu, Negara dan Bangsa Indonesia!!!
9. Oleh pemerintah Negara Islam Indonesia diharapkan dan dipertimbangkan kepada pemerintah R.I. —periksalah: Nota Rahasia jang pertama, angka 11 !—, betapa hendaknja R.I. bersikap dan bertindak terhadap kepada Komunisme di Indonesia, jang sedjak dua tahun jang lalu sudah boleh di-raba2 diperhitungkan bahaja nasional dan bahaja internasional, jang boleh tumbuh daripadanja.
Antara lain dalam angka 11 disebutkan:
11. ...........................................................................................................................
a. Tiada suatu djalan lain, jang menudju kearah “keselamatan Negara dan Bangsa Indonesia”, melainkan: “Djika Pemerintah Republik Indonesia mulai sekarang djuga, dengan tjepat dan tepat, membasmi Komunisme, dalam tiap2 lapangan, “terutama sekali jang melekat di dalam tubuh “Pemerintahan Republik Indonesia dan alat2 kekuasaannja, dengan wudjud dan sifat apa dan manapun djuga”.
Lebih tjepat, lebih baik!
b. .....................................................................................................................
c. .....................................................................................................................
“Hendaknja disegerakanlah, melakukan tindakan jang tjepat dan tepat atas bahaja nasional dan internasional tersebut, jang pada hemat Kami, tindakan serupa itu adalah salah satu tugas jang wadjib mutlak bagi Pemerintah Republik Indonesia, untuk menghindarkan Negara dan Bangsa Indonesia daripada antjaman mara-bahaja jang amat dahsjat itu.”
..................................................................................................................................
Sikap dan pendirian jang diharapkan boleh mendjadi “obat” untuk R.I., dinjatakan pula didalam Nota Rahasia Kedua angka 7.
Periksalah: Lampiran 4, jang bersangkutan !
Walaupun demikian Pemerintah R.I. tetap tuli dan membuta-tuli, dengan sengadja, sadar dan insjaf, dengan pengetahuan dan pengertian jang tjukup.
Mengapakah R.I. tidak bertindak? Tidak beranikah? Takutkah kepada pihak merah dan agen2nja, jang siang malam berdjalan2 didepan istana mereka? Tidak mampukah (impotent)? Setudjukah kepada Komunis? ataukah R.I. memang komunis dan masuk golongan komunis? Rupanja kemungkinan jang terachir inilah jang paling dekat kepada kebenaran. Selandjutnja, apakah buktinja? Sebaliknja daripada apa jang di-harapkan. Bukan ia (R.I.=R.I.K.) membasmi Komunisme, semasa masih ketjil dan lemah, dikala 2 tahun jang lalu, melainkan (R.I.=R.I.K.) bersedia menerima Komu-nisme didalam tubuhnja, didalam pemerintahannja, didalam tentaranja, dan hampir didalam tiap-tiap lapangan hidup dan kehidupan, dinegara R.I. (R.I.K.).
Ini bukan dongeng dan tjeritera purba, melainkan bukti jang njata, jang setiap orang boleh menjaksikannja.
10. Adapun Sikap dan pendirian Negara Islam Indonesia sendiri terhadap kepada bahaja komunisme itu, dinjatakan pula dengan djelas dan tegas: (Nota Rahasia Pertama, angka 12) ...........................
12. Dalam pada itu, baik djuga kami menjatakan di sini akan Sikap dan Pendirian Pemerintah Negara Islam Indonesia terhadap bahaja Komunisme, bahwa sedjak mula berdirinja —7 Agustus 1949— telah ditetapkan:
“Pemerintah Negara Islam Indonesia dengan seluruh Ummat Islam Bangsa Indonesia beserta alat- kekuasaannja sudah, lagi dan akan terus menerus melakukan wadjib sutjinja. Membasmi bahaja-Negara, bahaja-Agama-Allah (Islam) dan ba-haja-Ummat itu, hingga sampai kepada akar-akar dan dasar-dasarnja”. ..................................................................................................
Pentegasan atasnja kiranja tidak diperlukan. Tjukup djelas!
11. Selain daripada itu, dalam Nota Rahasia tsb. dituliskan pula dengan terang2an dan dengan dada terbuka, hanja karena mengingat kepentingan Negara, Bangsa serta Agama semata2 a.l.l.:
A. Bahwa Nasionalisme tidak akan sanggup dan tidak pula akan mampu membasmi Komunisme, dan djika Komunisme mendjadi agressor, maka pihak Nasionalisme akan segera menjerah-kalah:
B. Bahwa tiada kejakinan, stelsel dan ideologi lainnja, jang dapat membendung arus Komunisme dan menghindarkan bahaja Negara, Bangsa dan Agama, melain-kan hanja Islamisme sadjalah.
C. Bahwa wadjib mutlak “membasmi Komunisme” harus dilakukan dengan tjepat, agar supaja Indonesia djangan hendaknja mendjadi Tiongkok kedua atau Korea kedua.
D. Bahwa djika R.I. lalai akan kewadjibannja jang pertama2 dan jang terutama itu —membasmi komunisme—, maka ia akan bunuh diri, dibunuh oleh alat dan pesawatnja sendiri, untuk kepentingan dan keperluan negara dan ideologi lain, ialah: Sovjet Russia.
E. Bahwa sual sekitar KMB Irian Barat dll. harus diteliti dengan bidjaksana, agar supaja djangan menambah besar dan dahsjatnja bahaja jang meng-antjam-antjam kedudukan Indonesia, dari dalam maupun dari luar. Berkenaan dengan kesulitan2 jang timbul sekitar sual Irian, dari sendirinja akan membawa ‘akibat (jang kurang enak) kepada ikatan bangsa2 dan negara2 di dalam rantai pertahanan Pasifik. Karena negara2 jang ikut serta, bahkan mempunjai peranan penting di dalam pemberian “daulat hadiyah” kepada Indonesia, adalah negara besar, jang berkuasa di pantai Pasifik , seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Perantjis.
F. Bahwa di masa jang dekat —tindjauan dan rabaan serta perhitungan hampir 2 tahun jang lalu— akan terdjadi Perang Segitiga jang kedua. Kini dengan per-lawan2 dan ber-angsur2, sedjak beberapa lamanja, sudahlah dimulai. Dan oleh karena sebagian besar proces ini berlaku “di dalam selimut” (dan memang diseli-muti), maka pihak luar (outsider) tidak banjak mengetahui dan mengertinja. Ini-lah suatu bukti, jang membenarkan tindjauan kita di atas, hampir 2 tahun jang lampau. Lebih djauh, periksa dan bandingkanlah dengan Statement Negara Islam Indonesia, No. IV/7 !
Masihkah orang menjangka, bahwa Pemerintah Negara Islam Indonesia kurang “goodwill” terhadap kepada Pemerintah Republik Indonesia, walaupun masih tetap bermusuhan dan tidak setudju kepada sikap dan pendirian serta dasar nega-ranja sekalipun???
Kiranja sekarang hanja tinggal menantikan “goodwill” (kemauan baik) daripada pihak Pemerintah Republik Indonesia!!! Terserah dan tersilah!
Tiap2 pembatja jang bidjak-budiman, kiranja dapat menentukan dan mengambil kesimpulan sendiri!
12. Kemudian di dalam Nota Rahasia Kedua, angka 8., dinjatakan pula dengan terang-terangan akan Sikap dan pendirian jang djelas dan tegas, mengenai Proklamasi ber-dirinja Negara Islam Indonesia, untuk memudahkan RI dalam usaha “pemetjahan” dan “penjelesaian” atasnja.
Antara lain dituliskan:
.................................................................................................................................
a. Proklamasi 7 Agustus 1949, adalah suatu tjurahan Kurnia Ilahy, atas Ummat Islam Bangsa Indonesia, satu idzin dan perkenan Allah jang berwudjudkan: “inti-pati (kristalisasi, realisasi dan manifestasi) daripada pengharapan, du’a, tekad dan ‘amal-usaha perdjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia”.
b. Oleh sebab itu, maka Proklamasi 7 Agustus 1949 merupakan hak sutji daripada atas Ummat Islam Bangsa Indonesia, jang tidak hanja harus serta wadjib dihargai dan dihormati oleh Ummat Islam sendiri, melainkan djuga oleh tiap2 bangsa diseluruh Dunia.
c. Hak sutji tsb. ......................................................................................................
(1) Jang mengenai isi, maksud dan wudjud bulat sempurna (essensial-substantif), ialah: Kemerdekaan bulat 100%, .................................................................
(2) Jang mengenai technik-pelaksanaan, ...........................................................
Selandjutnja, bagi Republik Indonesia boleh memilih:
“menerima dan mengakui Proklamasi 7 Agustus 1949, ataupun menolaknja”.
Dalam kedua2 kemungkinan itu, maka berdirinja Negara Islam Indonesia telah melahirkan sikap dan pendiriannja jang tegas, tidak ragu2 dengan bertanggung-jawab sepenuhnja. Periksalah: Nota Rahasia Kedua, angka 8, c., (1) dan (2)!
13. Achirul-kalam, sekali lagi dengan ini kami njatakan rasa-kemenjesalan kami dan pihak Negara Islam Indonesia, bahwa Pemerintah Republik Indonesia, jang kini praktis sudah mendjadi Republik Indonesia Komunis, telah mengabaikan segala pertimbangan, perhatian, peringatan dan kesan2 atas nasibnja Ummat dan Bangsa, Negara dan Agama, dimasa jang mendatang, berkenaan dengan antjaman bahaja dari dalam maupun dari luar, jang akan membunuh-mati dan menghantjur-luluhkan negara dan ra’jat Indonesia, sebagai negara dan bangsa di dunia.
Sajang! Sekali lagi, sajang! Kini sudah terlambat!
Walaupun demikian, kalau sekarang ini djuga, semasa Perang Dunia Ketiga belum meletus, Pemerintah R.I. suka mengubah sikapnja jang membuta-tuli dan keras-kepala, pura2 tidak tahu dan tidak sadar akan resiko jang boleh diderita oleh ra’jat dan ummat serta negara jang mendjadi pertanggung-djawab atas pundaknja, maka agaknja masih djuga terbuka djalan untuk menolong dan menghindarkan sebagian (ketjil) Ra’jat, daripada antjaman bahaja jang amat besar dan dahsjat itu.
14. Pendjadjahan Belanda telah lampau, pendudukan Djepang sudah berachir, Kemerdekaan (palsu) Indonesia lagi berdjalan, kalau nanti disusul dengan djadjahan komunisme, djadjahan ideologi, djadjahan politik, djadjahan militer, djadjahan eko-nomi, djadjahan Sovjet Russia djahanam.
Alangkah besarnja mara bahaja, dlahir dan bathin, dunia dan achirat, jang akan menimpa Indonesia, sebagai negara dan bangsa!!! Naudzu billahi min dzalik!
Pada zaman pendjadjahan Belanda, orang mengira, bahwa diduduki (didjadjah) oleh Djepang —karena katanja: “saudara tua”— lebih enak atau kurang pahit, daripa-da oleh Belanda.
Sangkaan itu salah belaka. Ra’jat djelata menderita, lebih daripada jang sudah-su-dah. Tiada kalam manusia, jang dapat menggambarkan dengan tepat, akan penderita-an ra’jat dlahir dan bathin, waktu itu!
Pada zaman Fascisme Djepang, orang meratap menangis, berdu’a kepada ‘Azza wa Djalla: “Kapan hari-kah Indonesia merdeka? Dan kalau Indonesia sudah merdeka, tentulah akan hilang segala hina dan papa, nista daan sengsara, melarat dan derita..!
Demikianlah agaknja gambaran-letupan djiwa ra’jat jang lagi tidak berdaja meng-hadapi Fascisme Djepang itu. Pada suatu detik jang ditentukan oleh Allah Pribadi, maka Indonesia mendjadi negara jang merdeka, walau hanja merupakan “daulat hadiyah” sekalipun. Lumajan djuga tapi apa latjur!
Sekali lagi, ra’jat ketjewa, ra’jat lebih sengsara, lebih menderita dalam segala2nja —ketjuali beberapa manusia, jang menamakan dirinja “pemimpin ra’jat, pemimpin negara dll”.—, lebih daripada zaman djadjahan Belanda, bahkan lebih daripada za-man pendudukan Djepang, Meskipun dipimpin oleh bangsa sendiri, bangsa Indonesia, dan sudah memiliki kemerdekaan pribadi, kemerdekaan Indonesia.
15. Tanda2 akan runtuh dan djatuhnja R.I. sebagai negara, sudahlah tampak dengan njata. Setiap orang, jang tidak sengadja menutup matanja, akan dapat menjaksikan matjam kebiadaban dan pelanggaran teradap kepada hukum, dan ke’adilan, kebe-naran dan kemanusiaan. Perkosaan kepada wanita termasuk salah satu kesukaan (liefhoberij) jang istimewa daripada T.R.I.K. djahanam itu, sedang perampasan hak dan harta benda ra’jat bukanlah masuk barang sesuatu jang luar biasa. Proces dege-neralisasi dan demoralisasi besar2an berlaku dengan pesat dan tjepatnja, ditengah2 masjarakat dan negara R.I.K.. Barang siapa tjoba2 membendungnja hanjut-lenjaplah didalam nja. Semuanja itu termasuk tanda2 jang njata, akan segera djatuh-runtuhnja R.I. (R.I.K.) sebagai negara.
16. Kini .... Ra’jat Bangsa dan Negara Indonesia (R.I.K.) lagi menghadapi sebuah djalan simpangan. Hendak ke kanankah (Blok Amerika)? Ataukah mau ke kiri (Blok Russia)? Wallahu ‘alam.
Di bawah ini kami akan tjoba menggambarkan “kemungkinan kedepan akan nasib Indonesia, beserta ra’jat dan negaranja”.
Semoga Allah berkenan memberi petundjuk langsung kepada kita sekalian, hingga terhindarlah kiranja Indonesia daripada antjaman mara-bahaja dunia, jang amat besar, hebat dan dahsjat itu! Dengan tolong dan kurnia Allah djua. Insja Allah. Amin.
------------
BAB X: INDONESIA MENDJELANG MASA DEPAN
Terapung ta’ Hanjut, Terendam ta’ Basah, Berdiri
ta’ Berakar, Bergantung ta’ Bertali.
1. Dengan memperhatikan apa jang telah kami rawaikan di atas, sekedar gambaran kasar atas keadaan dan kedudukan Indonesia, hingga kini, dapatlah kita mengambil peladjaran, mengupas dan mendjeladjah, meraba2 dan menggambarkan: apa gerangan nasib jang boleh dialami oleh Indonesia, Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia, di masa depan.
Suatu masa jang penuh dengan awan dan kabut jang tebal; suatu masa jang tidak mengandung “harapan baik”. Sungguhpun demikian, kita tidak perlu ketjil hati atau putus harapan (pessimistis), dan sebaliknja, kitapun djangan terlalu gembira dan berbesar hati (optimisme), sehingga atjapkali lupa-daratan, lupa kepada realiteit jang kita hadapi dan jang lagi kita indjak pada dewasa ini. Hendaknja kita berdiri di djalan-tengah itu, didjalan jang dirahmati dan diridlai Allah kiranja. Amin.
Isti’anah, istiqamah dan istitha’ah adalah pendirian ‘amal tiap2 Muslim terutama Mudjahid! Semoga Allah berkenan menuntun kita sekalipun, Ummat Islam Bangsa Indonesia beserta Ra’jat Indonesia seluruhnja, dan Negara Islam Indonesia kearah Mardlotillah Sedjati! Insja Allah. Amin.
2. Dipandang daripada sudut dan pendirian “orang dalam” (insider), maka penjakit jang menghinggapi darah dan djantungnja R.I. (R.I.K.) sudahlah meningkat demikian tinggi dan hebat, sehingga tidak mungkin ia (R.I.=R.I.K.) sembuh dan sehat kembali.
Adapun jang dimaksudkan per-tama2 sekali dengan istilah R.I. (R.I.K.) di sini, ialah: Pemerintah R.I., atau pemerintah R.I.K...
Adapun ra’jatnja, ummatnja, kiranja masih dapat diobati, ditolong, meskipun tidak semuanja. Sebab infeksi dipusat itu sudah mendjalar menghinggapi hampir tiap2 lapisan dan tingkatan masjarakat.
Lebih lanjut boleh ditegaskan, bahwa di dalam “permainan tjatur politik” ini, maka Ra’jat Indonesia hanjalah merupakan objekt (maf’ul), barang permainan belaka. Tidak lebih dan tidak kurang daripada itu.
Beberapa orang manusia jang menamakan dirinja “pemimpin”, itulah jang memper-mainkan nasib ra’jat. Dan di antara beberapa orang manusia itu termasuklah Peme-rintah RI, pemerintah R.I.K.. tahu dan sadar akan tanggung-djawabnja, terhadap kepada negara dan ra’jat Indonesia, lebih2 lagi djika sifat ksatrija tertanam di dalam djiwanja, maka Pemerintah R.I.K.. —pemerintah nasional kemerah2an dan merah-Moskow sekarang ini— harus dan wadjib mengundurkan diri!
Tetapi dengan sikap jang melekat pada diri, dan mengalir ber-sama2 darah peng-chianat, kita tidak boleh mengharapkan suatu sikap ksatrija daripadanja. Memang mereka sengadja hendak mendjual negara dan bangsa, kepada negara dan ideologi jang lainnja!
3. Lain halnja, djika Ummat Islam dilingkungan R.I.K. kuat dan sentausa, dan terutama memiliki keberanian jang mentjukupi, maka Insja Allah keadaan Indonesia tidak akan sesulit sekarang ini.
Tetapi siapa tahu, bahwa kuda-tunggang” dan “sapi peres”, jang selama itu hanja melakukan tugasnja “ditunggangi dan diperah”, oleh nasional kemerah-merahan dan komunis-merah, pada suatu sa’at jang ditentukan Allah, sadar dan insjaf akan tugasnja-wadjibnja jang sutji, diikuti dengan tindakan jang tegas:
“melemparkan nasional dan komunis-merah dari atas punggungnja, dan kemudian bertindak membasmi-membinasakan merah djahanam itu; mengabungkan diri bahu-membahu dengan kawan2 pedjuang sutji jang lainnja, mempersembahkan dharma-bakti kepada Allah: menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia”!
Djika terdjadi jang demikian, luar daripada dugaan dan sangkaan, alangkah besarnja kurnia Allah, jang dilimpahkan atas Ummat dan Pemimpinnja (Islam), jang selama 7 tahun ini hanja pandai “meng-hambakan diri kepada pihak nasional kemerah-merahan dan komunis merah Moskow itu”!
Mudah2an mereka segera dianugerahi tolong dan kurnia Allah, sehingga berani merobohkan masjarakat djahilijah, masjarakat kufur, beserta pemerintahnja jang djahil murakkab itu !!! Silahkan!
4. Apa jang disebutkan diangka 3. Masih masuk bagian “kalau”, belum boleh masuk perhitungan, hanja boleh “diharapkan”. Adapun jang sudah terang dan pasti, ialah: bahwa R.I. (R.I.K.) hanja tinggal merk dan ‘alamatnja. Isinja: merah muda dan merah tua.
Bilamana keadaan telah mengizinkan, sepandjang hitungan dan rentjana merah —mitsalnja Ho Chi Min dapat mengusai Indo-Tjina, atau Malaja dikuasaia oleh Komunis, atau R.R.T. sudah masuk menjerbu ke Burma, dan ...—, maka pada saat itu dengan mudah dan lenggang2 kangkung, dengan tidak segan dan sjak lagi, si-merah akan mengganti nama dan ‘alamat Republik Indonesia, mendjadi: Republik Ra’jat (Komunis) Indonesia Republik Sovjet Indonesia, atau nama lainnja, jang sekiranja sesuai dengan kehendak dan tjiptaan, intruksi dan recept komunis jang agresif itu. Tjatatlah baik-baik!
5. Di atas dinjatakan, bahwa sampai sekarang R.I. (R.I.K.) merasa puas dan merasa tjukup, mewarisi “nama” bangkai jang telah mati dan dikubur itu, beserta “undang2 dasar” dan pakaian jang lainnja, jang kini hanja merupakan “pindjaman sementara” (tapi tidak terbatas) itu. Sengadjakah?
Betul, sengadja, dan memang disengadja! Dan perbuatan “sengadja itu dilakukan menurut rentjana Merah Indonesia, dengan pimpinan Moskow.
Masih kurang kekuatan negara (karena tidak memiliki undang2 jang mendjadi sendi-nja), makin mudah pula merobohkan dan menggulingkannja, se-kurang2nja mudah diindjeksi dan diinfeksi, dengan ratjun dadjdjal la’natullah jang istimewa. Pemimpin2 nasional jang tahu, membiarkannja, bahkan sebagian besar membenarkannja! Hendak menentang arus tidak berani, dan tidak berdaja! Adapun pemimpin2 Islam, tetap tolol dan bodoh (ma’af), se-akan2 tidak tahu, bahwa dunia hendak ganti bulu, menukar kulit dan isinja! Mereka tetap manggut2 dengan kebodohan dan ketololannja, jang “old fashion” (lapuk) itu! Kasihan.
6. Keadaan pemerintahan (berstuur) R.I. morat-marit dan berantakan. Masih djuga pihak merah belum puas, ingin mempertjepat dan memperhebat proces kedjatuhan dan keruntuhan itu. Mereka melakukan aksi2 jang muluk2 seolah2 mereka adalah “satu2nja pembela marhain, sihina-dina”, mereka melakukan agitasi dengan kata2, jang seakan2 hendak membelah angkasa dan menelan dunia, serasi dengan rentjana dan tipuan dadjdjal la’natullah.
Padahal niat dan hadjat jang sesungguhnja ialah: merobohkan dan menghantjur binasakan negara, aksi destruktif semata. Sementara itu ra’jat mendjadi “permainan politik”, terombang-ambing, dengan tiada ketentuan arah-tudjuannja, tiada mem-punjai pedoman pegangannja.
Di kala katjau-balau dan keruh itu, si-merah mendapat kesempatan baik, dan memper-gunakannja dengan effektif. Mereka naik panggung, sambil menjanji lagu-lagu merah. Sedjenak mereka menundjukkan “sosial dan merahnja”, karena R.I. tidak demokratis, tidak sosialistis ......................................................................................
Di kala lain, mereka “menangis merintih-rintih” dan “meratap tersedu-sedu”, semasa menghadapi kaum buruh dan kaum tani jang dianiaja, dihina dan diperkosa .......... oleh majikannja, dan pemerintah R.I.! Main komedi, main tonil, main sulap ini ber-laku dengan leluasa, seidzin R.I. jang hendak dibongkar, dibasmi dan dibinasakannja!
Pada hakikatnja dalam hati-ketjilnja mereka tertawa tergelak-gelak, riang gembira dan suka-tjita, karena “obat merah” sungguh2 mudjarab dan “makan” dalam djantung hati R.I. dan masjarakat djahilijah.
Hatta, maka meradjalelanja kerusakan dan kesengsaraan didalam masjarakat, jang makin hari makin bertambah2 —kalau masih kurang, pihak merahpun siap-sedia untuk menambah kedjatuhan dan berantakkannja R.I.—, mendj’adilah dasar2 hidup-nja komunisme dengan subur dan ma’mur.
Masihkah ada orang jang sjak akan kenjataan ini??? Tambahnja kekatjauan, rampok, perkosaan hak, perbuatan sewenang-wenang, korupsi besar2an dan chianat, jang dilakukan oleh pemerintah R.I. (R.I.K.) sendiri, oleh pesawat2nja jang merupakan tentara, sivil dan pegawai2 lainnja, maka semuanja mempertjepat proces: lekas djatuh dan hantjurnja Republik Indonesia (R.I.K.) sebagai Negara.
7. Sedjak R.I. (R.I.K.) sakit, maka penjakitnja semakin hari semakin tambah keras dan berbahaja.
Nafasnja Senin-Kamis detikan darahnja tidak normal lagi, roman mukanja putjat, kurus, kering, laksana bangkai hidup.
Ia dirawat didalam rumah sakit “merah” dipelihara oleh dokter2 “merah”, dan didjaga oleh djuru2 rawat “merah”. Siang malam perawatan dilakukan dengan penuh hati2. Tiap2 saat mereka meneliti keadaan sisakit, memuthola’ah thermometer dan alat2 pengukur penjakit jang lainnja. Wal-hasil,, pemeliharaan dan perawatan di dalam rumah sakit itu “sempurna-lah” sudah. Tak kurang suatu apa.
Oleh karena si-dokter tidak hanja ahli didalam obat2an melainkan djuga mempunjai “spesialisasi jang istimewa” dalam bagian politik, terutama politik-merah, maka dalam melakukan tugasnja jang maha penting didalam rumah sakit, tidak lupa ia melihat2 dunia luar, tekanan hawa dan djurusan angin dunia. Perubahan djarum berometer internasional selalu mendapat perhatian sepenuhnja; sebuah alat pengukur tekanan hawa, aliran angin dan gerakan bumi, menundjukkan besar atau ketjilnja gelombang, memberi tanda2 akan datangnja angin taufan.
Bahwa panas angin berhenti, jang meliputi Moskow dan Peking, Washinton dan London, seolah-olah mendjadi tanda jang pasti akan datangnja mara-bahaja, jang akan menimpa ummat manusia seluruh dunia. Ini semuanja, tidak diabaikan oleh dokter jang lagi melakukan tugasnja dirumah sakit itu.
Selain daripada itu, mereka —para dokter dan djuru-rawat— selalu meneliti dan memperhatikan sa’at jang paling baik, bagi sisakit memenuhi panggilan Ilahy, pulang ke maqam abadi: sa’at jang dianggap menguntungkan bagi ummat manusia jang berhaluan dan bertjorak merah. Wal-hasil si-sakit dirawat dan dipelihara demikian rupa, sehingga ia boleh meninggalkan rumah sakit, menghadap Mahkamah Ilahy, tepat pada waktu jang direntjanakan, sepandjang rentjana manusia merah. Bila suatu sa’at R.I. menghampiri sakaratul maut, maka dikerahkannja-lah segala tenaga dan daja-upaja, untuk mendapatkan obat penjambung njawa dan pemandjang ‘umur. Itupun, djika waktu datangnja adjal dianggap “belum tepat”, sepandjang perhitungan dan rentjana merah, tegasnja: tanda2 jang ditundjukkan oleh barometer internasional belum tjukup mateng, untuk menundjukkan “belasungkawanja” atas mangkatnja orang besar R.I. (R.I.K.) itu.
Taruhlah R.I. sudah mati, dengan karena Kehendak dan Kekuasaan Allah djua, tapi waktunja “belum tepat” maka berita kematian itu akan ditutup rapat2, bangkainja akan dibalsem baik2 dan suasana gembira akan tetap meliputi rumah sakit itu, se-olah2 tidak terdjadi suatu peristiwa sedih-pahit suatu apapun: aman dan tenteram, ma’mur dan sentausa, sehat dan bahagia!
Sebaliknja daripada itu, kalau sa’at tepat jang dinanti2kan itu telah tiba —baro-meter telah menundjukkan dengan pasti akan mengamuknja angin taufan, langit sebelah Timur dan Barat sudah gelap gulita, halilintar peperangan telah menghambur-hamburkan apinja, jang menjambar2 seluruh dunia —, maka pada sa’at itulah para dokter “merah” tsb. akan mempergunakan “indjeksi” ratjunnja jang penghabisan”, jang akan menjudahi riwajat hidupnja R.I. lenjap dari muka bumi, menjebrang alam di balik kubur!
Inna lillahi wa inna ilaihi radji’un! Itulah kata2 jang terachir, jang mengantarkan majat ke ‘alam baqa.
8. Dalam sa’at jang genting-runtjing, seperti sekarang ini, jang didalam anggapan dan pandangan kaum Merah menguntungkan kedudukan merah seluruh dunia, maka sa’at itulah akan dipergunakan baik2, untuk melaksanakan tjita2nja; menelan dan memper-Sovjet-kan dunia. Djuga Indonesia.
Oleh sebab itu, maka mereka berdaja keras, untuk memperpendek ‘umurnja R.I. dan di atas kuburan R.I. itu mereka ingin mendirikan Negara Komunis di Indonesia. Semuanja itu menurut rentjana jang tentu, kalau perlu dengan paksa, ganas dan kedjam, jang tidak kenal batas hukum !!!
Dalam satu babakan tonil jang dipermainkan dan dipertontonkan oleh pihak Merah itu, dengan tidak ragu2 atau malu2, dengan hati munafiq dan tekad jang tidak djudjur, mereka akan ikut serta menghantarkan djenazah R.I. masuk kelobang kuburnja, kalau perlu dengan bertjutjuran air-mata (buaja???) dan belasungkawanja, dan mela-hirkan pidato di atas kuburan dengan semangat berkobar2 (lijkrede = talqin) serta melakukan upatjara lainnja, berhubung dengan djatuh dan mangkatnja seorang besar lagi kuasa, sahabat karibnja. Tetapi sepulangnja dari kuburan, maka “si-dadjdjal merah” boleh bersiul2 dan menjanji2 sepandjang djalan, lagu “Internationale”, de-ngan riang gembira dan suka-tjita jang ta’ terhingga.
9. Demikianlah gubahan merdeka, jang menggambarkan akan gerak-gerik pihak Merah (Komunis), didalam lingkungan R.I. (R.I.K.), jang tidak djemu2 dan malu2nja selalu menondjolkan dirinja, sebagai pembela bangsa, pemimpin negara, pentjinta damai dan pembebas manusia.
Sesungguhnja gambaran di atas, terlalu amat lunak dan sangat sederhana sekali. Padahal, keadaan jang lagi akan terdjadi itu, mungkin 1000 kali lebih hebat, lebih dahsjat daripada itu. Kerusakan, kemelaratan, kesengsaraan penderitaan....akan djauh lebih daripada apa, jang boleh digambarkan oleh pikiran dan kalam manusia. Dan kalau Komunis sungguh2 akan berkuasa di Indonesia —INSJA ALLAH HAL INI TIDAK AKAN TERDJADI —, alangkah besar dan dahsjatnja mara-bahaja, jang boleh timbul karenanja dan tumbuh daripadanja. Tiada seorang jang boleh menaksir dan memperhitungkannja!
10. Walaupun betapa pula kekeruhan dan kesukaran, jang lagi akan kita hadapi nanti, djanganlah sekali2 menimbulkan ketjewa dan putus harapan, lemah dan ketjil hati, melainkan semua itu hendaknja mendjadi tambahan bekal dan bahan, dalam usaha kita, mempersembahkan dharma-bakti sutji kehadlirat Ilahy: menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.
“Tiada penjakit jang timbul, melainkan telah disediakan obat penjembuh baginja! Tiada bhakti-sutji, melainkan disertai dengan godaan anak-tjutju Iblis la’natullah jang durdjana! Orang ta’ tahu harganja sehat, sebelum ia sakit! Orang ta’ tahu harganja merdeka, sebelum ia menderita! Makin hebat perdjuangan sutji menggelora, makin besar tinggi nilai harga daripada Kurnia Allah jang akan tiba”!
Alhamdulillah! Sementara itu, Negara Islam Indonesia berdiri. Makin hari makin meningkat tinggi, semata2 hanja karena tolong dan kurnia Ilahy. Kurnia Allah, hak sutji daripada Ummat Islam Bangsa Indonesia ini, kiranja boleh mendjadi factor ketiga (luar daripada nasionalisme dan komunisme), obat penjembuh penjakit negara dan masjarakat jang berbahaja itu.
Semoga Allah berkenan melimpahkan tolong dan kurnia-Nja atas Negara Islam Indonesia beserta sekalian penggalang dan pendukungnja, sehingga dipandaikan, ditjakapkan dan ditjukupkannja menunaikan salah satu bhakti sutjinja: “melepaskan, menghindarkan dan membebaskan Ra’jat Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia daripada antjaman mara-bahaja dunia dan achirat itu. Insja Allah. Amin.
Mengingat segala jang tertulis di atas, maka disa’at jang genting, runtjing dan kritik itu, Negara Islam Indonesia tidak akan tinggal diam, melainkan akan berbuat dan bertindak sepandjang rentjananja: ikut tjampur tangan, menentukan nasibnja Negara dan Bangsa, Agama dan Ummat hanja karena wadjib, tugas dan pertanggung-djawab, jang diletakkan atas pundaknja belaka. Pada dewasa itu berkobarlah Perang Saudara, Perang Ideologi, perang adu tenaga, perang darah dan besi, perang didalam selimut (dalam kalangan bangsa Indonesia di Indonesia), bertikai-bertikam didalam satu sarung, lebih hebat dan dahsjat, daripada apa jang telah dan lagi berlaku hingga kini. Mungkin Perang Saudara tsb. merupakan “Perang Segitiga Kedua”, landjutan daripada jang sekarang lagi berdjalan, djika sementara itu pihak Nasionalisme belum berantakan dan merupakan front tersendiri. Dan mungkin pula perang saudara itu merupakan Perang antara Islamisme dan Komunisme, djika sementara itu pihak Nasionalisme sudah mentjapai keruntuhan dan kedjatuhannja sedemikian rupa, sehingga tidak mewudjudkan factor sendiri, didalam pertentangan hidup (struggle for life) mati-matian itu.
Tegasnja: didalam kemungkinan (kedua) ini, maka Perang Saudara tsb. akan berlaku, kemudian daripada Perang Segitiga Kedua, di Indonesia. Sampai dimana benar atau salahnja perhitungan kami ini, sedjarah Indonesia dan riwajat dunia jang akan datang, akan membuktikannja.
11. Dalam pada itu, djangan sekali2 dilupakan kedudukan Indonesia menghadapi dunia luar, dunia internasional, dan sebaliknja, sikap dunia internasional atas dan terhadap Indonesia.
Sedjak mula berdiri, maka Indonesia tidak pernah mendasarkan laku-langkahnja dan sepak-terdjangnja atas kekuatan, tenaga dan kehendak ra’jat; tidak berdiri atas akar kuat jang menantjap didalam tanah (ra’jat); tidak mengindjak djalan jang njata (rieel) melupakan keadaan ra’jat; melainkan selalu memalingkan mukanja daripada ra’jat, mengkiblat kearah jang ditundjukkan oleh djarum pedoman internasional, tergila2 kepada “dunia luar”, jang pada lazimnja bernamakan: International minded.
Kiranja tidak djauh daripada kebenaran dan kenjataan, bila kita menggambarkan kedudukan Indonesia keluar, sebagai pepatah: “Terapung ta’ hanjut, terendam ta’ basah, Berdiri ta’ berakar, bergantung ta’ bertali”
Tafsir lebih djauh periksalah uraian di bawah.
12. Dengan karena pendirian tsb., maka Indonesia selalu bertjumbu2an dengan dunia luar, dunia internasional. Perhubungan, ikatan dan persambungan keluar itu achir kemudiannja meningkat demikian rupa, sehingga mendjadi pegangan, tongkat dan dasar, dimana ia (Indonesia) berakar memperoleh hak2 dan zat2 hidupnja.
“Atlantic Carter” didjadikan primbon, tempat dan pangkal Indonesia menjandarkan dirinja: menuntut dan menentukan nasib dirinja, nasibnja sesuatu bangsa jang patut memiliki sesuatu negara di dalam lingkungannja sendiri, jang biasanja disebut dengan istilah: “self-determination”.
Tjeritera punja tjeritera, runding punja runding, achirnja berlangsunglah K.M.B. (R.T.C.) dimana pihak Belanda didesak dan terdesak disatu sudut: harus mengakui Kemerdekaan Indonesia. Waktu itu, dunia masih tengah-tengahnja djemu kepada perang, ‘akibat daripada lelah-letih disebabkan Perang Dunia Kedua.
Wal-hasil, perang harus berhenti, keamanan dan kema’muran didalam tiap2 negeri —djuga di Indonesia, jang masuk salah satu daerah-pengaruh Blok Amerika— harus segera dilaksanakan. Sedjak itu, Indonesia mendjadi merdeka, walaupun tidak 100%.
Rupanja memang sengadja, Indonesia dimasak dan dibuat setengah matang, berkat ketjerdikan para diplomat dan politikus internasional pada waktu itu; untuk mendjaga “kemungkinan” di masa depan, sambil menantikan bukti jang njata.
Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, maka achir kemudiannja sampailah kepa-da tahun 1952. Kini, keadaan sudah berbeda, berlainan daripada tahun 1949, tahun kelahiran “daulat hadiyah”, kurnia atas Indonesia.
Meskipun Perang Dunia Kedua dengan resmi telah disudahi, tetapi sisa2 api batu-bara internasional masih tetap menjala2, mendjilat dan membakar-bakar, menimbul-kan huru-hara dibeberapa tempat di dunia.
Teradju dan mizan internasional mulai gojang lagi. Insiden di tempat2 pengawasan —negara2 muda, negara2 baru, negara2 boneka (satelliet) dari masing-masing blok, pihak— mulai terdjadi. Makin hari, makin bertambah ramai, hangat dan panas. Lama kelamaan orang tidak lagi memikirkan “damai”, walaupun selalu berteriak2 “damai dunia, damai dunia”! Tetapi orang ber-siap2 untuk menghadapi perang, memperlengkapkan alat perang, dan menjempurnakan tenaga perang. Keadaan ini, bolehlah digambarkan di dalam pepatah purba: “Si vis pacem para bellum”, Djika engkau menghendaki damai, bersiaplah untuk berperang!”
13. Kini keadaan internasional sudah sampai pada tingkatan kritik.
Peralihan tentara, kesibukkan diplomasi dan lain2 usaha, menundjukkan akan segera datangnja “taufan mara bahaja”. Perang Dunia Ketiga, Perang Brata Juda Djaja Binangun. Tanda-tandanja sudah tampak, dengan terang dan njata. Meski pihak jang ingin damai (Pasifisten) sekalipun tidak akan dapat menjangkal kebenaran dan kenjataan ini. Maka pada suatu sa’at, dengan pilihan Allah langsung, Perang Dunia Ketiga akan meletus. Seluruh dunia akan terdjilat oleh api peperangan itu. Djuga Indonesia tidak mungkin menghindarkannja, terutama djika ditilik daripada sudut kedudukan Indonesia didalam lingkungan bangsa2, dan rantai pertahanan blok Amerika, di Pasifik. Ditambah lagi, letaknja Indonesia, ditengah2 dan disekeliling negara2 blok Amerika.
14. Mungkinkah Indonesia dapat tetap mempertahankan kedudukan dan sikapnja, jang bernamakan “Politik Bebas” (neutral) itu? Dengan tiada sjak dan ragu2 sedikitpun, bolehlah kami djawab:
Tidak! Sekali-kali tidak! Indonesia dimasa Perang Dunia Ketiga j.a.d. tidak mungkin tetap berpegang kepada politik-bebasnja. Kalau Indonesia tidak mau ikut perang, maka ia akan dipaksa ikut serta, kalau perlu dengan paksa dan kekerasan.
Adanja Blok ketiga, jang diharapkan akan boleh mendjadi pengantara dan pentjegah Perang Dunia Ketiga, akan tetap tinggal “impian” belaka.
15. Siapakah jang mula-pertama akan “memperlindungi” (protect) Indonesia? Lebih dulu, baiklah kita peringati akan berita jang 90% resmi, disiarkan oleh Party Demokrat A.S., dalam konferensinja jang di’umumkan pada tg. 23 Djuli 1952, jang a.l.l. menjatakan:
“bahwa Indonesia tidak disebut dl. daftar negara-negara sahabat Amerika Serikat”. Sedang India jang djuga berhaluan “politik bebas” dimasukkan dalam daftar sahabat tsb. Apalagi Pakistan, Australia, New Zealand, Pilipina dan Djepang.
Dengan ini njatalah sudah, bahwa bukan karena “politik bebas”-nja Indonesia tidak diakui “sahabat”, melainkan semata2 karena ke-komunis2-annja. Gutji wasiat merah Indonesia, sudahlah terbuka, Kembali kepada sekitar sual “siapa jang akan memper-lindungi mula pertama”, maka sekedar rabaan dan pendjeladjahan kasar hingga sa’at ini, ialah: Blok Amerika, dipelopori oleh Belanda dan Australia.
Peringatilah: peralihan tentara Belanda tjepat2 ke Irian, salah satu mata-rantai perta-hanan di Pasifik; sikap Belanda dalam sual2 sekitar K.M.B., Irian Barat d.l.l. lagi; djangan pula diabaikan kesibukan PM Australia pada achir2 ini, terutama mengenai kedudukan Irian Barat, berhubung dengan tuntutan-tuntutan daripada pihak Indonesia, jang sikap Australia atasnja sungguh2 tidak menggembirakan Indonesia; belum terhitung pengintaian terang-terangan dari pihak asing —Australia dan Belanda— atas daerah Indonesia dan pembentukan Pakta Pasifik. Sebodoh-bodoh keledai, kiranja dapat pula mengerti dan memahami, apa harga dan artinja segala matjam kesibukan politik, peralihan serta gerakan militer di daerah Pasifik Barat, berkenaan dengan kedudukan Indonesia!!! Tentang hal ini pun Pemerintah Negara Islam Indonesia seperlunja, semasa Kabinet-Natsir. Hanja karena mengingati nasibnja Indonesia dimasa jang akan tiba. Tetapi sajang seribu kali sajang!
R.I. (kini R.I.K.) tetap keras kepala! Peringatan dan pertimbangan jang sebaik itu tidaklah pernah mendapat penghargaan daripadanja.
16. Sekarang, baiklah kita mengambil kesimpulan atas rawaian di atas, tentang “nasib Indonesia, kini dan kelak” :
A. Selambat2nja pada sa’at meletusnja Perang Dunia Ketiga, Party Komunis Indonesia akan melakukan Coup d’ etat; perampasan kekuasaan jang ketudjuh di dalam sedjarah Komunis di Indonesia, terhitung mulai tahun 1926. R.I. mau atau tidak mau, harus tekuk lutut, menjerah kalah. Tenaga musuh (merah) dari dalam (Infiltrasi) dan tenaga dari luar (kekuatan sendjata) akan menjudahi njawanja R.I..
B. Negara Islam Indonesia tidak akan tinggal diam, akan berbuat dan bertindak, dimana perlu dan seberapa perlunja. Bagi kepentingan Negara dan Agama, Um-mat dan Bangsa.
Oleh karenanja, berkobarlah: Perang Saudara, Perang Ideologi, Perang antara Islamisme dan Komunisme, dengan dahsjatnja.
Perang Saudara itu akan berlaku terus-menerus, hingga Allah berkenan mendla-hirkan Ke’adilan dan Kebesaran-Nja di-tengah2 bumi Allah, Negara Islam Indonesia, berdeka dan berdaulat 100%. Insja Allah. Amin.
C. Dalam pada itu, maka pihak jang hingga kini masih mentjatatkan diri dalam daftar Nasional terpaksa atau sukarela, harus dan wadjib memilih pihak. Sebab, pihak jang ketiga, pihak penonton dan mudzabzab, tidak lagi mungkin ada, pada masa itu. Pihak ini jang berpendirian “untung anteng” akan tersapu dari muka bumi. Berhubung dengan itu, baiklah kami nasihatkan: Baiklah siang2 memilih pihak djangan ketinggalan.
D. Pihak Sekutu atau Blok Amerika kiranja jang akan menduduki Indonesia. Ia masuk sebagai sahabat, dengan Indonesia memihak pada bloknja. Dan seba-liknja, ia datang sebagai musuh djika Indonesia memihak kepada Russia. Dan kalau Indonesia tetap memegang “politik bebasnja”, maka Indonesia akan dianggap sebagai “tanah jang ta’ bertuan” ( .......land), dimana tiap2 orang dan pihak boleh berbuat sekehendaknja, menurut kepentingan dan keperluannja sendiri2. Boleh pilih, silahkan!
Kemungkinan Indonesia akan dapat mempertahankan “politik bebasnja” tidak dapat diperhitungkan, karena djika Indonesia sungguh2 hendak tetap “neutral”, maka ia harus sanggup dan mampu menghadapi serangan kedua belah pihak bersama-sama.
Berdasakan kepada realiteit jang ada, maka perhitungan sematjam itu mati “chajal” atau “impian” belaka..
E. Pada salah satu detik didalam masa Perang Dunia Ketiga itu, selambat2nja Insja Allah, Republik Indonesia akan menghembuskan nafasnja jang penghabisan, menjudahi riwajatnja jang tragis dan menjedihkan itu. Tegasnja: ‘umurnja R.I., tidak akan memandjang, lebih daripada satu detik dalam Perang Dunia j.a.d. Insja Allah.
Kemungkinan R.I. masih dapat tahan hingga selesainja Perang Dunia Ketiga tidaklah dapat diperhitungkan.
F. Tinggallah sekarang sual: “Mana dan apakah kekuatan dan kekuasaan jang nanti akan memegang peranan penting, dalam menentukan sedjarah dan nasibnja Indonesia dimasa jang akan tiba?”
Djawab atasnja, dengan singkat, kami njatakan sebagai jang berikut:
1) Kalau Indonesia dipegang dan dikuasai oleh Komunis, maka Indonesia akan menghadapi mala-petaka jang amat hebat, dan dahsjat, lebih daripada jang hingga kini boleh di’alami dan diderita oleh bangsa Indonesia. Negara Komu-nis Indonesia berarti: La’natullah dan kutuk bagi Indonesia dan seluruh Dunia Merdeka. Apalagi, letaknja Indonesia didjalan simpangan di dalam rantai pertahanan Amerika, di Pasifik. Oleh sebab itu, kiranja tiap2 negara jang mempunjai kepentingan dan sangkutan dengan Indonesia, tidak akan lengah dan tidak akan membiarkan proces Komunis itu berlaku dengan leluasa di Indonesia.
2) Mengingat dan menghadapi bahaja jang amat besar bagi Negara, Agama dan Ummat Manusia, terutama di Indonesia, maka dengan kesadaran dan keinsjafan serta pertanggungan-djawab jang sepenuh2nja:
”Negara Islam Indonesia, beserta seluruh Ummat Islam Bangsa Indonesia, dan alat serta pesawat Negara Islam Indonesia, akan berdaja-upaja dengan segenap kekuatan dan tenaganja, dlahir maupun bathin, untuk menghindarkan dan mengejahkan bentjana dan bahaja, jang mengantjam-antjam itu, hingga Allah berkenan mendlahirkan Keradjaan-Nja di tengah2 nusantara Indonesia, Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, merdeka dan berdaulat 100%.”
Semoga Allah berkenan melimpahkan kekuatan sebanjak2nja, tolong dan kurniaNja atas Ummat Islam Bangsa Indonesia, chususnja atas kaum Mudja-hidin, jang kini lagi tengah mempersembahkan dharma bhaktinja kepada Azza wa Djalla semata. Insja Allah. Amin.
3) Djadi, kalau Ummat Islam Bangsa Indonesia dan Ra’jat Indonesia ‘umumnja mustahiq menerima tjurahan kurnia Ilahy, Insja Allah, dimasa depan, Indonesia akan mendjadi Negara Islam Indonesia. Mudah2an rentjana, gambaran dan hitungan kami ini dibenarkan Allah, sehingga tertjapailah, tjita2 tinggi dan mulia daripada Ummat Islam Bangsa Indonesia: membina dan men-dukung “Daulat-Islamiyah” di Indonesia. Insja Allah. Amin.
4) Tindjauan, pendapat dan kesimpulan ini, kami njatakan dengan se-objektif mungkin. Bukan kami seorang muslim-mudjahid-penggalang N.I.I. Djuga bagi tiap2 orang di luar Islam, di luar medan djihad, di luar negeri sekalipun, jang suka menggunakan pikirannja jang sehat dan timbangannja jang djudjur dan ‘adil, berdasarkan atas kenjataan, Insja Allah akan sampai kepada pendapat dan kesimpulan jang kami uraikan di atas.
17. Indonesia di atas Peta Dunia Baru
A. Kemudian daripada Perang Dunia Ketiga, maka akan dilangsungkan Perdjandjian Damai, dimana ditentukan nasibnja tiap2 bangsa dan negara, di seluruh dunia. Djuga nasibnja Indonesia.
B. Djika perhitungan kami tertera di atas dibenarkan Allah, maka di atas Peta Dunia Baru jang akan dibuat nanti: Indonesia akan merupakan Daerah Negara Islam Indonesia.
C. Demikianlah harapan, du’a, kejakinan dan perhitungan kami. Mudah2an Allah berkenan membenarkan dan mengidjabahnja. Insja Allah, Amin.
--------------
+
Dengan keterangan dan kupasan ringkas di atas, ditjukupkan kiranja, sekedar untuk menggambarkan Harapan dan Hari Depan Indonesia. Kemudian terserah dan tersilah!
Kepada para Mudjahidin seluruhnja, sekalian penggalang dan pendukung Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, dengan ini kami serukan:
“Bersiap! Songsonglah turunnja tjurahan Kurnia Ilahy!
Selamat berdjuang! Ila Mardhatillah!
Hingga keradjaan Allah berdiri dengan tegak teguhnja di tengah-tengah Masjarakat Indonesia
Juqtal au jaghlib !”
Fi ‘Aunillah, 7 Agustus 1952
Kuasa Usaha
Komandemen Tertinggi Angkatan Perang
Negara Islam Indonesia
I. HUDA
No comments:
Post a Comment