JILID 2
Bismillahirrahmanirrahim
7 AGUSTUS 1949
PROKLAMASI BERDIRINJA NEGARA ISLAM INDONESIA!
Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah wasjsjukru lillah! Allahu Akbar!!
Segala pudji hanja dipersembahkan kepada, Dzat Jang Maha Tunggal, Pemelihara dan Pelindung segenap Mudjahidin serta Pendjaja seluruh A.P.N.I.I.!
Sjahdan, maka himpunan “Pedoman Dharma Bakti” hendaknja dianggap sebagai persembahan bakti-sutji kami beserta kaum Mudjahidin seluruhja kepada Allah ‘azza wa djalla semata. Semoga Ia berkenan menerimanja. Insja Allah, ‘Amin.
Kepada Pemimpin-pemimpin Mudjahidin, Pemimpin N.I.I. dan Komandan T.I.I. diharapkan, sudi apalah kiranja memakai dan mempergunakan, selaku pedoman dan pegangan ‘umum, tuntunan dan bimbingan, bagi membawa Ummat, Bangsa dan Negara ke satu-satunja arah: Mardlotillah sedjati, dunia achirat!
Demikianlah harap dan du’a singkat daripada penghimpun dan penerbit.
Wa’adallahulladzina amanu minkum wa-’amilussalihati lajastachlifannahum fil- ardli kamastachlafalladzina min qablihim......Inna fatahna laka fat-han mubina...........Insja Allah. Amin. Bismillahi.......Allahu Akbar!........
Juqtal au jaghlib!
Wassalam,
P.S.R., 5 Oktober 1960
Madjlis Penerangan N.I.I.
Kepala: T.J. KARMA JOGA
------------
Bismillahirrahmanirrahim
KALAM PENGANTAR
1. Bismillahi tawakkalna ‘alallah, lahaula wala quwwata illa billahil-’aliyil-’adzim. Allahumma Iyaka na’budu, wa iyaka nasta’in, ihdinassirathal-mustaqim.
2. Alhamdulillah, pada tanggal 7 Agustus 1949, Ummat Islam Bangsa Indonesia mene-rima kurnia jang maha besar, ialah: Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia.
3. Sedjak mula ditanda-tanganinja “perdjandjian politik dan militer” antara Republik Indonesia dan Belanda jang lazimnja diberi nama “Statement Rum-Royen” (7 Mei 1949, djam 17.00), maka hudjanlah pertanjaan dari berbagai-pihak, betapakah ge-rangan sikap dan pendirian kita terhadap kepada Statement tsb.
4. Pertanjaan serupa itu tidak hanja disampaikan oleh chalajak ramai, melainkan djuga oleh beberapa ahli politik dari berbagai-bagai aliran dan haluan.
5. Sajang, seribu kali sajang; bahwa pertanjaan2 jang seperti itu, terutama sekali jang mengenai (1) caese fire –penghentian tembak menembak– dan (2) Round Table Conference –Konferensi Medja Bundar–, selalu tidak mendapat djawaban jang memuaskan, bahkan adakalanja kita menjatakan penolakan dengan terus terang, karena:
1) “Perdjandjian” tsb. hanjalah mengenai pihak jang membuat perdjandjian itu sendiri;
2) Kita berdiri di luar lingkungan kedua belah pihak jang bersangkutan;
3) Kita tidak ikut tjampur-tangan, tidak menanggung resiko dan tidak bertanggung djawab kepada siapapun djuga, dalam hal “perdjandjian” atau “statement” itu;
4) Kita tidak suka mendjadi “tukang nudjum” atau “tukang ramal” djuga didalam su’al ini, melainkan “perdjandjian” jang tadinja bersifat “sementara” itu, kita ingin dulu menjaksikan dan menjatakan bukti pelaksanaannja.
6. Kepada sekalian pihak, jang tempo hari hingga saat jang achir2 ini tidak/belum me-nerima balasan jang tegas serta memuaskan, sudi apalah kiranja memberi ma’af banjak2!
7. Sekarang, sudahlah tiba sa’atnja untuk memberi uraian jang ringkas, tapi tjukup djelas dan tegas tentang sual jang amat berbelit-belit dan sukar-sulit itu, ialah sual2 jang langsung atau tidak langsung mengenai nasibnja ra’jat bangsa kita diseluruh Indonesia, terutama mengenai nasibnja Ummat Islam Bangsa Indonesia. Malahan sual ini boleh dianggap sebagai sual jang akan menentukan hidup dan matinja, luhur dan hantjurnja, laksana dan kandasnja perdjuangan kemerdekaan, baik kemerdekaan nasional maupun kemerdekaan agama, dalam arti kata jang seluas-luas dan sesem-purna-sempurnanja.
8. Semoga Allah berkenan mentjurahkan taufiq dan hidajat-Nja atas segenap lapisan Ummat Islam Bangsa Indonesia, jang lagi melakukan tugas sutji, demikian pula berkenanlah kiranja Ia membenarkan marang apa jang hendak dirawaikan di bawah ini, sehingga mendjadi obor pelita dan petundjuk djalan, baik bagi kawan maupun lawan, dalam menghadapi usaha sutji, ialah: menggalang Negara Kurnia Allah, Ne-gara Islam Indonesia. Insja Allah. Amin
------------
BAB I
BAGIAN ‘UMUM
1. Bila kita hendak mendjeladjah dan mengupas sesuatu hal, terutama djika hasil dan natidjah (kesimpulan-pen.) pendjeladjahan dan kupasan itu hendak kita ambil sebagai pokok, dalam membuat tindjauan politik (politieke-visie) jang objektif, dan kemudian mendjadi bahan untuk memperdjuangkan politik di medan inter-insuler maupun hingga medan internasional, maka antara lain djanganlah hendaknja kita melupakan kepada riwajat perdjuangan kemerdekaan dimasa lampau.
2. Sengadja dalam tulisan ini, tidak diambil dan diulangi riwajat perdjuangan kemerde-kaan sedjak semula diusahakan orang di Indonesia, ialah “perdjuangan kemerdekaan nan usang.” Melainkan dalam tulisan jang sesingkat ini, ditjukupkan agaknja dengan memuat ichtisar daripada perdjuangan kemerdekaan, sedjak proklamasi kemerdekaan Indonesia, sedjak petjahnja revolusi nasional di Indonesia, atau sedjak berdirinja Negara Republik Indonesia, atau sedjak berdirinja Negara Republik Indonesia (17 Agustus 1945), selama 4 tahun ini. Itupun dilakukannja dengan amat ringkas sekali, sebab hal ini dianggap telah diketahui dan dima’lumi oleh chalajak ramai!
Untuk menambah djelas dan tegasnja penglihatan kita dalam hal ini, silahkan sekali lagi mengulangi beberapa ma’lumat dan keterangan serta penerangan dari Madjlis Penerangan, terutama karangan Abu Darda dan Huru Hara. Silahkan.
--------------
RIWAJAT RINGKAS PERDJUANGAN KEMERDEKAAN
SELAMA 4 TAHUN (1945-1949)
1. Daripada ichtisar jang dilampirkan bersama tulisan ini, kiranja sekalian pembatja dapat melihat dan mengetahui serta mengukur sendiri, betapa grafik perdjuangan kemerdekaan nasional, selama 4 tahun bulat ini.
2. Mula pertama, ketika revolusi nasional lagi berkobar dan menggelora di seluruh Indonesia, seakan-akan telah masuk dalam pintu gerbang kemerdekaan Indonesia jang sedjati.
3. Pada waktu itu segenap lapisan masjarakat ikut serta. Tidak hanja jang memang asli “pedjuang kemerdekaan” dimasa jang sudah, ketika dizaman kolonial Belanda da-hulu hingga pendudukan Djepang. Tetapi djuga segala matjam pengchianat bangsa dan pendjual agama, jang karena sengadja atau karena tidak disengadjakan oleh pihak pendjadjah, ikut berdjuang!!!
4. Kemudian –sekarang djuga– kita dapat menjaksikan siapakah golongan dan pihak serta orang2 jang berdjuang dengan sesungguhnja, pedjuang sedjati, dan siapakah pedjuang palsu.
5. Tiap2 kali revolusi nasional hendak menggelora dan menjapu sampah2 masjarakat, tiap2 kalinja itu dihambat, dihalangi dan dirintangi oleh berbagai-bagai randjau dan penghalang, dari pihak Belanda pendjadjah, baik jang ada dalam tubuhnja peme-rintah Belanda sendiri maupun jang sudah masuk-meresap dalam darah-daging dan djantungnja pemerintah Republik Indonesia.
6. Dalam riwajat jang amat tragis, memilukan dan menjedihkan itu, maka berkali-kali “bahtera-republik” terdampar atas batu karang jang amat tjuram sekali. “Berkat” usaha diplomasi, jang dilakukan oleh djago2 alias pemimpin republik! Itulah makan-an jang didjandjikan “Belanda”, jang berisi ratjun bagi perdjuangan kemerdekaan Indonesia.
7. Naskah Linggardjati bernatidjahkan “repot” dan “rewel.” Tetapi lumajan, untuk menaikkan Sjahrir di atas panggung “politik kolonial”. Biar negera dan ra’jat rugi —dlohir dan bathin— tapi Sjahrir jang “ketjil” itu mendjadi “tuan besar”, tjukuplah sudah agaknja. Jang lebih menta’adjubkan lagi, sebagian besar lapisan masjarakat menjetudjui N.L. itu, dengan karena ketjerdikan tipu-daja jang propagandistis, jang dihambur-hamburkan oleh pihak republik sendiri.
Istilah “International minded” (batja: internasional maindid) mendjadi alasan jang maha penting. Hanja benteng Republik Indonesia “marhum” dan Masjumi serta keluarganja jang berani terang-terangan menjatakan “tidak setudju” kepada N.L. itu, tetapi tetap lojal.
8. Naskah Renville lebih tidak berharga lagi daripada Naskah Linggardjati, jang memang sudah amat merosot nilainja itu. Baik dipandang dari sudut politik, maupun ditindjau dari sudut militer. Walaupun N.R. ini merupakan harga pembelian negara jang amat rendah sekali, tetapi toch didalam kalangan jang chusus. Sjarifuddin masih djuga mendapat penghargaan jang pantas, sebagai “tengkulak negara” dan agen “imperialis Belanda”. Sajang ‘umurnja pendek. Ja sajang! Kata manusia jang pitjik! Karena pada zaman “peristiwa Madiun” terachir, ia telah pulang ke la’natullah. Riwajat tengkulaknja tidak memandjang, lebih daripada umurnja.
1) Daerah Republik, jang sedjak N.L. hanja meliputi Djawa dan Sumatera sadja, maka dengan N.R. lebih merosot lagi, sampai batas “demarkasi Van Mook”.
2) Luar daripada itu, merupakan tanah pendudukan, alias persiapan djadjahan.
3) Pemimpin2 didaerah pendudukan, baik jang nasional, jang Islam ataupun haluan lainnja, melarikan diri menudju ibu-kota republik (Djogdjakarta Adi Ningrat), sambil meninggalkan ra’jat, pengikut dan handai taulannja.
4) Sebagian lagi, masuk kekota2 pendudukan (Bandung, Djakarta, dll., sebagainja) untuk “tjari-selamat”. Ada jang terus dan terlandjur mendjadi “Belanda-hitam”, dan ada pula jang passif. Itu semuanja karena propaganda Belanda “menakut-nakuti” dan mengantjam, walaupun katanja ada “ampunan” atau amnesti. Ma’lum penakut ..... sebelum dikedjar, sudah lari tunggang-langgang!
5) Tetapi walaupun betapa pula halnja, dengan adanja Naskah Renville dan kechianatan Amir Sjarifuddin mendjual negara dan ra’jat, maka wadjiblah kita pandjatkan sjukur kehadlirat Ilahy. Sebab karena N.R. dan chianatnja Amir Sjarifuddin-lah, maka Ummat Islam Bangsa Indonesia didaerah pendudukan, terutama di Djawa sebelah barat, lebih chusus lagi di Priangan dan Tjirebon, sebagai pelopornja, terpaksa bangkit dan bergerak, angkat sendjata melawan pendjadjahan durdjana.
6) Sekali lagi, Alhamdulillah, karena kalau Amir Sjarifuddin tidak berchianat dan mendjual negara, rupanja –begitulah hitungan manusia– Ummat Islam akan tetap tidur njenjak dan ..… Wallahu ‘alam!
9. Taktik dan politik Belanda jang bernatidjahkan N.R., baik dengan memasukkan “agen2-nja” kedalam tubuh Republik, maupun dengan kekerasan dan keganasannja, jang merupakan aksi polisionil pertama, rupanja dianggap sebagai “pertjobaan” (steekpruf) untuk menentukan sikap dan pendiriannja dimasa mendatang.
10. Kedalam digalau dengan penjakit “pembangunan”, sedang dari luar diserang dengan pukulan jang hebat, ialah Aksi Polisionil Kedua, maka dalam sekedjap mata Peme-rintah Republik djatuh ditangan Belanda.
Setelah ditawan, dengan tjara jang halus, Pemerintah Republik tidak djemu2-nja melagukan njanjian2nja jang sudah amat tidak aktuil itu, ialah membuat rundingan diplomasi.
Maka mau ataupun tidak mau, benteng Indonesia jang gagah perkasa itu, karena kalah silatnja dengan singa Belanda, terpaksa diikat lehernja, walaupun memakai rantai mas, dan kemudian masuk dalam salah satu kandang dalam Kebon Binatang Modern, jang bernamakan “Negara Indonesia Serikat” atau “Republik Indonesia Serikat.” Kalau perlu, dan tidak malu, boleh ganti lain “nama.”
11. Inilah gambaran proces dan natidjah, jang tumbuh daripada Statement Rum-Royen, jang dilangsungkan pada tanggal 7 Mei 1949, djam 17.00 itu.
12. Dengan adanja S.R.R. itu, maka Rum telah menjelesaikan tugasnja:
1) Atas nama Republik, chusus Bung Karno dan Bung Hatta, jang pada dewasa achir2 ini memang tidak tahu malu lagi, mendjual negara sampai habis, obral besar-besaran, sehingga mulai ditanda-tanganinja S.R.R. itu, maka hilang-musnahlah Kedaulatan Republik Indonesia, jang sedjak beberapa waktu memang berangsur-angsur diserahkan kepada Belanda —pendjadjah.
2) Sebagai wakil Masjumi, wakil Ummat Islam ..…sungguh amat memalukan sekali! Kalau dulu, zaman Naskah Linggardjati Masjumi mati2-an “anti-Naskah-Linggardjati”, sekarang: wakil Masjumi dalam kabinet dan Wakil Ummat Islam sendiri jang dapat giliran terachir: mendjual negara sampai habis ledis.
3) Sungguhpun peristiwa jang amat tragis itu amat memilukan hati ra’jat kita, ter-utama Ummat Islam Bangsa Indonesia, tetapi dibalik itu wadjiblah kita bersjukur kehadlirat Ilahy;
a. bahwa di balik kerugian jang amat besar itu, dalam pandangan nasional, tetapi bagi Ummat Islam Bangsa Indonesia adalah semuanja itu mendjadi salah satu sjarat dan sebab akan turunnja Kurnia Ilahy jang maha-besar ialah: Proklamasi Berdirinja Negara Islam Indonesia. Dan
b. bahwa segala sesuatu itu sungguh2 berputar karena qudrat iradat Allah semata2, Allahu Akbar. Tiada sesuatu di luar-Nja.
13. Semoga Allah berkenan mendjauhkan kita daripada pengulangan “lembaran hitam” daripada riwajat Diponegoro, riwajat pertentangan Chalifah ‘Ali dan Mu’awiyah, dan riwajat perdjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, selama 4 tahun ini, dan lain2 riwajat jang natidjahnja mendjatuhkan harkat deradjat dan kedudukan sesuatu Bangsa dan Ummat. Insja Allah, amin.
“Sebodoh-bodoh keledai, tidaklah ia djatuh atas batu, dimana ia mulai pertama djatuh!”
14. Karena Republik Indonesia sedjak hari tanggal tersebut di atas sudah mendjadi negara bagian atau negara boneka, bahkan mungkin djuga agak kurang daripada deradjat jang sesudah itu, maka perlulah kami menjatakan beberapa peringatan, kalau2 masih ada djalan untuk menaikkan sebagian daripada Ummat jang terseret daripada djalan jang benar, jang sudah djatuh, kepada djalan kemuliaan.
Dengan karena Tolong dan Kurnia Allah punja hendaknja.
1) Kepada sdr.2 kaum republikeinen!
Kalau sdr.2 masih mempunjai semangat berdjuang dan hasrat melandjutkan per-djuangan kemerdekaan: ikutilah langkah kita melakukan tugas sutji, menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia!
2) Kepada Ummat Islam Bangsa Indonesia!
Chususnja di sini kami harapkan kepada sdr. kita jang tertipu atau ditipu atau jang memberi kesempatan (untuk –pen.) ditipu, baik oleh pihak lawan (Belanda pendjadjah) maupun oleh pihak kawan sendiri (pemimpin2 Republik dan pemim-pin2 Masjumi)!
Walaupun sudah terlalu amat terlambat, ‘ibarat “nasi sudah hampir mendjadi bubur”, tetapi bagi sdr.2 jang masih hendak menegakkan Kalimatullah –li ‘ilai kalimatillah– Insja Allah masih ada djalan terbuka jang dilapangkan Allah bagi melakukan wadjib sutji, sepandjang hukum2 sutji, jang dikurniakan Allah, dengan pedoman Kitabullah dan Sunnatin-Nabi Clm.
Karena Allah semata-mata, bagi memelihara kesutjian Agama dan kepentingan Negara, maka kami memberanikan diri, menjerukan kepada sdr.2 sekalian: Marilah kita bersama-sama melangkah melakukan tugas wadjib jang maha-sutji menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia! Insja Allah, hanja itu sadjalah djalan jang mendjamin keselamatan seluruh Ummat Islam Bangsa Indonesia, dlohir maupun bathin, didunia hingga diachirat kelak! Amin.
3) Tentang hal ini, kepada sdr.2 kaum Republikkeinen dan Ummat Islam Bangsa Indonesia, jang tertipu atau ditipu.
Periksalah sekali lagi Ma’lumat Imam No. 6, jang ditulis pada awal-permulaan Belanda melakukan aksi Polisionilnja jang kedua, 22 Safar 1368/23 Desember 1948!!! Camkanlah baik2!!
15. Dengan ini, maka dalam 4 tingkatan masa perdjuangan (fase) selesailah sudah perdjuangan kemerdekaan nasional, jang diusahakan selama 4 tahun itu.
Tegasnja: kini Republik Indonesia telah kembali kepada deradjat sebelum pro-klamasi, ja’ni: deradjat nol besar.
Inna lillahi wa inna ilaihi radji'un!
--------------
HALAMAN BARU DAN BUKU SEDJARAWAN BARU DARIPADA
PERDJUANGAN KEMERDEKAAN ISLAM INDONESIA
PENDJADJAHAN MODERN
1. Belanda bukan anak2. Ia adalah pendjadjah, imperialist dan kapitalist ketjil, jang sudah berpengalaman 3 ½ abad lamanja.
Djustru karena “ketjilnja”, maka Belanda menampakkan dirinja sebagai politikus jang tjerdik, sebagai diplomat jang ulung, sebagai imperialis jang kedjam, sebagai kapitalis jang mengisap darah Indonesia hingga habis ledis, sebagai pemain jang tjurang .…. Sebagai “buta ketjil kurus jang menerkam mangsanja jang “besar-gemuk” itu. Keadaan negerinja jang serba amat kurang, hampir dalam tiap2 kepentingan dan keperluan hidup dan kehidupan, memaksalah Belanda mentjari bahan2 hidup di luar negerinja, maka Belanda, mau tidak mau harus mentjari “lapangan-hidup” jang merupakan tanah djadjahan dari ra’jat djadjahan.
Walhasil, silahkan pembatja lebih landjut memeriksa sekali lagi buku2 tarich pendja-djahan, terutama sekali siaran2 Madjlis Penerangan, di antaranja: karangan sdr. Abu Darda, tentang “Ad-Daulatul-Islamijah”.
2. Dalam melaksanakan maksudnja jang tjermat itu, maka beralih-alihlah Belanda mendjandjikan lagu2-nja. Ada kalanja terdengar “mars-militer” dengan dentuman mortier dan meriamnja. Atjapkali djuga terdengar suara merdu meraju-raju, laksana seorang ibu jang hendak menidurkan anak-kekasihnja. Dikala lainpun terdengar pula suara merdu dan lemah-lembut, seakan-akan seperti seorang djedjaka jang lagi terpikat hatinja oleh seorang puteri djelita bangsawan …..
Tetapi kita tahu, bahwa semua lagu2 itu dikomando oleh seorang “dirigent’, dengan maksud dan konsepsi: Mendjadjah Indonesia! Lain dari itu, dan di luar dari itu, tidak! Oleh sebab itu, dengan ini kami peringatkan sekali lagi kepada sekalian pemim-pin Ummat, penghela masjarakat, penuntun bangsa, pedjuang kemerdekaan, pembela Agama.
Awas dan waspada!! Belanda pendjadjah selalu siap-sedia untuk mendjaring sdr.2 sekalian dengan perangkapnja dan menjorong kearah neraka dunia dan neraka achirat!!
3. Baiklah kiranja digambarkan di sini, dengan beberapa patah perkataan: politik, taktik dan strategi Belanda selama 4 tahun ini.
1) Van Mook, dalam beberapa masa lamanja, telah menampakkan djasa dan usahanja jang amat tinggi nilainja, bagi kepentingan Belanda (pribadi-pen.) dan pemerintah Belanda serta Bangsa Belanda. Periksa djasa2 Van Mook jang amat besar itu, diantaranja:
a. Konferensi Malino; b. Naskah Linggardjati; c. Aksi polisionil pertama; d. Naskah Renville; e. Demarkasi Van Mook, sehingga Republik tersesak sampai satu sudut jang hampir2 tidak ada lapangan untuk bernafas lagi (tidak punja pelabuhan, tinggal 8 keresidenan jang rata2 meluas).
2) Dengan itu sadja, Belanda jang amat serakah, kedjam dan ganas itu, masih djauh dari puas, sungguhpun Van Mook sudah banjak sekali djasa usahanja, maka ia (tetap –pen) harus berhenti. Kendali pendjadjahan dipertjajakan kepada Beel. Taktik jang serupa itu memang bukan barang baru, walaupun dengan terpaksa dengan menjesal kami njatakan di sini, bahwa sesudah mendapat pengalaman jang tjukup banjak, toch masih djuga ada pemimpin2 –djangankan chalajak ramai– jang masih tertipu, dan “siap-sedia untuk ditipu.”
3) Dengan Beel, orang masih djuga mengira dan berharap: ada angin baru (dalam arti kata: njaman, sedjuk dan sehat), aliran serta suasana politik baru, haluan baru. Padahal, Belanda tetap Belanda djuga. Sekali pendjadjah tetap pendjadjah: Pepatah mengatakan: “Kalau kutjing bertanduk, Belanda masuk Islam”. Alhasil, mustahil iblis mendjadi malaikat pembawa petundjuk Ilahy! Beel mendapat mandat dari radjanja, bahwa ia harus melandjutkan usahanja Van Mook dan mempertjepat terlaksananja tjita-tjita Belanda; mendjadjah Indonesia!
4) Beel, sebagai “komidiant jang ulung” pura2 tidak setudju dengan politik dan taktik Belanda, jang tempo hari diketengahkan oleh Van Royen, kepala delegasi Belanda. Ia berhenti, dan permintaannja pun dikabulkan.
5) Sekarang tinggal melaksanakannja. Tapi kekang pendjadjahan diserahkan kepada Lovink. Inipun bukan anak2, bahkan boleh masuk djuga bangsa “babu”, tukang mengasuh dan mendidik anak jang tjakap dan tjerdik. Tjobalah dengarkan lagu2-nja jang bergelombang dan memikat hati itu: “Lagu Republik Indonesia Serikat,” dengan semangat “nasional jang hebat” dan demokrasi jang hampir2 tidak terbatas.” Awas! Sekali lagi: Awas dan waspada!! Djangan sekali lagi tertipu! Semoga Allah mendjauhkan kita daripada bisikan iblis la’natullah jang kini mendjelma dalam tubuh Belanda pendjadjah itu!
Mudah-mudahan kesempatan menipu dan kesediaan ditipu ini. Didjadikan Allah kesempatan jang terachir, jang penghabisan sehingga kedepannja Ra’jat Indonesia terutama Ummat Islam Bangsa Indonesia, lepas daripada godaan, bisikan dan budjukan iblis la’natullah itu, Insja Allah.
6) Kepada saudara2 pemimpin bangsa, jang bersidang di Konferensi Medja Bundar!
a. Kalau diibaratkan orang jang “hanjut” maka sdr.2 sekalian kami anggap, sebagai orang jang kalap, jang sudah djatuh-terdjun terombang-ambing oleh gelombang dahsjat, jang amat membahajakan. Bukan hanja mengenai diri sdr.2 sendiri2 dan masing2, melainkan perbuatan sdr. jang serupa itu akan merugikan seluruh keluarga kita, ra’jat Bangsa Indonesia. Kiranja sdr.2 seka-lian dalam hal ini sefaham dengan kami.
b. Berdasarkan apa jang kami sebutkan di atas, maka kami mengharapkan kepada sdr.2 sekalian dalam tjermin jang terachir ini (taubat, semasa malai-katul-maut siap untuk mentjabut njawa), dengan se-mata2 mengingat kepentingan Ra’jat dan Bangsa Indonesia, uang ikut “terdjual”:
(a) Sadarlah! Insjaflah!
Kesadaran dan Keinsjafan jang bersandarkan atas pertanggung djawab sepenuhnja, atas Ra’jat dan Bangsa Indonesia, jang sudah tidak bernegara dan tidak berdaulat itu: Ra’jat hina dina dan papa; terdjerumus dalam kerendahan pendjadjah kembali, lepas daripada perlindungan dlohir-bathin dan diserahkan kepada kekedjaman dan ketjurangan pendjadjah, jang tidak kenal hukum dan peri-kemanusiaan itu.
(b) Taubatlah! Taubatlah! Taubatlah!
Taubat, dalam arti kata “mengembalikan kedaulatan Negara dan kerugian Ra’jat dan Bangsa dengan kurbannja jang tidak ternilai harganja itu”!!! Taubat dalam arti kata “membeli kembali Negara dan kedaulatannja, serta ra’jat hina-papa, jang akan mendjadi mangsanja si-pendjadjah”!!!
(c) Hanja itulah djalan keselamatan bagi saudara, baik dalam pandangan manusia maupun dalam pandangan Allah S.w.T.!
(d) Djalan itulah jang memberi lapangan kepada saudara untuk menerima ampunan (maghfirah) daripada ‘Azza wa Djalla, dan kesempatan jang sebaik-baiknja, untuk melepaskan2 sekalian daripada tuntutan Mahkamah Sedjarah dimasa jang mendatang!
(e) Harapan ini adalah harapan jang terachir, disertai dengan pandjatan du’a semoga Allah menginsjafkan dan mensadarkan Sdr2 sekalian sehingga Ia berkenan melepaskan sdr2 sekalian daripada api neraka dunia dan api neraka achirat, jang dengan sengadja ataupun tidak sengadja, sdr2 sekalian sudah tiba ditepi Neraka Djahanam itu !
(f) Kemudian terserah kepada saudara-saudara sekalian. Dan kepada Allah pula kita sekalian berlindung diri.
-------------
STATEMENT RUM-ROYEN DAN PELAKSANAANNJA
1. Dari pada suatu perdjandjian antara pihak Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda, dalam masa jang terachir ini, jang pada lazimnja bernamakan “Statement Rum-Royen”, adalah diantaranja jang maha penting:
1) Cease Fire, atau penghentian tembak menembak;
2) Round Table Conference, atau Konferensi Medja Bundar (K.M.B.); dan
3) Kerdja sama, atau Samenperking, antara pihak Republik dan pihak Belanda.
Semuanja itu lagi dalam pelaksanaan. Baiklah kita kupas seperlunja.
2. Kerdja-Sama.
Kita mulaikan dengan bagian (3), ja’ni: Kerdja Sama.
Sebab itulah jang mula pertama dilaksanakan terlebih dahulu. Memang “kerdja-sama” itulah jang mendjadi kuntji, untuk membuka kemungkinan2 lainnja, dalam faham dan pengertian politik kolonial. Adapun kata2 “kerdja-sama” adalah istilah politik dan diplomasi.
Bukan istilah dalam ma’na jang sering kita pergunakan sehari2 dalam pergaulan, atau dipakai dalam buku-buku batjaan, atau lain jang serupa itu. Oleh sebab itu djika kita memfahamkan istilah “kerdja-sama” itu, dengan arti dan faham jang biasa dipergunakan orang se-hari2, maka keliru, sesat dan salah-lah pengertian dan faham kita itu.
Sekali lagi keliru, sesat dan salah dalam pengertian dan faham, maka selandjutnja akan keliru, sesat dan salah pula penglihatan (visie) kita menghadapi sual ini. Tahu2 setelah dilaksanakannja –nasi sudah mendjadi bubur–, barulah kita tertjegang! Laksana si-buta diberi tjermin mata. Se-banjak2 tjermin dipakainja, si-buta tetap tidak melihat; Memang buta; Kasihan!
1) Statement Rum-Royen, adalah perdjandjian politik militer antara Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda, jang diwakili oleh delegasinja masing-masing, dan dikepalai oleh Rum dan Royen.
2) Karenanja, maka “perdjandjian” itu, tidak hanja menjelesaikan sual2 sosial-economi, keamanan ‘umum, polisionil dlls., tetapi djuga membuka djalan untuk menjelesaikan sual2 militer dan politik ialah tiang2 besar atau “soko guru” (grond-slagen) daripada sesuatu negara jang merdeka.
3) Pelaksanaan “kerdjasama” itu, dilakukan oleh pihak Republik dan pihak Belanda. Tegasnja oleh pihak jang ditawan dan oleh pihak jang menawan; oleh pihak jang kalah dan oleh pihak jang kuat; oleh pihak jang tekuk lutut dan oleh pihak jang kuasa; …………………….
Jang satu siap “didjadjah” jang lainnja, siap “mendjadjah”. Itulah sebabnja, maka se-olah2 ada persesuaian, persetudjuan dan permufakatan antara kedua belah pihak. Ra’jat ditipu dengan omong kosong! Ra’jat dikelabui matanja dengan tjeritera-tjeritera bohong! Alangkah besar dosanja pemimpin2 jang telah mendjual Negara dan Agama dengan segenap isi jang terkandung didalamnja! Na’udzu billahi miin dzalik!
4) Sementara itu, wakil UNCI melihat, memimpin, mengawasakan…. Membontjeng di belakang Belanda!
5) Sungguh politik itu, dalam hal ini, tjurang dan kedjam! Ja’ni politik kapitalisme dan imperialisme! Politik djadjahan!
6) Dengan keterangan tsb di atas, teranglah sudah, bahwa “kerdja sama” itu natidjahnja tiada lain adalah: “persiapan menerima pendjadjahan Belanda”.Lebih dari itu, dan lain dari itu, tidak!
Memang politik kolonial litjin. Tidak saban orang dapat melalui “djembatan mas” itu dengan “selamat”!
3. Cease Fire
1) Kuntji “kerja-sama” dapat dilaksanakan dalam waktu jang amat singkat. Dengan itu, maka pintu pendjadjahan dibuka atau terbuka, dengan lebarnja.
2) Sekarang tanduk banteng harus dilutjuti, segala tembak menembak harus berhenti. Cease Fire di’umumkan oleh seorang jang mendjadi Panglima Tertinggi. Djadi dengan alasan apapun djuga…. Perang harus berhenti !
Karena perintah dari Panglima Tertingginja! Sesungguhnja karena perintah Belanda-pendjadjah! Tjaranja? Itu mudah.
a. Sebelum itu sudah ada jang karena kehendaknja sendiri”, melebur dirinja pada Tentara Belanda. Tjontohnja Ahmad Wiranatakusumah cs. Karena pe-merintah federal belum ada, maka tentara gabungan itu, sementara dinamakan tentara “Pre-Federal” (Persiapan Federal, atau persiapan tentara kolonial. Dalam keberaniannja mendjadi “pelopor” memang perlu ditjontoh. Sebalik-nja, dalam hichajat dan tidak tahu malunja, wadjib pula kita enjahkan sedjauh-djauhnja! Sajang! Sdr. Ahmad Wiranatakusumah ta’ tahan udji ta’ tahu malu dan ta’ punja darah ksatrija (melainkan ksatrija dalam “panggung sandiwara”), ta’ tahu mendjaga kehormatan dirinja! Memang bangsa budak! Kita tidak boleh mengharapkan lebih dari pada kapasiteit jang ada pada dirinja!
b. Djalan lainnja, hokok (melden) kepada tentara Belanda di tiap2 tempat.
c. Jang dekat dengan tempat tinggal Republik (Djogja bukan ibu-kota lagi, karena negaranja djuga sudah hapus musnah), mereka boleh masuk kare-sidenan Djogja.
d. Dan lain2 tjara dan djalan, jang kasar maupun halus, tetapi semuanja itu menudju satu arah, ialah: mendjadi tentara, tentara kolonial, Tentara Federal, atau Tentara Sarikat. Mungkin lain kali, ada tukang-tjet dan tukang gambar jang tjerdik pandai, mentjari nama lain lagi, jang sesuai dengan tuntutan masa dan selaras dengan kehendak pendjadjahan modern. Tetapi biar diputer-balik betapa pula, Tentara Nasional Indonesia dan jang sebangsa dengan itu, bersama-sama dengan kawannja jang sudah agak lama menghamba kepada Belanda, seperti: KNIL, NP, Tentara Pengawal (Veili-gheids-Batallion –VB–), dan lain2, semuanja akan mendjadi Tentara Pendjadjahan, Tentara jang akan diperalat oleh Belanda-pendjadjah, untuk menguatkan, memperkokoh dan menjentausakan kekuasaan Belanda di Indonesia (Republik Indonesia Serikat, nanti).
3) Kiranja tidak perlu lagi dituliskan di sini, bahwa dalam hal inipun Belanda tetap tjurang dan tetap berchianat. Bolehlah tjatat sendiri! Dibeberapa tempat diseluruh Indonesia, sesudah per’umuman Cease Fire itu, masih djuga terdjadi pertem-puran, serang-menjerang antara pihak Belanda-pendjadjah dan pihak serta golongan jang masih berdjiwa merdeka! Peristiwa2 tsb. terdjadi disebabkan karena perbuatan dan sikap Belanda sendiri, menjerang kepada golongan2 jang dianggap menghalang-halangi berkembangnja pendjadjahan di Indonesia! Belanda tjidra djandji! Belanda menjerang terus! Walaupun setelah diper’umum-kan Cease Fire! Bung Karno sebagai Panglima Tertinggi harus tanggung-djawab! Baik kepada Belanda sendiri, maupun kepada masjarakat serta chalajat ramai, jang tidak suka tunduk kepada pendjadjah!
4) Wahai Ra’jat Bangsa Indonesia!
Kamu wadjib menurut, tha’at dan tunduk kepada pemerintah jang pandai mem-pertahankan kedaulatan negara kita! Sebaliknja, kamu pun harus insjaf, menge-tahui dan sadar, bahwa kamu tidak wadjib, tidak wenang, bahkan haramlah tha’at kepada Pemerintah pendjual Bangsa dan Negara, serta kedaulatannja!
Bung Karno dalam hal ini, jang mengenakan “pakaian Panglima Tertinggi”, ha-njalah merupakan “orator” (tukang pidato) dan djuru bitjara daripada golongan2 pengchianat, golongan pendjual Bangsa dan Negara kepada kekuasaan Asing, kekuasaan Pendjadjahan! Untung, bahwa diantara Ra’jat Bangsa Indonesia masih djuga ada jang terbuka mata-hatinja, sehingga tidak dapat diabui matanja oleh “pemimpin2 pengchianat”, jang mendjadi alat2 pendjadjahan Belanda itu!
5) Alhamdulillah, maka Ummat Islam Bangsa Indonesia, terutama Negara Islam Indonesia, tidak ikut tanggung-djawab, dan sedikitpun tidak sangkut-paut-nja dengan “Cease Fire” chususnja, dan Statement Rum-Royen itu ‘umumnja. Sehingga kalau kita melakukan sesuatu di luar SRR itu, selainnja karena pertang-gungan-djawab jang sepenuh2nja atas nasibnja Ummat Islam Bangsa Indonesia, adalah semuanja itu timbul karena wadjib-sutji, jang diletakkan Allah atas pundaknja tiap2 muslim, dan atas pundaknja seluruh Negara Islam Indonesia.
Oleh sebab itu, maka Statement Rum-Royen, ta’ anggap sepi. Seperti tidak ter-djadi peristiwa suatu apapun. Andjing menggonggong, kabilah lalu! Kita melandjutkan wadjib kita, tugas sutji, sebagaimana jang telah diperintahkan oleh Allah, menurutkan Sunnah Nabi Besar, dan perintah daripada Pemerintah Negara Islam Indonesia! Semoga Allah berkenan selalu menuntun kita kearah Mardlotillah! Insja Allah. Amin.
4. Konferensi Medja Bindar (KMB), atau “Round Table Conference.”
1) Dengan ditanda-tanganinja S.R.R., terutama kemudian daripada usaha pelaksa-naannja, maka Republik, sebagai sisa jang terachir daripada kedaulatan “Indonesia”, mau atau tidak mau, mengaku ataupun tidak mengaku, terpaksa melepaskan kedaulatannja kepada Belanda. Di sini Republik mendjadi pihak jang kalah, dan Belanda merupakan pihak jang menang! Politikus atau diplomat jang “ulung” –mengatakan, bahwa Republik tidak menjerahkan kedaulatan dengan R.I.S. (Republik Indonesia Sarikat), itu semuanja hanjalah “omong kosong” belaka! Kalau politikus jang ulung itu bukan sengadja berchianat, maka ia telah bersalah menutup mata bangsanja sendiri dan menjumbat mulut serta telinga bangsanja dan menjerahkan nasib bangsanja mentah-mentah kepada kekuasaan pendjadjah asing. Sajang! Di antara “politikus bangsa Indonesia” masih banjak sekali jang mempunjai achlak (karakter) jang serendah itu! Achir-kemudiannja, ra’jat Bangsa Indonesia dan Negaranja djugalah jang mendjadi korban pendjadjahan Belanda!
2) Sedjak itu, di Indonesia dianggap tiadalah lagi berdiri kedaulatan dan kekuasaan daripada Ra’jat Bangsa Indonesia.
3) Alhamdulillah, dengan tiadanja kedaulatan dan kekuasaan ra’jat Bangsa Indonesia, di Indonesia, maka terbukalah kesempatan jang terbaik sekali bagi ummat Islam Bangsa Indonesia untuk menerima kurnia Allah jang maha-besar, ialah, Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia, jang diproklamirkannja pada tanggal 7 Agustus 1949 jang baru lalu.
4) Sekali lagi: Alhamdulillah, dengan berdirinja Negara Islam Indonesia, maka Ummat Islam Indonesia chususnja dan Ra’jat Bangsa Indonesia ‘umumnja, mem-punjai pegangan dan pedoman jang tegak-teguh, bagi melandjutkan perdjuangan kemerdekaannja, baik perdjuangan nasional, maupun perdjuangan kemerdekaan Agama, dalam arti kata jang seluas-luas dan sesempurna-sempurnanja. Hai, Ummat Islam Bangsa Indonesia dan Ra’jat Bangsa Indonesia! Pergunakanlah kesempatan jang amat baik itu, untuk menegakkan kemerdekaan kita, jang sudah dimulaikan sedjak 4 tahun jang lalu itu !!!
5) Dengan keterangan ringkas, sebagai jang tertulis di atas, njatalah sudah bahwa konferensi Medja Bundar itu adalah merupakan lakon wajang atau lakon tonil, jang dalangnja berwudjud Belanda pendjadjah djahanam itu, sedang wajangnja ialah pemimpin2 negara boneka. “Berkat” kepandaian dan ketjerdikan ki-dalang, jang memang sudah berpengalaman 350 tahun itu, maka dalam pandangan penon-ton jang “buta politik”, seolah2 wajang2 itu hidup dan pandai melakukan rolnja masing2, seakan-akan lepas daripada Komando dan perintah Ki dalang. Tetapi, walaupun betapa pula halnja kami pertjaja lakon wajang dan tonil palsu, jang sekarang ini lagi dipertontonkan sebagi K.M.B. akan terbuka gutji-wasijatnja. Kalau nanti tonil-tonil palsu itu sudah selesai melakukan rolnja jang maha hebat dan maha penting itu, dan mereka membuka “pakaian wajangnja” masing2, Insja Allah seluruh ra’jat Bangsa Indonesia, biar jang “buta” sekalipun akan melihat, mengetahui dan menjaksikan sendiri akan “kepalsuan jang maha ulung” itu. Lebih tegas lagi, kalau di sini dikatakan, bahwa K.M.B. itu tidak ada lain, melain-kan: “Konferensi Djadjahan (Koloniale Conferentie)”. Lain daripada itu, dan lebih daripada itu, Insja Allah, tidak !!!
6) Oleh sebab itu, maka dalam ramalan politik jang mendatang, sebagai hasil daripada K.M.B. itu tidak akan djauh daripada satu “alat pendjadjahan modern” dengan bentuk Republik Indonesia Sarikat (R.I.S.) atau bentuk lainnja, jang selaras dengan tuntutan “nasionalisme djadjahan”, sesuai dengan potongan “demokrasi djadjahan”, dan mungkin djuga memakai snit “sosialisme djadjahan” jang paling baru (Model 1949).
7) Djika R.I.S. dipaksakan orang (terutama Belanda dan agen2-nja) mesti lahir, maka tingkatan R.I.S. hanjalah 2 bagi:
a. Pertama: R.I.S. dalam masa sebelum berdaulat, hanjalah akan mempunjai deradjat budak belian didalam bentuk modern, jang sudah menjilaukan mata penonton jang kurang kritis. Djangankan matanja penonton jang memang “buta politik”. Tidak punja kedaulatan, kekuasaan, beserta alat2 dan sjarat rukunja. Sungguh nol besar!! Tapi, kita tahu, bahwa budak belian tetaplah budak belian! Walau dipakaikan atas kepalanja mahkota “Radja-Besar-Boneka” sekalipun!
b. Kedua: RIS mendapat kedaulatannja dari tuannja, radja Belanda. Walaupun bukan kedaulatan jang asli tetapi rupanja RIS akan menerima “hadiyah” dan tanda belas kasihan Belanda itu dengan gembira dan suka hati sampai…. Lupa daratan. Ma’lum! Seorang berdjiwa-budak, lalu dengan kurnia iblis mendjadi “radja” walaupun radja palsu. Tentu lupa daratan! Kemerdekaan, kedaulattan dan kekuasaan jang serupa itu adalah, “kemerdekaan, kedaulatan dan kekuasaan jang “terikat”. Lumajan untuk menina-bobokan anak-anak jang lagi menangis!
--------------
KUNTJI TERACHIR PEMBUKA PENDJADJAHAN
NATIDJAH DAN AKIBAT STATEMENT RUM-ROYEN
1. Lahirnja N.I.S. atau R.I.S.
Dengan djatuhnja Republik Indonesia sebagai suatu negara jang merdeka, maka kandas dan patahlah perdjuangan kemerdekaan jang diusahakan oleh kaum nasional, selama 4 tahun itu. Kalau kita hitung dari mula pertama dilakukan usaha itu, sedjak mula lahirnja Tri-Koro-Darmo (tahun 1908), maka perdjuangan kemerdekaan itu sedjak benih pertama hingga kembali lagi kepada djadjahan asing adalah sedjumlah 41 tahun. Sajang seribu kali sajang! Tetapi memang sudah mendjadi kader Tuhan, djadi …mau atau tidak mau suka atau tidak suka, ridla atau tidak ridla … ra’jat bangsa Indonesia harus menerima nasib buruk dan hina itu.
Untunglah; Alhamdulillah, di balik itu, oleh Allah dibukakan lagi djalan jang lebih baik dan kesempatan jang lebih bagus bagi seluruh Ra’jat bangsa Indonesia, bagi menempuh bukti jang lebih berat, tetapi lebih sutji, ialah : Melandjutkan perdjuangan dengan Islam, menudju Mardlotillah! Barang siapa hendak mempergunakan kesempatan baik dan djalan jang lurus benar, sepandjang Kitabullah dan Sunnatun-Nabi Besar Muhammad Clm. ini, silahkan!
Djalan dan kesempatan lain tidak ada dan tidak mungkin ada! Inilah satu2nja djalan dan keesempatan jang mendjamin dan melepaskan Ra’jat Bangsa Indonesia daripada Angkara murka pendjadjahan, dan melepaskan Ummat Islam Bangsa Indonesia dari-pada neraka djahanam dunia dan neraka djahanam achirat. Insja Allah!
2. Kemungkinan bagi R.I.S. Sebelum dan Sesudah Berdaulat.
1) Proces lahirnja R.I.S. akan memakan waktu ber-bulan2 lamanja. Semuanja itu tentulah dibuat menurutkan rentjana dan gambar (projekt) dan potongan tertentu ala Belanda. Sebabnja agak pandjang, oleh karena orang2, tuan2 dan njonja2 “pemain” itu perlu istirahat, bertamasja keliling2 kota dan lain2. Ada pula jang sedikit nakal, tetapi nakalnja anak2 jang hanja akan menambah lutjunja. Begitu djuga ada jang “aansstellerig” (ego) dan lain2 sifat “anak-anak” jang semuanja memang perlu untuk memandjangkan waktu dan menghabiskan tenaga, sehingga orang luar boleh mendjangka, bahwa mereka itu “kerdja keras.” Memang kerdja keras! Tetapi untuk menjusun organisasi pendjadjahan baru! Sesuai dengan kehendak tuannja! Kiranja gambaran ringkas itu, tidak berbeda dengan kenjataan jang sesungguhnja! Tentulah nanti ada orang jang Mengemukakan alasan: Saja akan membuat “orientasi” politik di Anu; Saja akan bitjara dengan si Anu, buat meraba-raba dan mempelajari keadaan dan proces politik internasional; dan ……. lain2 lagi jang hebat. Singkatnja, Ki dalang tidak akan kekurangan lakon, dan …. (“Pemainpun tidak akan kehabisan lagu) !
2) Selama masa itu, maka R.I.S. lahir merupakan Nederlandsch-Indie pada zaman purbakala, mungkin model atom, tahun 1949. Semuanja penontonpun akan ta’adjub melihatnja. Bitjara punja bitjara, tawar punja tawar (memang disuruh menawar, ma’lum “wajang”), maka dengan kurnia dan bidjaksananja radja Belanda dan tangan2nja jang tjerdik-pandai itu, maka dianugrahkanlah kepada ra’jat Bangsa Indonesia jang terlantar, satu model “kebun binatang”, jang bernamakan “Republik Indonesia Serikat” atau dengan merk dan tjet jang lain. Hanja beberapa streep bedanja dengan Hindia Belanda, semasa Idenburgh jang termasjhur karena “haluan politiknja jang lemah lembut, tapi beratjun” (politik kurs, othische kurs dan kursen jang lainnja) itu. Direktur “kebun-binatang”, jang dengan resmi bergelar Wakil Tinggi Mahkota (Belanda) atau W.T.M. pada waktu ini ialah Lovink, jang dalam perhitungan politik merupakan saudara-tua dari Idenburgh. Dulu semasa perang dunia pertama, sekarang, mendjelang Perang Dunia Ketiga!
--------------
PROSES POLITIK LANDJUTAN SEBELUM R.I.S. BERDAULAT
1. Perang Dunia Ketiga.
Sebelum Perang Dunia Ketiga petjah, dan sebelum Revolusi Dunia selesai serta padam 100%, Insja Allah, Belanda tidak akan memberikan kurnianja jang maha besar itu, jang pada saat itu Ra’jat Bangsa Indonesia, politis, militer, economis dan sosial, sudah ditapis-ledis oleh kekuasaan pendjadjah. Belanda bukan babu jang bodoh, jang akan menurutkan apa kehendak anak-anak jang nakal. Belanda bukan direkteur-amatour, jang baru2 memegang “kebon-binatang”. Singa boleh meraung, monjet boleh beranai-anai, banteng boleh bersemangat “liar” …. Tetapi kuku sudah tidak ada, gigipun habis, tanduk patah dan …. Masing2 tetap dalam kandangnja sendiri di dalam lingkungan kebon binatang itu. Ratapan tangis dari ra’jat jang menanti-nantikan mengamuknja banteng jang sudah djinak itu, sia2 belakalah!
2. Stabilisasi Pemerintah Belanda dan Hindia Belanda (R.I.S.), baik dalam urusan po-litik maupun militer, terutama sekali urusan economi, mendjadilah salah satu “palang pintu” menudju ke arah “daulat-hadijah” itu. Belanda bukan anak2 kemarin dulu.Sudah banjak garam politik pendjadjahan jang ia makan. Ma’lum pengalaman selama 350 tahun! Djadi, sebelum Belanda merasa puas kembali, walaupun mitsalnja Perang Dunia Ketiga telah selesai dan telah “normal” atau “setengah normal” kembali, tidak begitu sadja “daulat hadijah” itu dapat diberikan. Sementara itu, Insja Allah, Pemerintah Belanda dan Djadjahannja makin bertambah kelam-kabut, baik dalam urusan politik, militer, maupun dalam sual2 ekonomis. Padahal kita tahu, bahwa stabilisasi politik dan kekuatan tentara jang mendjamin keselamatan, keamanan dan ketertiban ‘umum (Belanda) itulah, pangkal jang pertama untuk memperbaiki sual ekonomi. Kalau tidak punja uang sendiri –dan memang, tidak punja—, boleh pindjam kepada Dunia Luar (Internasional). Tetapi harus pakai borg, jang merupakan pabrik-pabrik minjak, perusahaan dan perkebunan kopi, teh, kina, karet dll lagi. Sementara itu, barang2 Indonesia jang hendak diborg-kan kepada madjikannja, sudah hampir ledis, Insja Allah.
Djadi, sementara itu, si-banteng boleh tetap dalam lingkungan kekuasaan singa Belanda. Nasib! Nasibnja banteng Indonesia memang amat sial sekali! Nasib tera-pung ta’ hanjut, ta’ rendam, ta’ basah! Nasib bergantung ta’ bertali, berdiri ta’ ber-akar! Nasibnja suatu golongan atau bangsa, jang “hidupnja hanjalah karena tidak mati” belaka! Djadi, sekali lagi: Singa Belanda jang kurus ketjil itu, lebih2 lagi mempunjai alasan tjukup, kuat dan sjah, sepandjang “filsafat singa” tetaplah berhak menerkam mangsanja, banteng Indonesia, jang tidak berdaja lagi! Masja Allah!
3. Belum hitungan ke dalam, mengenai “negara2 boneka” itu sendiri, jang nantinja akan bergabung dan digabungkan mendjadi R.I.S. itu. Ini kurang, itu kurang, ini lebih, itu lebih, semuanja serba kurang atau serba lebih! Wal-hasil belum sesuai dengan kehendak dan tjetakan Belanda sendiri, politis, militer, ekonomi …. Seribu rupa alasan akan dikeluarkan oleh tuan ketjil itu kepada budak beliannja, jang sungguhpun besar tapi kurus kering dan bodoh itu. Apa daja …. Wallahu ‘alam!
4. Demikianlah gambaran ringkas daripada proses politik jang akan berlaku di Nederland maupun di Indonesia, ketika R.I.S. atau N.I.S., melakukan perbuatannja jang hina dina dan amat rendah itu, mengemis-ngemis “daulat hadijah” kepada kekuasaan Asing, jang menguasai bangsa dan negerinja. Bahkan lebih dari itu, mengemis-ngemis “hadijah” (pemberian) kepada pendjadjah durdjana! Na’udzu-billahi min dzalik. Demikianlah agaknja perdjalanan riwajat Indonesia dimasa jang akan datang, sekedar jang bertalian dengan Konferensi Medja Bundar, jang memang tidak tampak pangkal dan udjungnja itu.
5. Ini semuanja akan memakan tempo jang tidak sedikit. Memang sengadja Belanda mengulurkan waktu itu, karena kalau belum sjarat2 tersebut –demikianlah pengalaman daripada riwajat jang sudah-sudah– tertjapai, Belanda terpaksa karena sesuatu jang tidak diharapkan, melepaskan djadjahannja, maka peristiwa pahit bagi Bangsa dan Pemerintah Belanda itu hanjalah akan merupakan “hukuman mati atas pemerintah dan Bangsa Belanda sendiri.”
Djadi, pada hitungan sja’atnja, peristiwa pahit jang serupa itu, masuk barang jang mustahil. Ketjuali, djika memang sudah sampai sa’atnja Belanda mesti “bunuh diri” atau “gantung diri”!!! Kata pepatah mereka itu sendiri: Indonesia verlozon, rampspud geboren. Itulah salah satu pedoman (hypothesa) bangsa Belanda dan pemerintah Belanda. Sebab perubahan jang serupa itu menghendaki pula perubahan dalam Kanun Asasy Belanda (Grondwet), jang untuk mengubah bagian jang sepenting itu didalam Gr.W. bukanlah sual ketjil, dan tidak pula akan makan tempo mingguan atau bulanan. Bahkan mungkin tahunan. Hendaklah diperhatikan oleh setiap warga negara, teru-tama oleh orang2 jang menamakan dirinja Republikeinen. Djangan terlalu pertjaja kepada fatamorgana!
Mentjari kedaulatan Indonesia dengan djalan R.I.S. samalah nisbatnja dengan “mendjaring angin”! Tjamkanlah baik-baik!!!
6. N.I.S. berdaulat (???).
Walaupun kemungkinan itu amat ketjil, tetapi sepandjang penglihatan orang2 jang masuk “pemain-pemain politik” di medan “tonil besar” KMB itu, adalah masuk salah satu hal jang dijakini.
7. Kami tidak akan menjangkal “kemungkinan” itu. Sebab memang ada kemungkinan itu, sungguhpun kalau dihitung benar2 hampir kepada limiet (dasar-pokok) 00,00%
8. Taruhlah R.I.S. berdaulat, tegasnja menerima “daulat hadijah” dari Belanda. Maka “daulat hadijah” jang serupa itu adalah kedaulatan jang palsu. Bukanlah kedaulatan jang sedjati, jang dapat melepaskan ra’jat bangsa Indonesia daripada pendjadjahan dan penghambaan dalam tiap-tiap lapangan Hidup dan Kehidupannja.
Djadi, “daulat hadijah” adalah “daulat palsu”, alias “daulat imitasi” atau “daulat-tiruan”. Namanja sama, tapi bukti dan njatanja beda.
9. Walaupun ada “kurnia Belanda jang maha istimewa” jang berwudjudkan “daulat-hadijah”, tiba di tengah2 masjarakat K.M.B. tetapi kemerdekaan jang serupa itu adalah kemerdekaan palsu, kemerdekaan jang terikat. Setinggi-tinggi hadijah itu, agaknja tidak djauh daripada tingkatan protektorat atau dominion status. Merdeka tapi tidak lepas dan tidak bebas! Berdaulat tapi tidak berkuasa penuh! Hendaknja diperingati oleh ahli politik dan ahli riwajat dimasa depan, untuk ditjatat dan dike-tahui, sampai dimanakah benar atau salahnja kurang atau lebihnja tindjauan politik ini. Silahkan.
--------------
N.I.I., BELANDA DAN R.I.S.
1. Selama RIS hendak dilahirkan, sungguhpun dengan paksa, hingga sampai tingkat fase A (permulaan) dan fase B (penghabisan), —mulai tingkatan djadjahan modern mutlak hingga tingkatan “setengah-merdeka” (protektorat atau dominion)– maka selama itu Negara Islam Indonesia melandjutkan usahanja:
1) Melenjapkan segala matjam pendjadjahan dan perhambaan, dalam arti kata jang luas, dari Indonesia;
2) Memusnahkan musuh2 Allah, musuh2 agama dan musuh Negara Islam Indonesia;
3) Melakukan hukum2 Islam, sepandjang adjaran Kitabullah dan Sunnatin-nabi, dalam arti jang sesempurna-sempurnanja di seluruh Indonesia;
4) Melakukan usaha2 lainnja, jang dapat mempertjepat datangnja Kurnia Allah, jang maha besar, ialah: Negara Islam Indonesia berdaulat 100% keluar dan kedalam, de facto dan de jure.
Hendaklah lebih landjut periksa “Pendjelasan Singkat” daripada Proklamasi berdi-rinja Negara Islam Indonesia.
2. Baik djuga diterangkan di sini, bahwa terbukalah sementara itu beberapa kemung-kinan-kemungkinan politik, jang merupakan hubungan, baik hubungan politik, diploma atau lainnja. Dengan ringkas kemungkinan itu bolehlah kiranja kami gambar-kan, sebagai jang berikut :
1) Hubungan dengan RIS sebelum berdaulat.
Kemungkinan akan adanja hubungan dengan R.I.S. sebelum berdaulat dengan Negara Islam Indonesia, pada hitungan kasarnja bolehlah diberi angka Nul, atau nihil, alias tidak mungkin dan tidak berguna.
Sebab deradjat dan harkat RIS pada fase A (permulaan) itu tidak akan lebih da-ripada budak belian, atau djadjahan se-mata2.
2) Hubungan dengan RIS sesudah menerima “daulat-hadiyah”.
Kemungkinan hubungan seperti ada, tetapi karena R.I.S. tidak mempunjai kedau-latan jang penuh, bahkan hanja merupakan pembantu Belanda, jang mempunjai “kedaulatan terikat” itu, maka djika ada hubungan antara Negara Islam Indonesia dan R.I.S. dalam tingkatan penghabisan (fase B) itu, hanjalah sekedarnja sadja. Tidak lebih dari takaran dan ukuran “daulat-hadiyah” itu.
3. Siapakah Belanda?
Sebelum kita membuka kemungkinan, kala2 ada hubungan antara pihak Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Negara Islam Indonesia, baiklah diuraikan dengan ringkas dalam beberapa patah perkataan “siapakah gerangan, jang dinamakan Belanda itu?
1) Kita tahu, bahwa Belanda selalu mengembor-gemborkan haknja untuk duduk, hidup dan berkuasa di Indonesia. Biasanja dinamakan “historisch recht” hak jang diperoleh suatu bangsa didalam riwajat hidupnja. Dengan ini maka kita tolak alasan Belanda memakai dasar historisch recht itu. Melainkan bagi kita sebaliknja. Belanda hidup, tinggal, duduk dan berkuasa di sini, tidaklah sekali-kali berdasarkan atas historisch recht, melainkan historisch onrecht, karena chianat dalam riwajat hidupnja. Hal ini perlu kami njatakan terus terang, terutama pada Bangsa dan Pemerintah Belanda, baik jang ada di Nederland maupun jang ada di Indonesia, kalau2 masih diantara mereka jang agak sehat pikirannja, djernih penglihatan politiknja dan jang tulus-ichlas suka mengakui kesalahannja! Kalau kita membatja satu dua lembaran sedjarah Indonesia, bolehlah kita tjatat :
2) Sebelum Belanda datang di Indonesia, maka di sini berdirilah suatu bangsa jang berdaulat dengan penuh2, mempunjai kekuasaan dan kedaulatan sendiri, lengkap dengan segala alat2nja. Periksalah tarich: Padjadjaran, Dhaha, dan lain2 hingga Madjapahit.
3) Setelah itu, maka di sinipun tetap berdiri suatu negara jang berdaulat pengganti negara2 jang berdasarkan atas Agama Budha itu, ialah Negara Islam, tegasnja negara2, dimana Islam dianggap sebagai agama negara, dan menundjukkan berlakunja hukum2 Islam, didalam kalangan ra’jatnja. Periksalah riwajat Bintoro (Demak), Padjang, Mataram dan lain2 lagi.
4) Semasa kekuasaan dipegang oleh Sultan Agung, Radja Mataram itu waktu, pada ketika itulah nelajan2 Belanda jang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Cun baru tiba dipantai Indonesia, terutama di Banten dan Djakarta.
5) Kalau alasan ini masih dianggap kurang, bolehlah periksa lagi riwajat jang lebih djelas, jang di sini bukanlah tempatnja untuk memperbintjangkannja.
6) Wal-hasil dengan alasan Belanda jang dipakai oleh Belanda sendiri, maupun jang mungkin djuga dipergunakan oleh agen-agen Belanda Bangsa Indonesia, jang bernamakan historisch recht itu, tidaklah sekali2 berarti, atau keliru, melainkan sengadja mengchianati kenjataan riwajat Indonesia dan riwajat Belanda sendiri di Indonesia. Hanjalah karena darah “Imperialisme dan Kapitalisme ketjil” jang mengalir dalam tubuhnja Belanda dan Masjarakat Belanda.
7) Dengan keterangan ringkas ini teranglah sudah, bahwa jang berhak bernegara di Indonesia ini bukan Bangsa Belanda, melainkan Bangsa Indonesia jang beragama Islam, atau dengan kata2 lain : Ummat Islam Indonesia. Oleh sebab itu, sudah atas wadjib dan haknjalah, djika Ummat Islam Bangsa Indonesia mere-but kembali haknja, memerintah negaranja sendiri, dengan dasar-dasar Islam.
4. Hubungan dengan Belanda.
Maka kemungkinan tingkatan Pemerintah Belanda menghadapi Negara Islam Indonesia dua bagai:
1) Belanda pendjadjah, jang telah 350 tahun berchianat kepada ra’jat Bangsa Indonesia dengan kekuatan sendjata dan paksa, serta djurang. Dengan Pemerintah Belanda pendjadjah jang serupa ini, ialah akar daripada suatu golongan Belanda jang Imperialistis dan Kapitalistis itu, tidak mungkin dan tidak berguna ada hu-bungan dengan pihak Negara Islam Indonesia. Tandanja, bahwa pemerintah Belanda dinamakan Pemerintah Belanda Pendjadjah, ialah selama ia belum me-ngakui akan kedaulatan Negara Islam Indonesia. Tidak tergantung, kepada tem-pat tinggal atau tempat kedudukannja, baik di Indonesia atau dinegeri Belanda maupun di luarnja.
2) Pemerintah Belanda jang mengakui ke Negara Islam Indonesia.
Dengan Pemerintah Belanda jang serupa ini, jang mengakui kedaulatan Negara Islam Indonesia dengan resmi, mengingat hak dan wadjibnja dalam sual jang chusus ini, maka Negara Islam Indonesia bolehlah membuat hubungan jang perlu2 dengan negara jang sematjam itu.
3) Demikian pula hubungan dengan negara2 lainnja, diluar Belanda, jang telah meng-akui kedaulatan Negara Islam Indonesia. Kupasan tentang hal ini, sekedarnja, baiklah di belakang.
5. Unie Indonesia Belanda.
Tentang hal ini kiranja tidak perlu dituliskan, karena Unie bukanlah satu negara, dan tidak ada hak kekuasaan atau kedaulatan pada dirinja, melainkan Unie hanjalah merupakan:
1) Badan-penghubung (Kontakt) antara Negara Belanda dan Negara Indonesia Serikat, jang sekarang hendak diberi nama “Republik Indonesia Serikat”.
2) Badan-penghubung ini boleh diadakan sebelum atau sesudah R.I.S. berdaulat, menurut seberapa perlu dan kepentingannja bagi Nederland, baik sebagai negara dengan anak djadjahannja maupun sebagai negara dengan dominionnja.
3) Oleh sebab itu, sementara ini belum perlu diperbintjangkan djauh2, melainkan dimasa R.I.S. diberi “daulat hadiyah”, maka disa’at itulah mungkin ada kepen-tingannja kita mengulangi pembitjaraan tentang Badan-Penghubung ini.
-------------
PERDJUANGAN UMMAT ISLAM BANGSA INDONESIA
MENGGALANG NEGARA KURNIA ALLAH
NEGARA ISLAM INDONESIA
1. Tingkat Pertama (Fase I) dalam perdjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia, jang mulai sedjak mula meletusnja pemberontakan didaerah Tjiamis Utara, kemudian daripada terdjadinja Naskah Renville jang amat masjhur itu, sudahlah dilalui dengan selamat. Lulus dalam udjian pertama, dalam perdjuangan menggalang Negara Kurnia Allah itu. Riwajat tentang hal ini telah lengkap, jang pahit dan jang manis, jang senang dan jang susah, gembira dan sedih, dalam menerima kurnia maupun dalam menghadapi mala-petaka. Insja Allah, pada suatu waktu jang tepat tentang hal ini, akan diuraikan tersendiri.
2. Dengan penanda-tanganan Statement Rum-Royen, maka tingkatan pertama daripada perdjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia itu berachirlah sudah.
3. Kemudian disambung dengan tingkatan kedua (fase II), jang dimulai dengan Proklamasi berdirinja Negara Islam Indonesia, pada tanggal 7 Agustus 1949. Habis-lah riwajat Republik Indonesia sebagai negara, setelah melalui 4 tingkatan dalam masa 4 tahun itu, diganti dan disambunglah oleh riwajat perdjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia, dalam Fase II.
4. Pada dewasa ini –Fase II— tumbuhlah pula tanaman dan benih2 jang lama, benih2 pendjadjahan, jang tempo hari masih tinggal akar2nja, semasa digali oleh Djepang, selama 3 ½ tahun dahulu itu, Tampaknja benih2 pendjadjahan lama itu, tumbuhlah makin hari makin subur dan gemuk, ditambah lagi pemimpin Republik jang berchi-anat, jang sengadja ataupun tidak sengadja membantu masuknja Belanda pendjadjah di Indonesia. Dengan diberi nama dan gelaran jang hanja patut bagi nama dan gelaran jang hanja patut bagi orang2 jang berdjiwa boneka itu, maka mereka itu kaum peng-chianat jang mana menamakan dirinja “pembela bangsa, agama dan tanah air” – sudah tjukup mempunjai alasan kemegah-megahan, tjongkak dan takabbur seolah-olah tuannja itu memperlindunginja selama2nja.
Inilah bukti kenjataan daripada pendjadjahan modern mutlak, salah satu natidjah jang amat membahajakan sekali bagi seluruh Ra’jat Bangsa Indonesia, dan chususnja bagi Ummat Islam Bangsa Indonesia.
5. Tjukuplah kiranja gambaran kasar, betapa hendaknja hubungan Negara Islam Indonesia dengan berbagai2 model “negara” dalam lingkungan “Daulat-ul-Holandijah” seperti jang diuraikan di atas, selama masa kedua (Fase II) daripada perdjuangan Islam ini.
6. Sekarang kita meningkat pada tingkatan ketiga.
Pada saat perang Dunia Ketiga petjah atau Revolusi Dunia meletus, maka pada waktu itulah kiranja Allah berkenan menaikkan harkat-deradjat Ummat Islam Bangsa Indonesia sampai ketingkatan jang ketiga, ja’ni dengan berdiirinja: Negara Basis, jang akan merupakan Madinah Indonesia
1) Pada waktu itu, kedaulatan Negara Islam Indonesia berlaku disebagian kepulauan Indonesia, walaupun belum 100%.
2) Hukum2 Islam mulai didjalankan, sebagai mana harusnja, sedikit demi sedikit menudju kesempurnaan. Dan
3) Dengan itu, Negara Islam Indonesia dapat menguasai daerah2 jang agak luas, walaupun belum seluruh Indonesia, dengan tjara de facto, menurut kenjataan.
7. Tingkatan kedua dan ketiga ini, memberi kesempatan jang baik dan lapangan jang tjukup bagi berlakunja Revolusi Islam, baik keluar maupun kedalam, jang masing2 berwudjudkan revolusi nasional dan revolusi sosial.
Hal ini perlulah kami tjantumkan di sini dengan sepatah kata dua patah kata, kalau2 nanti diantara kita —Ummat Islam Bangsa Indonesia— masih ada djuga ada jang menjangka, bahwa api revolusi itu sudah padam atau akan dipadamkan, kalau kita sudah sampai di Madinah Indonesia itu. Bukan! Sesekali bukan! Insja Allah Revolusi Islam bergelora terus, hingga sampai kepada selesainja udjian keempat dalam masa keempat, Fase IV, ialah berdirinja Negara Kurnia Allah Negara Islam Indonesia.
8. Di kala angka 5., a., b., c., dan d., daripada Pendjelasan Singkat atas Proklamasi tg. 7 Agustus jang lalu sudah selesai dengan sempurnanja hingga merupakan bukti kenjataan rieel, maka barulah Ummat Islam Bangsa Indonesia disampaikan Allah kepada harkat deradjat danmmartabat setinggi-tingginja, menerima kurnia Allah jang tiada ternilai harga kebesarannja, ialah : Berdirinja Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia. Dimana tampaklah kebesaran Allah, kesutjian Agama Allah (Islam) dan kesempurnaan Keradjaan Allah didunia. Inilah udjungnja perdjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia, jang sering2 diberi nama, dengan memakai istilah: Mardlotillah.
9. Hubungan International.
Kami ta’ ingin meramalkan sesuatu jang akan terdjadi dalam kalangan internasional. Hanja boleh diperhitungkan mulai sekarang, bahwa djika terdjadi Perang Dunia Ketiga, jang mungkin lebih dahsjat dan hebat daripada jang sudah2, maka keadaan internasional, Insja Allah akan banjak berubah. Hanjalah jang berkenaan dengan Negara Islam Indonesia, bahwa kiranja sedjak mula perdjuangan Ummat Islam Bangsa Indonesia dinaikkan Allah sampai kepada tingkatan jang ketiga, sedjak itulah kiranja Negara Islam Indonesia mulai ada hubungan dengan dunia internasional, dan perhubungan itu makin lama makin sempurna, hingga sampai kepada tingkatan keempat. Tentang satu2 hal jang berkenaan dengan ini agaknja bukan tempatnja diuraikan dalam keterangan ini.
------------
GAMBARAN NEGARA KURNIA ALLAH
1. Banjak sekali orang menanjakan tentang istilah “Negara Kurnia Allah”.
Baiklah kami akan tjoba menerangkannja dengan serba singkat, apakah gerangan jang dinamakan “Negara Kurnia Allah” itu.
2. Terlebih dahulu, kita harus mempunjai dua pokok jang besar, ‘anasir jang mendjadi sjarat masjrut serta rukun daripada N.K.A. itu.
3. Pertama, harus ada suatu Negara jang berdaulat penuh, 100%, keluar dan kedalam, de facto dan de jure. Kedua, harus ada peraturan Allah jang merupakan Agama Allah, atau Agama Islam.
4. Kedua ‘anasir jang besar ini harus bersatu atau dipersatukan. Bukan sebagai minjak dengan air jang ada disebuah periuk. Tetapi bersatu dan dipersatukan, hingga tiap2 ‘anasir jang ada dalam negara itu, baik jang berupa Fa’il (subjekt), Maf’ul (Objekt) maupun Fa’il (Predikaat), urusan ketata-negaraan, kemiliteran, hingga sampai kepada tiap2 djirim dan djisim jang hidup dalam negara itu, semuanja itu dapat melakukan baktinja kepada ‘Azza wa Djalla. Mitsalnja : Seperti “air” dengan “kopi” tidak begitu sadja lalu mendjadi “air kopi”, sehingga tiap2 ‘anasir “air” bersatu dengan ‘anasir “kopi”, melainkan setelah airnja dimasak hingga 100 graad Celsius. Maka tidak lupa mungkin Negara dan Agama, Manusia dan Agama, dapat bersatu dalam arti kata jang seluas-luas dan sesempurna2nja, melainkan apabila Negara dan Masja-rakat serta segenap ‘anasir jang termasuk di dalamnja dapat dipanaskan sampai kepada tingkatan jang setinggi-tingginja.
5. Pergolakan masjarakat, pergolakan negara, pergolakan bangsa manusia jang serupa inilah, jang biasanja dinamakan Perang atau Revolusi.
6. Oleh karena Agama jang hendak dipersatukan dengan masjarakat Indonesia ini meru-pakan Revolusi Islam.
7. Djadi, untuk membina dan menggalang Negara Kurnia Allah itu, perlu dan wadjiblah bergeloranja Revolusi, lebih2 lagi Revolusi Islam, jang akan memasak masjarakat sampai kepada tingkatan “mateng” (moding), baik dalam arti kata politis, militer, Agama maupun dalam arti kata jang lainnja. Djadi, kalau kita menghendaki berdirinja Negara Kurnia Allah itu, djangan sekali-kali takut terdjilat oleh api revolusi. “Tiada baji jang lahir, melainkan disertai dengan tjurahan darah”.
8. Inilah satu2nja djalan, menudju kepada Mardlotillah Dunia dan Mardlotillah Achirat, kelak.
9. Sebelum menjudahi keterangan ini, baik djuga kiranja diperma’lumkan, bahwa tjita2 jang lagi diusahakan oleh Ummat Islam Bangsa Indonesia pada dewasa ini men-djelang zaman baru, dalam tingkatan ke-4 itu, djauh lebih tinggi daripada “theori-Pakistan-Indonesia”. Sehingga di sini tiada tempatnja, memperbintjangkan sual itu lebih djauh. Kedudukan “Pakistan-Indonesia” hanja setinggi dominion status; djadi kurang dari kedaulatan 100%. Hendaklah ma’lum!
10. Semoga Allah membenarkan apa jang ditulis di atas itu djua adanja. Insja Allah. Amin. Dan kepada Allah pula kita sekalian selalu berlindung diri.
Wallahu ‘alam bissawab
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Madinah Indonesia, 1 Dzul-qa’idah 1368 /
20 Agustus 1949.
No comments:
Post a Comment