Fadjar Asia, (6 Juni 1929)
Sekalian pembatja tentoelah soedah mafhoem, sehingga manakala tingginja mentaliteit orang2 koelit poetih jang bekerdja pada keboen2, onderneming2 dan lain2 peroesahaan jang seakan-akan terasing dari pada doenia kesopanan dan kemadjoean Tidak sedikit djoemlah orang2 perempoean jang dipermain-mainkannja. Banjak poela jang didjadikan njai2 dan tidak terhisabkan lagi bilangan orang2 perempoean bangsa kita jang selaloe terganggoe keamanan dirinja oleh si orang2 jang berta’biat hewan, jang seolah-olah tidak kenal atau memang tidak kenal akan ,,Boedi-bahasa” jang mesti ada dalam tiap-tiap manoesia jang mempoenjai hak menjeboet dirinja manoesia jang ,,bersopan-santoen”, manoesia jang agak tinggi peranginja, manoesia jang ,,beschaafd” dan………
Dalam P.D. entjik Siti Masiah menoelis tentang soeatoe kedjadian jang soeng-goehpoen sangat membikin terkedjoet kita, tidak djarang terdjadi dalam tanah2 perke-boenan atau tanah2 kontrakan di mana orang2 jang tergolong kaoem madjikan bisa berboeat menoeroet sekehendak-kehendak sendiri, seakan-akan mereka itoe adalah ,,toehan-ketjil-ketjilan jang mesti di toeroetkan dalam tiap2 perintahnja atau mesti dika-boelkan segala apa jang dikenang2kan dengan tidak ambil poesing lagi apakah perboe-atan itoe menoendjoekkan ketinggian atau kerendahan deradjat kemanoesiaannja ataukah tidak. Bagi mereka itoe roepanja faham kesoesilaan dan kesopanan serta adab itoe boe-kanlah soeatoe pertanjaan jang sangat penting, melainkan bila mereka soedah bisa memoeaskan hawa-nafsoenja, maka itoelah jang mendjadi pedoeman hidoep dan kehidoepannja.
Karangan entjik Sitti Masiah itoe adalah sebagai jang berikoet:
Satoe kedjadian jang aneh saja akan terangkan di bawah ini:
Waktoe kami berangkat dari Siantar ke Prapat kami ada menompang satoe auto. Dalam auto itoe ada djoega 2 tiga orang Belanda boleh djadi Assistant keboen jang akan vacantie ke Prapat. Banjak djoega perempoean dalam auto itoe, jaitoe perempoean dari sebelah Toba, ada 2 orang Djawa jang akan mendjadi baboe ke Prapat.
Saja doedoek berantara 2 orang dari Belanda itoe. Dalam auto itoe, Belanda itoe mengadjak main-main kepada 2 orang Djawa itoe, tetapi tidak berhasil. Mereka hendak tjoba kepadakoe, tetapi tidak saja ambil perdoeli, karena saja lihat tingkah lakoenja boekan main kasarnja. Sekedar omong, setjara jang terpeladjar di Djawa dan di Westkust, selaloe saja soeka omong-omong, jaitoe sebagai biasa orang lakoekan dalam perdjalanan oentoek menghabiskan waktoe. Ada saja bawa koffer dan boengkoesan, demikian djoega saja poenja mesin toelis.
Si Belanda memegang-megang koffer saja dan teroes mengangkat mesin toelis saja, dan berkata: ,,Aeeee, ini dia gramaphoon, en boleh bikin senang-senang, en minta dia ,,poenja” mangkok kita boleh poesing en saja ,,dansa” doedoek.” Etek saja menjeboet: ,,Boekan gramaphon toean, itoe hanja mesin toelis kepoenjaan adik saja.” Si Belanda menjahoet: ,,mesin toelis?” Etek saja mendjawab: ,,Ja toean.”
Kemoedian si Belanda bilang: ,,Kowe poenja adik mana? Etek saja menoen-djoekkan saja.” Si Belanda membelalangkan mata, tidak berkata, Saja tidak tempo, teroes berkata dalam bahasa Belanda, maksoednja: ,,Apa toean kira kaoem iboe bangsa Indonesia tidak dapat mendoedoeki bangkoe sekolah ?”
Air moekanja merah dan maloe, Belanda kawannja membisik, ta’ tahoe apa katanja. Ia orang sedang membisik saja teroeskan bitjara begini: Dari Java sampai ke Deli saja djalani dan saja toelis apa pemandangan saja dengan pertolongan mesin toelis ini, toelisan itoe kelak ada jang saja siarkan dalam soerat chabar dan ada jang saja akan djadikan boekoe. Mendengar ini roepanja semangkin beroebah, dan tingkahnjapoen beroebah sebagai ,,vriendelijk” betoel2, berkata boekan main haloesnja. Belanda jang lain kawannja, doedoek agak djaoeh, menawarkan makanannja kepada kami, tetapi kami tolak dan berkata, ta’ bisa memakan kedjoe.
Tidak berapa lama kamipoen sampai di Prapat, dan teroes pergi ketempat jang kami toedjoei. Si Belanda pergi kelain tempat, tetapi waktoe saja toeroen dari auto matanja tadjam sekali memperhatikan kami. Kami tidak ambil pedoeli barang sedikit djoega.
Sampai di roemah penampoengan kami tjeriterakan hal ini, dan dapat menjeboetkan bahwa di Deli ada kebiasaan Belanda keboen mengepek. Saja bingoeng dengan perkataan ini apa maksoednja, penoempang kami menerangkan arti perkataan itoe hendak mentjoba mempermainkannja. Sebenarnja, sedjak dari Medan, Asahan teroes ke Siantar ta’ pernah kami hendak ditjoba dipermainkan Belanda, dan perkataan itoe ta’ ada sama sekali mengerti, baroelah sekarang. Belanda jang datang dari Holland teroes ke Kebon, tidak singgah di Medan atau ditempat jang agak ramai, tetapi door ke Kebon dimana pergaoealan ta’ ada jang sebagai di Kota.
Boleh djadi karena di Kebon biasa kasar dan mengedjek-edjek kaoem-kaoem kon-trakan, sekali ia keloear Kota atau sedang diperdjalan, hendak ditjobakan kepada Kaoem iboe jang terpeladjar, soedah tentoe ta’ dapat, ada halnja dapat larakan. Kerap isteri dari golongan baik-baik, dari golongan jang terpeladjar, beroleh gangoean dari bangsa koelit poetih di tempat-tempat oemoem. Perkataan ini, biasanja diperkatakan di dalam roemah. Djarang jang disampaikan kepada pengadilan, dan djarang poela disampaikan kepada Bestuur.
Kita mengerti apa sebabnja oleh pihak kita perkara itoe seakan-akan didiamkan sahadja. Jang teroetama sekali, kita poen tahoe akan kebiasaan kita bahwa bangsa Timoer itoe, tiada soeka perkara-perkara, dan tiada soeka banjak retjok. ,,Sebab” jang kedoea, karena perkara ini soedah perkara biasa. Orang soedah sama ma’loem belaka, bahasa begitoelah kebiasaan orang Europa di negeri ini. Tetapi soeatoe bangsa itoe, selama-lama tidoer, mesti datang masanja bangoen.
Di masa ,,kesadaran” itoe lahir, maka pada masa itoe poela, ada Belanda Keboen jang salah raba, mengganggoe kaoem iboe jang njalang matanja, Tentoe ia beroleh peladjaran jang pantas.
Kita moeatkan toelisan ini, adalah dengan pengharapan soepaja pihak bangsa koelit poetih --teroetama pihak pers Belanda-- akan memperingatkan kepada golongannja kalau mereka sesoenggoehnja menghendaki perlakoean jang manis dari pihak kita, hendaklah mereka memboeang segala perlakoean jang tiada lajak terhadap kepada bangsa Indonesia. Itoelah djalan selamat, djalan aman, ma’moer dan damai !
Memang begitoelah anggapan kebanjakan bangsa koelit Poetih jang hidoep di desa-desa atau di tanah-tanah jang djaoeh dari pada kota-kota besar. Datang dari negeri-nja jang terletak dipantai Laoetan Oetara itoe ke tanah toempah darah kita ini boekan teroes bekerdja dan tinggal lama di kota-kota tetapi teroes masoek di keboen-keboen boeat mentjari ,,isi peroet” jang soenggoeh gampang sekali diperolehnja di tempat-tempat jang sematjam itoe, sebab ,,oekoeran dan koelit bangsalah” jang mendjadi pedo-man dalam tanah-tanah itoe.
Karangan terseboet ta’ perloe djoega kita sertai dengan kommentaar jang agak loeas dan pandjang, lantaran tjoekoeplah soedah toelisan itoe memperlihatkan kekedjaman kedjadian-kedjadian jang amat menoendjoekkan kerendahan tabi’at dan hati manoesia jang tidak ,,mengenal akan kesopanan dan peradaban dan barangkali tidak mengetahoei akan kewadjiban-kewadjibannja sebagai manoesia lelaki terhadap kepada orang-orang perempoean, baik diri bangsanja sendiri maoepoen dari bangsa lain.
Bangsa lain, teroetama bangsa kita soedah terkenal akan ,,kemoerahan” harganja. Malah sering kali tidak ada harganja sama sekali, atau lebih tegas lagi tidak dihargakan sedikit poen djoega.
S.M. Kartosoewirjo
No comments:
Post a Comment