04 September 2008

Bab 14 PENUTUP

KATA-KATA yang bagaimanakah, demi Allah, yang dapat kita ucapkan dengan cara yang benar dan dapat diterima akal sehat, sehingga dapat mewakili rintihan hati orang yang, atas nama kekuasaan, dianiaya, dirampas hak-haknya, dan diperkosa martabat serta kehormatannya oleh diktator negeri ini?

Kata-kata yang bagaimanakah, demi Allah, yang dapat kita ungkapkan sebagai penutup buku ini, sehing-ga dapat berfungsi sebagai lisan sejarah yang mampu berkisah tentang duka nestapa anak bangsa ini kepada generasi sejarah yang datang kemudian ?

Jika membaca bab demi bab dari isi buku ini, kita seakan kehabisan kata-kata manusiawiyah untuk men-ceritakan betapa dahsyatnya bencana yang menimpa kaum muslimin sepanjang empat periode pemerinta-han di Indonesia.

Betapa banyaknya korban yang menanggung trau-ma masa lalu. Anak-anak yang menatap mentari dengan linangan air mata. Setiap malam ibu-ibu yang ditinggal mati suami atau diperkosa oleh jagal kemanusiaan, tidur dengan senandung nestapa. Sementara rantai represi penguasa tetap saja membelenggu kebebasan berbicara, bahkan kebebasan untuk bercita-cita.

Kini, ketika masyarakat menuntut, atas nama demokrasi dan hak asasi manusia, supaya mereka yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana kemanusi-an itu diadili. Mereka semua, mencoba mengubur kebe-naran dengan sikap munafiq dan kalimat dusta.

Terhadap peristiwa Tanjung Periok, 1984, Try Sutris-no yang menjabat Kasad ketika itu berkata: “ Bahwa peristiwa tersebut merupakan usaha dari suatu kelompok yang ingin menggagalkan kerja wakil-wakil rakyat yang sedang membahas lima rancangan undang-undang.” Untuk itu ia menolak bertanggung jawab sebab, “ini bukan kesalahan pribadi melainkan kesalahan institusi TNI”, katanya. Sementara Hendro Priyono, Danrem 043 Garuda Hitam, 1989, yang bertanggung jawab atas peristiwa Lampung berkata: “Peringatan aparat keamanan dijawab dengan pekik Allahu Akbar dan seliweran anak panah serta lemparan bom molotov.” Hendro memimpin dan menugasi 3 peleton tentara dan sekita 40 anggota Brimob menyerbu ke Cihideung pusat gerakan”. Dan sekarang ketika mesyarakat menuntut tanggung jawabnya dia berkata: “Oh, saya tidak sudi diperiksa. Sekali-lagi tidak sudi. Setelah saya menjalankan tugas dengan penuh dedikasi untuk negara dan bangsa, lalu mau diperiksa seperti pesakitan? No way”. Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Beny Murdani, mantan Pangab yang dinilai paling bertanggung jawab atas peristiwa Tanjung Priok berkata:“Mereka adalah sekelompok orang yang menyalahgunakan agama dan tempat ibadah untuk menghasut ummat beragama dan anak-anak sekolah...”. Suatu ketika Roekmini (mantan anggota DPR) bertanya soal kebijakannya yang cenderung merugikan ummat Islam. “Pak Beny itu sadis, suka membunuh ummat Islam,” kata Roekmini sambil menyebut kasus Tanjung Priok.

Apa jawab Beny? “Roekmini, kamu kira saya ini siapa. Jangankan untuk membunuh orang, untuk kentut saja, saya harus lapor (kepada Soeharto)”. (ADIL, No. 46. 25-8-98).

Dengan lengsernya Soeharto, rakyat negeri ini sebenarnya menitip harapan besar, terhindarnya negeri ini dari bahaya disintegrasi serta pulih-nya roda pereknomian dengan semakin kencangnya hembusan angin demokrasi. Dan harapan itu sempat memendarkan sinar terang, ketika Habibie memimpin negeri ini selama satu tahun. Semua Narapidana po-litik yang dihukum oleh rezim orde baru dibebaskan tanpa syarat.

Dan tampilnya Gus Dur sebagai Presiden Indonesia ke-IV, semakin memperkuat harapan rakyat banyak. Akan tetapi, sepanjang hari-hari kekuasaan Gus Dur, yang terjadi kemudian adalah anarkhi, konflik horizontal dan vertikal. Fitnah politik yang ke luar dari mulutnya menjalar bagai virus beracun. Kebenciannya kepada ummat Islam nampak dari kata-katanya, dan mungkin saja yang ada di dalam hatinya lebih jahat lagi. “... Mereka tidak akan henti-hentinya melakukan keonaran kepa-damu. Mereka senang berbuat yang menyusahkan kamu. Kebencian telah nyata dari mulut mereka. Dan yang tersembunyi di dalam hati mereka lebih besar lagi”. (Qs. Ali Imran, 3:118)

Fitnah politik yang dirasakan paling menyakitkan hati kaum musli-min, setelah anjurannya mencabut Tap MPRS 25/1966 adalah agitasinya tentang situasi di Maluku. Gejolak di Maluku terjadi, katanya, akibat ummat Islam dianak emaskan selama sepuluh tahun terakhir kekuasaan Soeharto. Padahal kenyataannya, justru ummat Islam-lah yang paling banyak menderita, sebagaimana dapat dibaca dalam buku ini. Maka sangatlah wajar, jika banyak dari kaum muslimin yang menilai, bahwa yang buta bukan cuma matanya Gus Dur, tapi yang buta adalah hatinya.

“Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lantas hati mereka dapat memikirkan dan telinga mereka dapat mendengarkan? Maka sesungguhnya bukanlah mata yang buta, tetapi hati yang di dalam dada”. (Qs. Al-Haj, 22:46)

Keadaan semacam ini, tidaklah mustahil akan terus berlangsung pada hari-hari mendatang. Dan akan terus berlanjut sampai sidang umum yang akan datang atau sampai Gus Dur lengser dari jabatan kepresidenan sebagaimana pendahulunya.

Sekiranya bukan karena turunnya rahmat serta pertolongan Allah, dan munculnya kesadaran dari kaum muslimin akan pentingnya merubah nasibnya sendiri, sehingga Allah merubahnya, dan menyadari eksistensi yang terinjak, maka bukan mustahil bencana yang lebih besar lagi akan datang menerpa.

Oleh karena itu, amatlah penting bagi kaum muslimin untuk mengu-payakan berlakunya hukum Allah, karena hal itu merupakan kebaikan abadi yang wajib diamalkan oleh semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan.

Yakinlah, Nasrun minallah, pertolongan dari Allah dan kemenangan akan datang manakala kaum muslimin menolong agama Allah, melaksa-nakan syari’at-Nya. Intan shurullaha yan shurkum wayu tsabbit aqdamakum.

Mengakhiri buku ini, adalah afdhal jika kita bermunajjat kepada Allah, sebagaimana orang-orang yang bertaubat berdo’a :
”Ya Rab kami, janganlah Engkau siksa kami, sekiranya kami salah atau lupa. Ya Rab kami,janganlah Engkau pikulkan di pundak kami beban berat (yang tidak sanggup kami memikulnya) sebagaimana Engkau pikulkan kepada ummat sebelum kami. Ya Rab kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami tanggung jawab yang melebihi kekuatan kami. Maafkanlah kami, ampunilah dan beri rahmatlah kami.. Engkau Pembela kami, maka tolonglah kami untuk mengalahkan orang-orang kafir”. (Qs. Albaqarah, 2:286).

Amin, Ya Mujibassailin !

No comments: