STATEMENT KOMANDEMEN TERTINGGI
ANGKATAN PERANG NEGARA ISLAM INDONESIA
TENTANG:
Sikap (reaksi), bantahan dan sangkalan Negara Islam Indonesia terhadap tipu-muslihat R.I.-1950, berkenaan dengan disangkut-pautkannja Negara Islam Indonesia beserta Pemimpin2nja didalam perkara Schimdt Jungschlaeger cs.
Oleh:
ANGGAUTA KOMANDEMEN TERTINGGI A.P.N.I.I.,
Djenderal Major T.I.I.: DJAJASAKTI.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
7 AGUSTUS 1949: PROKLAMASI BERDIRINJA N.I.I.
Assalmu ‘alaikum w.w.,
BAGIAN I: KALAM AWAL
Alhamdu lillah wa Sjukru lillah.....Allahu Akbar!
Segala Pudja-Pudji serta Sjukur hanjalah dipersembahkan kehadirat Allah, Dzat Maha Tunggal, Dzat Maha Kuat-Kuasa, Jang senantiasa dan selalu membimbing, menun-tun, meimpin, mengasuh, melindungi, mendjajakan dan memenangkan serta melimpah-tjurahkan Ni’mat-Nja atas para Mudjahidin, chususnja Angkatan Perang Negara Islam Indonesia, di dalam mempersembahkan dharma bakti-sutjinja kepada-Nja (Allah) sema-ta: berdjihad di-Djalan Allah, berperang li i’lai Kalimatillah serta menggalang dan men-dukung Negara Kurnia-Nja, Negara Islam Indonesia!
Semoga berkenanlah kiranja Ia (Allah), Dzat Jang Menentukan segala sesuatu, mengantar dan menjampaikan “bachtera mutawasithoh”-N.I.I. dengan selamat-se-djahtera-sempurna, lahir-bathin, kebandar Darul-Fatah dan Darul-Falah, dunia-achirat, di dalam waktu jang tidak lama lagi! Demikianlah hendaknja! Insja Allah! Amin, Ja Mudjibas-sailin............!!!
Sjahdan, maka sudah lebih-kurang 2 tahun lamanja masjarakat ramai, chususnja di Indonesia dan di Nederland, umumnja diseluruh dunia, telah digemparkan oleh suatu perkara jang bersifat politis-kriminil jang serba sensasionil dan tendentieus, dimana terlibat beberapa puluh orang Belanda, jang pada lebih-kurang achir tahun 1953 ditang-kap oleh Polisi R.I., terutama di-ibu-kota propinsi Djawa-Barat, BANDUNG.
Mula pertama, hal dan sual itu, tidaklah begitu mendjadi perhatian kita (N.I.I.), sebab hal dan sual tersebut, bukanlah urusan Negara Islam Indonesia. Akan tetapi, ke-mudian ternjata, bahwa di dalam perkara itu (Schmidt, Jungschlaeger cs) NEGARA ISLAM INDONESIA, Imam Negara Islam Indonesia, S.M. Kartosoewirjo, beserta Pe-mimpin-Pemimpin N.I.I. lainnja, senantiasaa dan selalu dibawa2 dan ditjemarkan!
Oleh karena itu, maka mau atau tidak mau, kita terpaksa memperhatikan perkara itu dengan sepenuhnja dan mengikutinja dengan seksama! Selama itu, dengan sengadja (met opzet), kita biarkan proces itu berdjalan dulu, sebab ingin mengetahi sampai dimana dan bagaimana usaha2 R.I.-“1950” membawa2, menjangkut-pautkan, mentjemarkan dan menodai Negara daan Pemimpin2 kita, di dalam perkara itu.
Kini, sa’atnja sudahlah kita anggap tiba! Sebab, kita anggap sudah tjukup “keterlaluan”, luar, keluar dan di luar daripada batas-kepatutan, bahkan sudah sampai kepada taraf “kurang adjar”! Djadi, djika kita (N.I.I.) sekarang menjatakan segala sesuatu jang bertalian dengan perkara Schmidt-Jungschlaeger cs. — dan dengan begitu, walaupun tidak langsung, ikut “tjampur-tangan” di dalamnja —, bukanlah karena apa2, melainkan hanjalah “karena Allah” semata2, mengingat kewadjiban kami, baik terhadap Agama Islam, Negara Islam Indonesia, Ummat Islam Bangsa Indonesia dan para Mudja-hidin Indonesia sendiri pada chususnja, maupun bagi masjarakat dunia pada umumnja.
Tegasnja, hendaklah masjarakat-chalajak-ramai, di dalam dan di luar Indonesia, memahami dan meninsafi sepenuh2nja (ten volle), bahwa maksud usaha kami ini, semata2 ditudjukan kepada hadjat untuk:
a. Mendudukkan haq (recht, right), kebenaran (waarheid, truth) dan ke’adilan (gerech-tigheid, justice) pada tempatnja.
b. Meluruskan pandangan dan pendapat umum, jang sudah dengan sengadja “dibeng-kokkan” dan “diperkosa” (verwrongen en verkracht!) oleh R.I., terhadap kebersihan dan kesutjian perdjuangan Negara Islam Indonesia!
c. Mendjaga, memelihara, mempertahankan serta membela integriteit dan kehormatan (eer) Imam dan Pemimpin2 Negara Islam Indonesia lainnja!
BAGIAN II: SEDJARAH (HISTORIE) SINGKAT INDONESIA
dari 17 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1955
A. Kekuasaan Belanda-kolonial Contra R.I. -1945 dan Peranan Ummat Islam Bangsa Indonesia.
1. Seperti umum telah mengetahui dan menjaksikan dengan mata kepala sendiri, maka Revolusi Nasional Indonesia, jang dimulaikan pada tanggal 17 Agustus 1945, telah memperoleh dukungan terkuat dan terbesar dari Ummat Islam Bangsa Indonesia.
Beratus2, beribu2 para Pemuda Islam Indonesia beserta orang tuanja mengerahkan segenap harta, djiwa dan raganja untuk menjelesaikan Revolusi Nasional tersebut.
Ingatlah bantuan jang sangat berharga —umpamanja— dari Ummat Islam di Atjeh kepada Pemerintah Republik Indonesia Dlarurat dulu!
Lihatlah dan kenangkanlah tenaga pasukan2 bersendjata para Pemuda Islam ketika melakukan perlawanan terhadap usaha2 pendjadjahan, ketika meletus pertempuran pada tanggal 10 November 1945 di Surabaja! Djuga di Bandung ! dan dilain2 tempat diseluruh Indonesia!
Sesungguhnja, pelopor penggempur jang menghantjurkan gerombolan2 Komunis di Madiun, adalah Patriot Islam, Lasjkar Islam, jang pada waktu itu dinamakan Lasjkar2 Hizbullah, jang masuk formasi T.N.I., misalnja: Kesatuan Bataljon 426 dan lain2 kesatuan Bataljon Hizbullah!
Betapakah hebatnja tentangan Ummat Islam (jang dipelopori oleh Masjumi) pada ketika Naskah Linggar djati ditanda-tangani! Dengan lahirnja Naskah Renville, pada tanggal 17 Djanuari 1948, maka Ummat Islam Bangsa Indonesia, chususnja jang berada di Djawa sebelah Barat, ditinggalkan oleh para pemimpin2 dan “djago2”-Nasional; lari ... dan mengungsi —bukan “hidjrah”!— ke Djokja....!!!
2. Mereka —chususnja Ummat Islam Bangsa Indonesia di Djawa sebelah Barat itu— diserahkan begitu sadja, dengan mentah2 (zo maar zonder meer!) kepada (“willek-eur”-nja!) Belanda-pendjadjah, seakan2 hiduup sebatang kara, menghadapi musuh2-nja jang ganas dan kedjam: serdadu2 dan alat2 pemerintah djadjahan Belanda.........!!! Meskipun demikian, mengingat akan tugas dan kewadjibannja, menunaikan Perintah Allah S.W.T. semata, ja’ni: memenuhi panggilan-sutji, djihad fisabilillah, li-i’lai Kalimatillah, maka sedjak tanggal 17 Februari 1948 meletuslah “Revolusi-Islam”, jang dimulaikan di Gunung Tjupu, suatu tempat di Kabupaten Tjiamis (Priangan-Timur), Djawa-Barat!
Madju.......melawan dan menangkis serangan2 serdadu2 Belanda dan kaki-tangannja!
Alhamdulillah dan Allahu Akbar !
Darah-sjuhada mengalir membasahi bumi Allah Indonesia, sebagai kurban dan tanda-baktinja kehadlirat Chaliqul-’Alamin............!
Tapi, darah-musuhpun mengalir, bahkan berlipat-lipat ganda banjaknja, sebagai hukuman dari Dzat Jang Maha ‘Adil atas segala dosa dan keangkara-murkaannja......!
3. Dalam pada itu, pemimpin2 dan “djago2”-nasional jang ada di dalam “kurungan”-Djokja, berfoja-foja terus dan hanja “menonton-tanpa-membajar” serta mendengar-kan dari djauh........!!! Ringkasnja, pada tanggal 18/19 Desember 1948, “kurungan”-Djokja diserbu oleh tentara Belanda, hingga berantakan...!!!
Pemimpin2 dan djago2-nasional-tjabang-atas dengan “tangkas dan tjepatnja-laksana-kilat”.....mengibarkan bendera putih.......!!! MENJERAH dan DITAWAN.....!!!
Sungguh suatu hal dan peristiwa jang memilukan dan menjedihkan hati.....! Sungguh suatu perbuatan jang nista dan hina-dina....! Sungguh suatu perbuatan jang memalukan, “ngawirangkeun” (bhs. Sunda).....! Dan, ....hal, peristiwa serta kedjadian tersebut, di-”pelopori” oleh “pemimpin dan djago besa” Soekarno, jang pada waktu itu —sebagaimana “kesukaannja-jang-biasa”!— ber-uniformkan “Panglima Tertinggi”.......! For shame......!!!
“Djago”-besar-Soekarno, jang lebih “ichlas”, jg. lebih “ridla”, jang lebih suka dan jang lebih “seneng”: menjerah dan ditawan oleh musuh daripada “memimpin-gerilja”.....!!! “Djago”-besar-Soekarno —“djago” di atas kertas dan di muka microfoon?!— jang lebih “ichlas “, “ridla” dan “seneng”(!): menjerah dan ditawan serta dibuang ke Prapat, kemudian ke Bangka, sambil dengan enak2 memakan mentega dan kidju serta meminum susu, jang diterima dari sih-kurnianja sang cipier-Belanda, terasing dan djauh dari rakjat-berdjuang, daripada “memimpin gerilja-sambil-mema-kan-batu” bersama2 dengan dan di tengah2 rakjat....!!! Tableau........!!!
Sungguh, sekali lagi, suatu hal, peristiwa dan perbuatan jang memilukan, menjedih-kan, nista, hina-dina dan memalukan serta menurunkan dengan sekaligus, harkat-deradjat Negara dan Bangsa Indonesia......!!!
B. R.I. - 1945 gugur (6 Agustus 1949) Proklamasi Negara Islam Indonesia ( 7 Agustus 1949)
Selandjutnja, sedjarah mentjatat beberapa peristiwa lagi jang penting, a.l.l.:
a. Statement Rum-Rojen, 5 Mei 1949 (compromis!), disusul dengan “Cease-Fire” dan .....”Trace-baru”, jang —tentunja!— didjagoi (lagi) oleh bung Karno.......!!!
b. Moh. Hatta cs. meninggalkan tanah-air Indonesia, berangkat, terbang, menudju ke Nederland —Den Haag—, (hendak) menghadiri “Konperensi Medja Bundar” dan .....(hendak) mengubur (begraven) “Republik Indonesia-Proklamasi 1945”....! Tegasnja: R.I.-Proklamasi 1945 (hendak) digugutkan dan dihapuskan serta diganti dan didjadikan suatu “negara bagian” (deelstaat) dari “Republik Indonesia Serikat” (R.I.S.), tjiptaan v. Mook & Beel cs. Dan, dengan demikian, sama sadja statusnja dengan “negara2-boneka” lainnja tjiptaan V. Mook, seperti Pasundan, Djawa-Timur, Madura, N.I.T., dan lain2nja!
Tanggal pemberangkatan Moh. Hatta cs., adalah: 6 Agustus 1949!
NOOT: Hendak dan haruslah ditjatat tanggal 6 Agustus 1949 ini dengan baik2, Ja’ni! tanggal “mati”-nja R.I.-Proklamasi 1945! Memento Mori.. A.D. 6 Agustus 1949!
c. “Penjerahan”-kedaulatan (souvereiniteits-overdracht) dari Keradjaan Nederland kepada Republik Indonesia Serikat (R.I.S.) —bukan dan tidak kepada R.I.—”tjiptaan-1950"!
27 Desember 1949.
NOOT: Istilah (term) “penjerahan” (overdarcht) hendak “selalu” diputar-balikkan mendjadi “pengakuan” (erkenning) dan/atau hendak “selalu” di-”sunglap” mendjadi “pemulihan” (herstel)!
Jang di dalam hal ini, —sudah barang tentu lagi!—, bung Karno-lah jang “ingin” sekali (men) jadi “tukang sunglap-jang terbesar”........!!!
Berhubung dengan peristiwa2 tersebut di muka tadi, dan dengan ‘amal (daad) “pemberangkatannja Delegasi Hatta, pada tanggal 6 Agustus 1949 ke Nederland itu”, sebagai “finishing touch”-nja, maka pada tanggal 7 Agustus 1949 dila-kukanlah Proklamasi berdirinja Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia oleh Imam S.M. Kartosoewirjo, atas nama Ummat Islam Bangsa Indonesia!!!
Alhamdu lillah........ALLAHU AKBAR !
Hanja karena mengingat kehendak dan kemauan Ummat Islam Bangsa Indonesia djua!
Hakikatnja, hanja karena Perintah Allah semata!
Baiklah djuga di sini diperingatkan dan hendaklah pula difahami, bahwa Proklamasi NII tersebut di atas, adalah dan merupakan hak asasy (fundamenteel recht, fundamental right) daripada U.I.B.I., sebagai letupan djiwa U.I.B.I., sebagai manifestasi dan realisasi daripada pengharapan sutji dan du’a U.I.B.I. !
C. Tentara Islam Indonesia centra kekuasaan Belanda-kolonial dan gerombolan tentara-liar dari ex-R.I.-1945 (Perang Segi Tiga)
Di tengah2 menghebat-dahsjatnja perlawanan T.I.I. terhadap Belanda-pendjadjah, maka tiba2 datanglah penggempuran2 TNI, (gerombolan dan tentara liar), jang datangnja dari djurusaan Djokja, masuk kewilajah Djawa-Barat.
Penggempuran2 (agressi) TNI —jang sifat-thabi’atnja hanja dapat berlaku serta ber-tindak “gagah-dan berani” kepada saudara2 dan bangsanja sendiri!— ini, dimulai pada tanggal 25 Djanuari 1949, jang kita anggap sebagai pelaksanaan daripada “konsepsi—Stikker-Hatta”. (Nopember 1948), di dalam konsepsi mana dengan djelas dan terang-njata ditjantumkan: “kerdja-sama” dan “bersama-sama” (samen werking en gezamenlijk) antara R.I. (T.N.I.) dengan Belanda (K.L., K.N.I.L. enz.) di dalam menghancur-binasakan “Pasukan2 Islam”, c.q. Tentara Islam Indonesia, jang melawan kepada Belanda-pendjadjah....!
Hari itulah (25 Djanuari 1949), Insja Allah, akan tertjatat di dalam sedjarah Indonesia, sebagai “Hari-Perang-Saudara”!
D. Republik Indonesia Serikat Contra Negara Islam Indonesia.
1. Serangan2 dan penggempuran2 dari pihak T.N.I. terhadap T.I.I., lebih2 diperbesar serta diperhebat, setelah T.N.I. “dengan resmi” —paling achir dengan melalui K.M.B.— mendapat tambahan sendjata dari Belanda; tegasnja, setelah T.N.I. dipersendjatai dengan lengkap oleh Belanda (sic!)!!!
Bukan sadja jang merupakan alat2 sendjata, akan tetapi djuga tenaga-manusia (manpower) dan...”brains” (pelatih2).......!!! Bekas-anggauta2 KNIL dimasukkan dalam formasi TNI dengan diberi kenaikan pangkat jang “melompat-lompat” disertakan gadji jang besar2.....!!!
Demikian pulalah keadaannja di dalam Angkatan Laut dan Udara; alhasil, disemua Angkata Perang, jang pada waktu itu diberi nama “bagus”: “Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat” (APRIS)...!
“Brains”, pelatih2, didatangkan dari Nederland, jang terkenal dengan nama “Nederlandse Militaire Missie” (NNM) atau “Misi Militer belanda” (NMB)....!!!
2. Sedang.... sedang TNI-”asli”-pedjuang-1945...harus menghadapi dan mengalami operasinja “pisau-re-ra”= reorganisasi-rasionalisasi....(atau “pisau-rara”??? --“rara” bhs. Belanda!--), jang “ampuh nan batuah” itu.....!!! Ada (banjak) jang “disembelih” sekali, disuruh menanggalkan pakaiannja, uniform-nja-jang-revolusioner (aduh) .... disuruh pulang-kembali ke masjarakat, dengan istilah (jang bagus djuga!): “didemobiliseer”......!!!
Laksana “habis manis, sepah dibuang”......!!! Pulang.... dengan diiringi suara nan merdu: “Tenaga saudara2 dibutuhkan di lapangan lain, di lapangan “pem-bangunan”, jang tidak kurang ertinja bagi menjelesaikan revolusi-nasional.....!!!” Dan hingga kini nasib mereka, para demobilisanten itu, masih terkatung-katung.
NOOT: Kepada para demobilisanten jang dulunja revolusioner itu, seluruh anggauta Tentara Islam Indonesia dengan hati jang terbuka, ingin menjatakan terharunja dan ikut merasakan (meeleven) ...! Tapi, ma’aflah, sementara ini, belum dapat berbuat dan berkata apa2, hanja: “sabarlah..... tunggulah...! Mudah2an kelak ada perubahan dalam nasib Saudara2.
“Bukankah ada peribahasa jang mengatakan: “Ada waktu datang, akan tetapi ada pula masa jang lalu” (Er is een tijd van komen, maar er is ook een tijd van gaan)....?! Maka oleh karena itu, sekali lagi, “sabar dan tunggu-lah.........!!”
Ada (banjak) jang “dipotong” (geamputeerd) oleh pisau “re-ra” itu, ja’ni tetap dalam formasi (TNI), akan tetapi pangkatnja diturunkan.....!!! Maka, dengan kenjataan (feit) ini, —“fusie”, “unie” TNI-KNIL dll. Alat-pendjadjah-Belanda!—, beralih T.N.I. dari “Tentara Nasional Indonesia” mendjadi “Tentara Nederlands-Indie”.....!!! (atau “Tentara Nica Indonesia/Inlander?”) Istilah2 “militer”, “tangsi”, “Belanda-Hitam” (ma’af: “belanda-hitam” —tjukup dengan “huruf ketjil”—), dan “nica”, sudahlah tidak asing lagi di kalangan rakjat.....!!!
Istilah2 mana itu ditudjukan kepada T.N.I. atau/dan jang bersangkutan dengannja! Hal ini —anggapan dan djulukan rakjat-djelata itu— memang diketahui oleh T.N.I.!!!
3. Serangan2 dan penggempuran2 TNI setjara besar2an, jang dimaksudkan di atas tadi, dilantjarkan sedjak awal bulan Djanuari 1950; djadi, hanja beberapa hari sadja setelah “penjerahan” ( —ingat: bukan “pengakuan” dan/atau “pemu-lihan”!— ) kedaulatan........!!!
Dengan demikian, berertilah, bahwa sebelumnja “daulat-hadiyah” itu “dikur-niakan” (27 Desember 1949), maka TNI dengan “diam2” sudah dipersiapkan (voorbereid) oleh dan dengan bantuan Belanda-pendjadjah!
Mungkin djuga, diiringi dengan du’a serta harapan, mudah2an “ajam-djagonja” (atau “dombanja?!), dapat mengalahkan dan menghantjur-binasakan seluruh kekuatan Tentara Islam Indonesia dan alat2 N.I.I. lainnja dengan sekaligus, jang ia (Belanda) sendiri tidak dapat, tidak sanggup dan tidak mampu melakukan-nja........!!! Tegas-djelasnja: dengan-djalan dan tangan lain.......!!!
4. Alhamdu lillah wa Sjukru lillah, “du’a dan harapan” itu tidak mendjadi kenjataan, tidak terbukti....!!!
Tentara Islam Indonesia dan alat2 N.I.I. lainnja, dapat bertahan, bahkan dapat memberi pukulan2 kembali, hingga kian lama kian bertambah kuat dan besar......!!!
Hanja dengan karena Taufiq dan Hidajat Allah Jang Maha Murah lagi Maha Asih serta Tolong dan Sih-Kurnia-Nja djua!
Kepada “panglima-tertinggi-Soekarno”, pada kesempatan jang baik ini, ingin djuga kita menjatakan diperbanjak terima kasih atas “kiriman dan pemberian” sendjata2, di antaranja banjak sekali jang “modern”, sendjata2 mana lengkap dengan memakai tanda serta tjap “J” (Juliana) dan “KNIL”, beserta nomornja sekali.....!!!
Sekali lagi: terima kasih dan Alhamdu lillah. Walaupun, dalam hal ini —“kiriman dan pemberian sendjata2 itu”!—, tidak dilakukan dengan “suka-rela”, “ichlas” dan “seneng” hati.......!!!
E. Republik Indonesia Serikat di-”Sunglap” mendjadi R.I. -1950.
1. Marilah sekarang kita “meneropong” R.I.S., hasil persetudjuan K.M.B., dari dekat.
Selain dari “penjerahan kedaulatan”, maka dari sekian banjaknja keputusan2 terda-patlah sedjumlah clausules jang “mengikat” R.I.S., terutama dalam lapangan ke-uangan dan ekonomi.......! Merdeka, tapi “diikat” (gebonden)......! Bebas, tapi tidak lepas........! Walaupun pada waktu itu digembar-gemborkan —terutama oleh propagandist-besar-Soekarno—, bahwa penjerahan kedaulatan tersebut dilakukan dan diterima tanpa sjarat, njata dan komplit...! Unconditional, real and complete.....!!!
Memang, “enak” didengarnja dan memang demikian pulalah “maunja”, akan tetapi, kenjataannja:
a. Apa persetudjuan keuangan dan ekonomi itu?
b. Apa “Unie” Belanda-Indonesia itu?
c. Mana Irian Barat?
Hal ini, —tidak “unconditional”, tidak “real” dan tidak “complete”— memang sudah kita (NII) duga dan perhitungkan terlebih dulu! (periksalah tanggal Proklamasi berdirinja NII!).
Belanda bukanlah “anak-kemarin”! Dalam soal kolonialisme dan imperialisme, termasjhurlah namanja, masuk “kelas satu”........! Dan Belandapun tahu dengan siapa ia berhadapan.....!!!
Oleh karena itu, mesti ia (Belanda) mempunjai “controle middelen” dan di antaranja adalah: Irian Barat (Pardon! Kini: West Nieuw Guinea!) Walhasil, setelah RIS lahir, setelah Dunia-Luar mengakui “daulat-hadiyah”, maka pemimpin2 RIS merasa dirinja “kuat”.
“Djago2”-Republikeinen, “djago2”-Kesatuan (Unitarisen) tampil kemuka, madju ke depan, “ingin” mendjadi dan disebut “patriot 100%”, “patriot 24 Karat” atau “unitaris-tulen”.........! Bukankah sekarang tiba sa’atnja........! Bukankah sekarang datang kesempatan jang baik.........!
Kemudian dengan “gaja-jang-gagah-berani” disertai “suara-nan-lanang”: “Hapuskan Serikat”....! Ganti dan djadikanlah Negara kita “Negara Kesatuan” kembali!
Dan, dengan melalui “usul-integraal-dari-Natsir cs.” jang dibanggakan itu, maka “tertjiptalah”: R.I.-1950 (15 Agustus 1950) lengkap dengan “Undang-Undang-Dasar”-nja jang sementara! RIS dihapuskan dan bersamaan dengan itupun UUD nja (RIS), dengan setjara “unilateraal” sekali......! Bagus dan Bravo.....!!!
Hebat djuga ! Maka dengan itu pun, dengan sekaligus “Pacta sunt servanda” ditjoret dari kamusnja djago2 dan pemimpin2 R.I.-1950......!!! “Pacta sunt servanda” itu, adalah untuk orang lain........!!!
Dalam pada itu, “Hukum actie dan reactie”, masih berlaku di’alam jang fana ini, Sajang.....! Sebab, dengan tindakan jang gagah dan hebat dari para “djago2” Repu-blikeinen dan unitariseen itu, maka Belanda, dengan “k-a-l-m”, memasukkan Irian Barat kedalam wilajahnja, jang “de facto” memang dikuasainja, mendjadi bagian daripada “Het Koninkrijk der Nederlanden”, djuga dengan setjara “unila-teraal”.....!!!
Mendjaga agar “tidak lupa”, maka ditjatatlah kedjadian itu oleh Belanda di dalam “Grond-Wet”nja, dengan nama: WEST NIEUW GUINEA.
Sajang....... Sajang.......!!! Kalau boleh kita sajangkan!
Djago2-Republikeinen/Unitariseen, memang “pintar”, “litjin” dan “litjik” (?), tapi sajang, kurang tepat “timing”-nja! Kalau sadja, agak sabar sedikit.... dan tidak terburu nafsu.......!!! Tapi, jah, “nasi sudah mendjadi bubur”................!!!
Dalam pada itu, dengan “suara jang menggeledek” laksana hendak “membelah angkasa”, maka didjedjal-djedjalkanlah kepada rakjat, bahwa R.I. 1950 itu adalah (sama dengan) R.I.-1945....!!!
NOOT: Bagi kita, N.I.I. bagaimana pula diputar-balik dan bagaimana pula hendak “disunglap” tetaplah ia itu: R.I.-1950, R.I. ala KMB! Bukan dan tidak: R.I.-”asli”, R.I.-1945...! “Pakaiannja”, “badjunja” memang (ber)ganti, tapi isi dan wudjudnja adalah: RIS (KMB!). Buktinja? Unie Belanda-Indonesia, perdjandjian keuangan dan ekonomi serta lain2 perdjandjian/persetudjuan jang merugikan Negara dan Rakjat (Bangsa) masih tetap ada dan berlaku.....!!!
Djadi, bagaimanapun pula dipakaikan pantolon-wool, colbert-tricot, dasi-sutera, tepi “Chaplin”, sepatu-Robinson, minum serutu “Karel I” serta pakai tongkat..”monjet”, jah, tetaplah “monjet” djuga namanja...bukan “ma-nusia”..!!
(Al draagt een aap een gouden ring, het is en blijft een lelijk ding!).
Sementara itu, ajam sudah beberapa kali ber-”krujuk” pada “fadjar-menjingsing”—1951, 1952, 1953, 1954, 1955 (dan beberapa hari lagi 1956)......, tapi “kekasih” Irian Barat (Pardon! Kini: West Nieuw Guinea) ta’ kundjung datang.........!!! Walaupun sudah amat “gandrung”(!) sekali ........!!!
Bung Karno teh gandrung, gandrung.....ke Irian Barat........!
Masja Allah...........! Lagu “Gandrung-Irian”, entah untuk berapa kalinja, didengungkan melalui radio, dengan suara jang “lengas-leungis”, tapi West Nieuw Guinea masih dan tetap “dikekepi” oleh Belanda......!!!
Poster2 dipasang, berteriak, mata-melotot, kepalan diatjungkan keawang-awang (dan dimasukkan ke/didalam saku!), Biro Irian didjelmakan, akan tetapi sudah sekian tahun ... masih “sabar”, sebab katanja “ingin dengan setjara damai”..... Amboi.......!!!
Sesungguhnja, bukanlah “sabar”, bukanlah “ingin dengan setjara damai”, akan tetapi, dengan terus-terang sadja, tidak ada kesanggupan, tidak ada kemampuan dan tidak ada keberanian lahir-bathin untuk merebut Irian Barat alias “West Nieuw Guinea”.....!
Bagaimana utjapanja salah seorang pemimpin India jang selalu di-”citeer” dan dika-gumi oleh “djago”-besar-Soekarno di dalam pidato2nja di hadapan rakjat-banjak???
“Djangan mengemis-ngemis, djangan meminta-minta......, tapi.................!!!
Sorry, bung Karno, dengan pidato2, dengan kepandaian “men-citeer2” sadja, pasti Irian Barat tidak dapat djatuh begitu sadja “kepangkuannja-ibu-pertiwi”...............!!!
Apakah bung Karno memang —mengingat “kepandaiannja” sebagai “tukang-sunglap-jang besar”!— mempunjai pengiraan dan anggapan, bahwa Irian Barat itu boleh dan dapat disamakan dengan “duren jang sudah masak (matang)”.........?!
NOOT: N.I.I., sesungguhnja, sudah “gandrung”, sudah “ingin sekali”, bahkan su-dah “amat rindu-pangkat sekian”, mendengarkan “djago-besar” bung Karno (dan tentaranja!) mengtjapkan —dengan suara jang menggeledek itu!— kata2: “keblinger”, “bandel”.....dan....”biarlah mulut2 bedil dan meriam jang sekarang disuruh berbitjara”, ...tapi (sekali ini!) jang ditudjukan kepada Belanda (dalam soal Irian Barat jang di-”kekepi”-nja, jang didudukinja —sic!— selama sekian tahun itu!)!
Tapi, kiranja kegandrungan, keinginan jang sangat dan kerinduan jang kesekian pangkatnja dari NII itu, tidak akan, tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dan mendapat “balasan” bung Karno berserta “ajam2-djogonja”, angkatan perangnja..............!!! Sebab, membatja, mendengar, melihat dan mengingat sifat-thabi’atnja, “mentalitet’-nja (!), jang hanja “gagah dan berani” kedalam, kepada saudara2— dan bangsanja sendiri! (Tentara Islam Indonesia).
Sehingga seluruh kekuatannja, seluruh angkatan perangnja, baik didarat, diudara maupun dilaut dikerahkan, jang nota bene sebagian besar daripada kekuatan2nja (sendjata2nja) itu diperdapat dari dan dilengkapi oleh Belanda, dengan siapa suadara2 dan bangsanja itu—Tentara Islam Indonesia! —telah mengadu kekuatan (17-2-1948 s/d 27-12-1949)...!!! Bahkan sedemikian rupa kegagahan, keberanian- dan ke-”laki2annja daripada angkatan perang R.I.S./R.I.-1950, sehingga tidak lagi memperdulikan “aturan2 perang orang dan manusia jang beradab”....; tegasnja; ganas dan kedjam....di luar perikemanusiaan.........!!!
Tapi, kalau menghadap “ke luar, sifat-thabi’atnja: aju, lunak; pengetjut, penakluk”.......!!!
Tidak kurang dan tidak lebih, demikianlah keadaanja jang sewadjarnja!!!
Tjoba dan silahkan bantah pernjataan kami ini!!!
Djangan dengan kata2, tapi dengan perbuatan jang njata (daadwerkelijk)! Tjoba!
Dalam “Noot” ini, baik djuga dinjatakan, bahwa: Djenderal Spoor mening-galkan dunia jang fana ini, dengan perasaan puas (hati), dengan senjum-simpul jang menghiasi bibir-nja! Dan, Kolonel Van Langen —kepada siapa bung Karno cs. menjerah dan terus ditawan!— dengan hati jang penuh duka-tjita, sambil mengeluarkan “air-mata-buaja”!), harus meninggalkan Indonesia......!
Jang kemudian, guna “menghibur dan melipur hatinja”, ia, Kolonel van Langen, dinaikkan pangkatnja mendjadi Djenderal Major.
Kenapa jang satu puas hatinja sambil bersejum-simpul dan jang lain-nja berduka-tjita sambil menangis? Sebab, kedua2-nja itu adalah laki2 dan djantan; di dalam kalbu kedua2-nja itu bersemi djiwa satrija, djiwa soldaat!
Jang pertama merasa puas, oleh karena dapat mengobrak-abrik “djago2” TNI dengan gampang dan mudah, laksana pisau memotong kueh; dan, terutama sekali, merasa puas mengalami perlawanan jang sengit serta merasakan pukulan2 jang didapatnja dari Tentara Islam Indonesia! Per-lawanan dan pukulan2 dari Tentara Islam Indonesia itulah jang mengelus (strelen) djiwa-soldaat-nja. Sebagai soldaat, ia dapat dan pandai mengharga-kan lawannja, musuhnja! Ia baru (merasa) berkelahi dengan Tenatara Islam Indonesia........!!!
Jang terachir, berduka-tjita, sebab setelah mendapat kemenangan, ia terpaksa harus melepaskan kemenangan-nja itu dan memberikannja lagi kepada lawannja (bukan karena kalah perang!)...! Sungguh tersinggung sekali kehormatan militernja (militaire ser), menjentuh dengan hebatnja djiwa-soldaat-nja.......! Tetapi, ia sebagai “alat-negaranja”, ia sebagai “soldaat”, harus dan wadjib tunduk, tha’at, kepada atasannja “rasa-berat” sekali-pun.....!!! Demikianlah “rasa-berat” itu, sehingga ta’ dapat ditahan air-ma-tanja......; seorang tua, seorang kolonel jang menangis seperti anak-ketjil.......!!! Maka kepada kedua perwira, kepada kedua soldaat tersebut pula! —menjampaikan “ere-saluut”! Tegasnja, bukan kepada Sporr dan van Langen sebagai Belanda-alat-pendjadjah, bekas musuh (ex-vijand!)! Bukan!
Akan tetapi, kepada Spoor dan van Langen, qua “Soldaat”! “Djiwa”-soldaatnja, keperwiraannja, jang kami hargakan! “Soldaat”-zijn, “djiwa-soldaat”, “keperwiraan” mana, bukan dan tindaklah bersifat “nasional”, akan tetapi (ia) adalah “universeel”. Tjamkanlah! Sekian.
Dan bagaimana “djiwa-soldaat”, keperwiraan, kesatriaanja “ini”...?! Kira-nja, “rakjat” dapat “mendongenkannja”.......! Ingin tahu?
Silahkan, tapi djangan memakai uniform dan membawa “bedil”!
2. KMB (!) dengan segala unak-aniknja, memang (terasa) berat.........!!! Politisi memang “merdeka” (terikat) —ingat: Uni Belanda-Indonesia!—, akan tetapi dilapangan lain, terutama dalam soal keuangan dan ekonomi terang tidak! Tidak lepas dan tidak bebas, tapi ter-diikat, ter- dan dibelenggu!
Dalam hal ini baik djuga kita “pinjamkan” perkataan dan pendapatnja Mr. Moh. Ali, Perdana Menteri Pakistan, ja’ni (dalilnja!):”Political freedom without economic independence, is meaningless”.....!!! Hal manapun, sudah kita njatakan terlebih dulu (vide Manifest Politik N.I.I., 26 Agustus 1949)! Kaum Komunis —”djago”-Linggardjati, “djago”-Renville dan djuga “djago”-KMB!— kemudiannja dengan serta-merta, hendak menutup “muka”-nja Karikatur —bagus dan menarik djuga!—dibuatnjalah dalam salah satu madjalahnja. Apakah bung Karno dan bung Hatta masih ingat? Kalau sudah lupa, tjoba tolong periksa lagi didalam archiefnja kementerian penerangan; barangkali belum dibakar.....!!! Atau, barangkali bung Sjamsuddin St. Makmur dapat membantu menjegarkan ingatannja (geheugen) “dwi-tunggal”.......?! Suara batalkan KMB terdengar dimana-mana! Dengan “tovarich” D.N. Aidit tentu ditempat jang paling muka (terdepan).........!!!
Indonesia toch sudah diakui oleh “dunia-internasional”........?! Dengan “R.I.-1950” sekali....?! Bukankah PBB —jang dalam persetudjuan KMB diwakili oleh UNCI-nja!—, sudah dengan “diam2”, setjara “gerusloos”, me-”legaliseer” perbuatan dan tindakan kita (R.I.-1950)........?! Bukankah kita sekarang mendapat sokongan dari Negara2 Asia-Afrika (A.-A.), jang mewakili sekian banjak negara dan sekian djuta manusia....?
“Truf”-pertama kan sudah “goal”....? (RIS mendjadi R.I.-1950). Walaupun Irian Barat mendjadi “West Nieuw Guinea”........!”Truf-kedua (pembubaran Unie Belanda-Indonesia) toch sudah kita keluarkan (lanceran), walaupun agak “matjet”......!!! Walaupun hingga kini “protocol-pembubaran Unie”, hasil (maximum?) dari bung Mr. Sunario itu, belum dan tidak (mau) di-”ratificeer” oleh parlemen (semen-tara).......!!!
Bukankah sekarang kesempatan (gelegenheid, oportunity) jang baik, jang mustari.....? Bukankah “Pacta sunt servanda” sudah hilang-lenjap-musna dari kamus kita.........? Bukankah kita mempunjai sendjata-ampuh, jang merupakan dan berbunji: “The end justifies the means”.........?
Mari, marilah bung, kita sodorkan “truf” baru kita, kita “fait accompli”-kan sadja...... pembathalan KMB.....!!! Heup bung Karno, hajeh “djago”, silahkan naik mimbar, berdiri dimuka microfoon, dan ....perdengarkanlah lagi suara-bariton bung jang hebat itu .......! Dan, marilah, seluruh rakjat: ja bung Menteri, jang bung tukang betja, ja bung koruptor, ja bung tukang sapu, ja Pa’ Sura/Kromo, ja Nji Mimi/Mbok Sarinem, ja.....semuanja....mari kita dengan “gegap-gempita” bersorak-sorai......!!!
(Dan, hm, ketahuilah mas Karno, mata2 djelita dari wanita2-tjantik melihat dan mengawasi kang mas ....!!! Djangan lupa: “uniform” bung jang netjis itu atau lebih baik, dalam kesempatan ini, mengenakan “battle dress”......!!! Agar lebih hebat dan serem.........!!!).
NOOT: N.I.I. —ma’af— mempunjai kepertjajaan penuh dan berkejakinan jang kuat —bulat, bahwa R.I.-1950 (bung Karno cs.) kurang dan tidak mempunjai kesanggupan, kemampuan dan keberanian untuk mengeluarkan dan me-mainkan “truf”— pembathalan K.M.B. itu! Tiada lain, melainkan mengingat dasar2, sifat-thabi’at serta mentaliteitnja itu —! Tjoba, tjobalah, beranikah membantah kepertjajaan dan kejakinan N.I.I. ini ?!
Silahkan ! Tapi, sekali lagi, dengan amal perbuatan jang njata! Bukan dengan “omong-kosong” jang murah.
F. R.I. -1950 (R.I.K.) contra N.I.I. Kaum Komunis Indonesia dan peranannja Mar-hainisme.
Dalam pada itu, pertarungan, peperangan antara R.I.-1950 dengan N.I.I. berdjalan terus....! Maka tibalah sa’at dibentuknja Kabinet Ali-Wongso-Arifin (30 Djuli 1953), tanpa Masjumi, kabinet mana mendapat dukungan jang kuat dari dan didjamin kedu-dukannja oleh partai Komunis Indonesia (P.K.I.)!
a. Sedikit tentang kaum komunis (Indonesia) dan peranan (rol) jang dilakukan achir2 ini. Adapun maksud dan tudjuan kaum komunis Indonesia, sebagaimana kita sama2 sudah mengetahui dengan jakin, ialah (dengan ringkasnja):
“mentjetak” Indonesia ini mendjadi suatu “negara komunis”, atas dan dengan pimpinan serta titah langsung dari kaum komunis di Rusia (Moskow) Tegas-djelasnja: Hendak didjadikan suatu “negara-djadjahan” dari Rusia atau dengan istilah jang “baru”, hendak didjadikan “satelliet-Rusia”.
Dalam kejakinan-rohaninja: Tidak beragama dan tidak ber-Tuhan, bahkan anti-Agama dan anti-Tuhan! Djadi, dengan demikian, pokok, dasar dan prinsip tiap2 (orang) komunis —di luar Rusia dan orang2 Rusia—, adalah: anti-nasional (a-nasional) dan anti-Tuhan (athiest)! Kalau ada orang komunis menjatakan, bahwa ia adalah seorang nasionalist, maka pernjataan itu, adalah tidak benar, dusta dan bohong! Kalau ada orang Komunis jang menjatakan, bahwa ia ber-agama dan dapat menerima sila-Ketuhanan (Jang Maha Esa), maka itupun tidak benar, dusta alias bohong semata!
Maka, djika orang komunis menjatakan jang tersebut di atas itu, tiadalah lain, hanja untuk kepentingan tactiek, tipu-muslihat dan siasatnja sadja, pada sesuatu waktu dan masa jang diperlukan, jang mereka anggap perlu! Tidak lain dan tidak bukan! Tidak lebih dan tidak kurang!
Di dalam sual tactiek, tipu-muslihat dan siasat, orang komunis memang dan sungguh “ahli”. ..; tidak boleh dianggap “ringan”. Segala “theorie” Lenin/Stalin (paralellisme, infiltratie dllsb), mereka —chususnja kaum komunis Indonesia— praktekkan dengan segala ketekunan, kedjudjuran, keichlasan dan kesetiaan serta keabdian jang sungguh mengagumkan! Baik menurut huruf dan angkanja, maupun sepandjang djiwanja (`en naar de letter `en naar de geest)!
Kalau pada suatu ketika jang diperlukan harus mendjadi Masjumi/NU/PSII/Perti dlls.nja, djadilah dia Masjumi/NU/PSII/Perti dllsb.! Djika dianggap perlu mendjadi PNI/PIR?PRN/PARKI dllsb., maka djadilah ia PNI/PIR/PRN/PARKI dllsb. Pun dia sanggup pula —andaikata diperlukan— mendjadi Parkindo/Partai Katolik Indonesia! Djika perlu —pada suatu masa— memeluk, memandja-mandjakan, memudji, menjuap, menjogok, menghina, mengedjek, menipu dllsb, itu pulalah jang didjalankan..........! Bagaikan “ular”-jang-djahat-berbisa-”ber-kepalakan-banjak”........!!! Caveant consules !!!
Alhasil, usaha dan ichtijar apa sadja, baik jang kedji-kotor-kasar, tjurang-litjik maupun jang lemas-halus, —tanpa mengindahkan batas halal/haram atau sah/batal—, hantam terus....! Asal, maksud dan tudjuannja tertjapai! The end justifies the means!
Habis perkara.....! Bum! Apa itu susila....! Persetan dengan moraal-moreel........!
Bukankah begitu “tovarich” (-sjaithon) D.N. Aidit !
Tjukup sekian sadja tentang apa, bagaimana dan siapa itu “komunis”! Baik rupa lahirnja, maupun isi djiwanja.
b. Dan marilah sekarang kita lihat sepak-terdjangnja dan peranan jang dilakukan (di Indonesia). Dari semua dan segala “isme” jang boleh berkembang biak di tanah jang subur-makmur Indonesia ini, adalah satu jang dia anggap bahaja serta berbahaja dan jang memang sungguh2 ia takuti, ja’ni: ISLAM !
“Islam”-nja Masjumi, N.U., P.S.I.I., Perti dllsb., dianggap tjukup “lunak”, “em-puk” dan “enak” untuk dimakan dengan sekali “suap”.....! Tapi, jang dia takuti sangat, adalah “Islam”nja N.I.I., Islamnja D.I./T.I.I. !
Untuk menghadapi bahaja Islamnja-N.I.I., maka diaturnjalah tactiek dan stra-tegienja dengan baik (tentu dengan advies, tuntunan dan bantuannja Moskow!). Baik setjara legaal maupun dengan djalan illegaal! Setjara illegaal, maka ditaruh-lah pasukan2 bersendjata di belakang! (Mengingat teori “Mao Tse Tung”, bukan?)
NOOT: Tapi sajang, pasukan2-komunis-bersendjata ini diobrak-abrik oleh Tentara Islam Indonesia, dimana dan kapan sadja bertemu. Jang dapat meloloskan dan menjelamatkan diri dari kedjaran T.I.I., tidak tahan, dan minta “ditampung” oleh kawannja (TNI!).
Baik djuga diterangkan di sini, bahwa buku2 jang terdapat dan dike-temukan diri markas2-nja pasukan2 bersendjata itu, ber-tjapkan “Kedutaan Besar Republik Rakjat Tiongkok”-Djakarta....!!!
Adapun jang dengan djalan legaal, selain duduk dalam parlemen (sementara), maka dimasukinjalah, di-infiltreer-njalah segala lapangan, lapisan dan kalangan rakjat/masjarakat! Begitu pula dalam kalangan pemerintah R.I.-1950 beserta alat2-kekuasaannja, dari tingkatan atas hingga ke bawah!
Dengan pura2 “lupa” dan “tidak tahu” akan perbuatan2 jang serong-tjurang serta pengchijanatan2nja jang sudah2 (terutama pengchijanatannja di Madiun, 18 September 1948), didekatinjalah, di-”djilati”-njalah (apanja?) dan dipeluknjalah bung Karno, agar didalam menghadapi PNI mendapat “een gud woordje (van de grote baas)”!
Dimandjakannjalah dan dipudji-sandjungnjalah bung Karno setinggi langit.......!!! Sungguh, “tovaich” D.N. Aidit tahu apa jang diperbuatnja! Dan bung Karno, jang memang “suka” dan “seneng” (!) diperlakukan demikian —ma’lumlah merasa di-elus2 (strelen) perasaan2nja (gevoulens, ijdelheid!)—, tertarik dan terpikat...jang selandjutnja “linea recta” masuk dalam “pelukannja” (perang-kapnja?!) tovarich-Aidit.......!!! Lajar ditutup......!
Dengan “aanbevellingsbriefje” dari “bung-besar”, dipeluknjalah PNI. PRN (“bekas”-PNI!) dan dengan “surat” (2) jang sama maksudnja, pun partai2 lainnja, termasuk djuga diantaranja Pa’ “Kijai”-NU....! Angkatan Perang, Polisi, kedjaksaan, Kehakiman tidak pula dilupakan, Begitu pula organisasi2 masjarakat (Badan Kontak “Nasional”, PPDI, dllsb.) dan perseorangan2.....semua dipeluknja, dikail (di-”gaet” bilang bung Mu’in!) oleh “arit”-nja! Sehingga, di atas huruf “S” dari R.I.S. jang sudah disamar-samar-kan itu, di-”tik”-njalah huruf “K”, mendjadi “R.I.K.” (Republik Indonesia Komunis).
Baik djuga diterangkan, bahwa ada djuga partai2 dan orang2 jang tidak dapat dan tidak mau dipeluk dan di-”gaet”, terutama Masjumi dan bung Hatta. Masjumi tidak mau, karena berpedomankan Firman Allah: “Aduwwallah wa ‘aduwwa-kum” (musuh Allah, adalah musuhmu —muslimin/mu’minin—). Wallahu ‘alam atas dasar apa bung Hatta menolaknja......
Sajang, katanja, Masjumi bukan N.U.; bung Hatta bukan bung Karno......! Lain lagi wataknja, karakternja! Maka dengan tidak ajal2 lagi, di-”palu”-njalah Masjumi dan bung Hatta. Badan Kontak “Komunis” (oh pardon: “nasional”?), PPDI, persorangan2 disuruhnjalah membuat “delegasi”, beraudiensi kepada bung Karno, dengan “desakan”, supaja bung Karno mengeluarkan “decreet”, sebagai-mana djuga dulu dilakukan terhadap kaum Komunis-Muso!— untuk membasmi dan menghantjurkan NII dan men-”tjap” mereka (NII, DI/TII) sebagai “musuh-negara” dan “musuh-rakjat”..!
c. Bung Krno sudah “dipeluk” (oleh komunis) dan inti (kren) dari kabionet Ali-Wongso-Arifin adalah terdiri dari orang2 komunis, semi-komunis, pembantu komunis dan penggemar komunisme-marhainisme.
“Marhainisme” adalah ideologi Partai Nasional Indonesia, ja’ni tjiptaan Soekarno jang berdasarkan atas ideologi “proletar” ala Marx! Periksa dan ingatlah kete-rangan2nja “pamong” S. Mangunsarkoro!
NOOT: “Bung Karno, “dulur2” (saudara2), adalah Marhain...Marhain! Seperti dulur2 dan saudara2 djuga”......!!!
Tapi, itu ... istana2, mobil2 dan lain2nja jang serba mentereng dan meng-kilap, bagaimana....?! Sedang rakjat.... gubug botjor, pakaian tjumpang-tjamping dan perut-kosong!
“Mentereng dan mengkilap” atas keluh-kesah, peluh, air-mata dan darah-rakjat....! Bung Karno marhain.....? Oh, what a joke.....!!!
Ma’af, djangan mengira bahwa kita (NII) “iri-hati”...O, tidak! Tidak sekali-kali! Kalau kita hendak berkata kepada “meneer van Mook” atau kepada “meneer Beel”, —djago2 dan pentjpta2 RIS!—: “O, ik gun het je wel, hoor! Trouwens, je verdient het!”
Tapi, itu utjapan2 dan perkataan2 bung dan “marhain2” lainnja, jang sungguh amat menggelikan...; djauh daripada kenjataan, laksana djauh-nja bumi dari langit....! Tjoba renungkan! Dan, by the way, hanja kaki2 jang kuat sadjalah jang dapat memikul, memanggul kemewahan....!
(Het zijn maar sterke benen, die de weel de kunnen dragen.....!).
G. Perma’luman Perang Resmi dari: R.I.K. terhadap N.I.I.
Maka pada hari tanggal 17 Agustus 1953, keluarlah dari mulut “djago”-besar-Soekarno “komando terachir” (untuk sekian kalinja?!), perma’luman perang daengan resmi terhadap NII. Perma’luman perang dan “komando terachir-untuk-kesekian-kalinja” mana dilakukan dengan begitu nafsunja, seolah2 hendak “menelan dunia segala isinja sekali”.......!!!
Terhadap “komando terachir-untuk kesekian kalinja” dan perma’luman perang itu, dengan kalm, kita (NII) sambut dengan baik. Kaum komunis dan kontjo2nja serta komplotan2nja, bertepuk-tangan, memudji bung Karno akan “ketegasannja”!
Mereka (RIS/RI-1950/RIK) membuat rentjana, kita (NII) pun membikin rentjana dan Allah, Dzat Wahidul Qahhar, mempunjai rentjana pula dan “wallahu chairul makirien”.....(Sesungguhnjalah Allah sebaik2 perentjana...) Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Dan hingga kini, “komando terachir-untuk sekian kalinja” itu, sudah berdjalan lebih dari 2 ½ tahun.....!!! Bukankah begitu, mas Wongso (“tukang dan djago pentjak-silat”).....?! Buktinja...?!!! NII bertambah kuat dan besar! Hanja dengan karena Taufiq dan Hidajah serta Tolong dan Sih-Kurnia Allah, Dzat ‘Aziezul-Djabbar, djua!
Alhamdu lillah wa Sjukru lillah! Allahu Akbar! Keadaan NII sekarang —dengan ke-kuasa-an dan ke-hendak Allah djua!— adalah sebagaimana di “gambarkan” oleh-Nja (Allah) di dalam Firman-Nja (Surat Al-Fath, ajat 29) Begini:
“....kazar’in achradja sjath-ahuu fa-aazarhu fastaghladha fastawaa ‘alaa suuqihie ju’djibuzurraa’a lijaghiedha bihimul kuffar.......” Jang ertinja l.k.:
“....Adalah mereka itu seperti tumbuh2an jang mengeluarkan (melahirkan) anaknja — jang ketjil lagi lemah—, kemudian ia bertambah besar, lalu tegak lurus batangnja (serta kuat), sehingga menta’adjubkan orang2 jang menanamnja, —Begitu pula para Mudjahidin N.I.I. pada mulawnja sedikit serta lemah, kemudian berubah besar dan kuat—, sehingga memarahkan hati orang2 kafir....”
H. Tjatat dan Peringatan Umum.
Demikianlah beberapa petikan (enkele grepen) dari sedjarah Revolusi Indonesia, setjara garis besarnja (in globale trekken), sedjak 17 Agustus 1945 hingg dengan 27 Desember 1955, dengan sewadjarnja, baik jang mengenai R.I.-1945, NII, RIS, R.I.-1950, maupun jang berkenaan dengan Belanda, begitu pula peranan kaum komunis Indonesia. (lebih landjut, periksa dan bandingkanlah Statement/Manifest Politik Pemerintah NII, Nos. IV, V, VI, VII, DAN VIII/7!). Agar supaja:
a. Kita tidak (akan) melupakan djalannja sedjarah itu atau (tjoba2) meng-”kerrap”-nja.
b. Mengetahui dan mengenal dengan sungguh2 apa, bagaimana dan siapa R.I. beserta pemimpin2nja; sifat-thabi’atnja, karakter dan mentaliteitnja; tindak-tanduk serta sepak-terdjangnja jang selalu tjurangkang serong, tukang dusta dan bohong! Penuh dengan tjatat, noda serta pengchianatnja2!
Tegasnja, antara lain2, siapa jang sudah terang dan njata berkompromi, bekerdja sama dan bersatu dengan Belanda?!!!
c. Mengetahui dan mengenal dengan benar2, apa, bagaimana dan siapa itu N.I.I. dan Pemimpin2nja; isi-djiwa, watak, sikap, haluan dan pendiriannja!
Setiap orang dan ahli sedjarah jang djudjur dan benar akan mentjatat, bahwa dalam hal melawan pendjadjah, c.q. Belanda, nama N.I.I., Pemimpin2 dan Pe-djuang2 N.I.I. adalah bebas dan bersih dari noda! Alhamdulillah!
NOOT: Dengan hal jang demikian itu, maka dapatlah dimengerti, kalau R.I.-1950, (tjoba2) berusaha memindahkan dan mealihkan mukanja jang penuh tjatjad dan hitam” itu kepada alamat lain, dalam hal ini kepada N.I.I., Pemimpin2 dan Pedjuang2 (Mudjahidin) N.I.I.!
d. Semua keterangan dan penerangan itu, didjadikan bahanw (gegevens) di dalam melakukan penindjauan (orientatie) dan pertimbangan, serta dapat memudahkan membuat suatu “recontructie” jang selandjutnja dapat menarik serta mengambil kesimpulan (conclusie) jang djudjur dan ‘adil serta tepat dan benar, chususnja di dalam soal disangkut-pautkannja N.I.I., Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo, dan Pemimpin2 N.I.I. lainnja (di dalam perkara “Schimdt & Jungschlaeger cs.”).
Demikianlah hendaknja! Insja Allah! Amin!
Dalam pada itu, mungkin chalajak ramai akan bertanja, bagaimana haluan, pendirian dan sikap kita (NII) terhadap Irian Barat alias Nieuw Guinea itu. Hal ini —walaupun bukan “rahasia”— belum mau kita djawab dengan pandjang-lebar sekarang ini. Tjukuplah kami njatakan, bahwa soal itu —pada waktunja (te zijner tijd)!— akan kita (NII) hadapi dan selesaikan dengan djalan dan tjara jang tersendiri; dengan djalan dan tjara jang orsinil serta unique! INSJA ALLAH!
BAGIAN III: POKOK PERSOALAN:
R.I.-1950 (=RIK) Mendjalinkan N.I.I.
dengan setjara “Listig” (Litjin-Litjik-Tjurang-Serong)
di dalam Perkara Schmidt & Jungsclaeger cs.
Ialah sekarang kita kembali kepada pokok-persoalan, ja’ni:
Disangkut-pautkannja Negara Islam Indonesia, Imam S.M. Kartosoewirjo dan Pemimpin2 N.I.I. lainnja di dalam perkara “Schmidt, Jungschlaeger cs.”! Dengan ringkas, tegas dan djelas, maka di sini kita (NII) menjatakan, bahwa:
“Negara Islam Indonesia beserta pemimpin2nja, sama sekali tidak ada sangkut-pautnja dengan perkara "Schmidt, Jungschlaeger cs. jang dituduhkan itu!”
Agar (dapat) memuaskan (hati) chalajak ramai, masjarakat umum, maka baiklah kita periksa satu demi satu —jang perlu2 sadja!— apa jang dituduhkan dan didakwakan oleh Pemerintah R.I.-1950, jang diwakili oleh “Djaksa-Tinggi”- Sunarjo, sebagai penun-tut umum (openbare ministerie), begitu pula keterangan2 daripada “saksi2”, disertakan djawaban dan bantahan serta sangkalan kita (NII) atasnja.
A. Tuduhan/Dakwaan dan Persaksian.
1. Di dalam tuduhan dan dakwaan resmi, jang dilantjarkan oleh pihak Polisi R.I. (dulunja djuga bekas “polisi”-Belanda!) dan penuntut umum (openbare minis-terie), Djaksa Tinggi Sunarjo, terhadap diri para terdakwa (hingga kini: Schmidt dan Jungschlaeger) berbunji, bahwa:
“terdakwa2 tersebut telah berniat dan melakukan usaha untuk merobohkan R.I., antara lain2 dengan tjara bekerdja-sama dengan dan memperlengkapi N.I.I./D.I./T.I.I.
2. Di dalam “persaksiannja” di muka sidang “pengadilan-negeri” Djakarta, Haris bin Suhaemi —jang menjebut dirinja sebagai “bekas anggauta D.I./N.I.I.”—, a.l.l. menja-takan, bahwa:
1) ia pernah mendjadi “kurier-pribadi”, bahkan “pengawal” Imam Negara Islam Indonesia, S.M. Kartosoewirjo;
2) ia pernah hadlir dalam suatu “pertemuan antara Imam Negara Islam Indonesia, S.M. Kartosoewirjo, dengan bekas Wali Negara Pasundan, R.A.A. Wiranata-kusuma, dan bekas Kapten KNIL, Westerling”;
3) ia pernah menjaksikan suatu “pertemuan antara Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo, dengan bekas Komisaris Tinggi Belanda untuk Indonesia, Lamping, dan bekas Kapten KNIL, Westerling, di Hotel der Nederlanden, Djakarta”;
4) ia sudah pernah melihat “sebuah kapal selam menurunkan perlengkapan2/alat2 sendjata untuk D.I./ N.I.I. di pantai selatan Priangan-Timur, sedangkan nachoda kapal selam itu seorang bangsa Amerika”;
5) ia mengetahui/menjaksikan adanja “dropping dari kapal2 udara asing di atas beberapa daerah di Djawa Barat, untuk keperluan memperlengkapi D.I./N.I.I.”;
6) ia sering melihat “Kapten Bosch dan Schmidt di antara anggauta2 D.I./N.I.I.”;
7) dan lain2 hal, jang semuanja bertudjuan menjangkut-pautkan N.I.I. dalam proces pengadilan tersebut.
3. “Saksi” Tomasoa dalam “persaksiannja” di muka sidang Pengadilan Negeri Djakarta a.l.l. telah menjatakan, bahwa ia “tahu” akan adanja suatu “rentjana Westerling/NIGO/Jungschlaeger cs. guna melawan R.I. di wilajah Djawa Barat, rentjana mana menjebut beberapa nama Komandan Tentara Islam Indonesia (seperti: Ahmad Sungkawa, H. Zainal Abidin) bersama2 (in `e`en adem) dengan pemimpin2 NIGO/APRA dan sebagainja, seakan2 ada kerdja-sama antara NII dengan organisasi2 gelap/subversief (mungkin; dus, belum pasti!) tjiptaan beberapa orang Belanda.”
4. Djuga beberapa orang “saksi” lainnja, jang memperkenalkan dirinja sebagai “bekas anggauta2 D.I./N.I.I.”, menguraikan di muka sidang pengadilan tersebut, hal2 jang bertudjuan mentjampur-adukkan antara komplotan2 (mungkin; dus, belum pasti!) sementara orang2 Belanda di Indonesia dengan perdjuangan N.I.I.
5. Dalam pada itu mungkin masih akan menjusul hal2 jang serupa sifat dan maknanja, jang dimaksudkan sebagai usaha untuk mentjemarkan dan merendahkan N.I.I., Imam S.M. Kartosoewirjo serta Pemimpin2 dan Pedjuang2 N.I.I. sekalian.
B. Djawaban, Bantahan, Sangkalan N.I.I. (Negara Islam Indonesia).
1. Terhadap tuduhan dan dakwaan resmi R.I. tersebut:
1) Dalam tuduhan dan dakwaan atas dirinja sedjumlah orang2 Belanda sebagaimana tersebut di atas, pihak Polisi R.I. beserta kedjaksaan tinggi R.I./Djaksa Tinggi Sunarjo sebagai penuntut umum, dengan sengadja dan sertjara categorisch mela-kukan usaha guna mentjemarkan dan mendjatuhkan nama baik N.I.I. beserta Pemimpin2 N.I.I. di hadapan pendapat umum rakjat Indonesia dan di muka forum Internasional!
2) Usaha merangkaikan/mentjampur-adukkan (samansmelten) perdjuangan sutji N.I.I. dengan gerakan subversief, jang “mungkin”(!) dilakukan oleh sebagian orang2 Belanda di Indonesia adalah sungguh2 absurd dan sama sekali tidak me-ngandung kebenaran sedikitpun djua!
Sedangkan, segala daja-upaja R.I., jang mengesankan adanja kerdja-sama antara N.I.I. dengan (kemungkinan adanja!) komplotan gelap, di bawah pimpinan beberapa orang Belanda di Indonesia, merupakan suatu kedjahatan lahir-bathin jang tidak dapat dipertanggung-djawabkan!
3) Merendahkan deradjat dan menodai perdjuangan sutji N.I.I. beserta nama baik, integriteit dan kehormatan Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo, adalah suatu per-buatan jang sangat kotor-kedji dan hina-dina!
2. Terhadap keterangan “saksi” tersebut:
1) Nama Haris bin Suhaemi tidak dikenal dalam kalangan Pimpinan Tinggi/Mene-ngah N.I.I.! Boleh djadi, (mungkin!) dia pernah “berdjuang” di kalangan bawahan N.I.I. di daerah Tasikmalaja, dan pada suatu waktu telah meninggalkan Medan-Djihad, menjeberang kepada R.I., sehingga mendjadi seorang murtad-chijanat.
Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo, tidak pernah mempunji seorang “kurier pribadi/pengawal/vertrouwensman”, jang bernama Haris bin Suhaemi!
Oleh sebab iitu, maka kami menjatakan dengan tegas, bahwa segala keterangan Haris bin Suhaemi di muka sidang Pengadilan Negeri Djakarta, jang maksudnja menjeret2 dan menjangkut-pautkan N.I.I. dengan persoalan (kemungkinan) kom-plotan orang2 Belanda, tidak mengandung kebenaran sama sekali. Tegasnja: dusta alias bohong!
Kedustaan dan kebohongannja mana, di-”onderstreep”-nja pula dengan “gam-baran” dirinja Imam S.M. Kartosoewirjo, jang ia (Haris bin Suhaemi) berikan di muka sidang Pengadilan Negeri itu. Bagi setiap orang jang sudah mengenal dan bergaul dengan Imam S.M. Kartosoewirjo, “gambaran” (persoonsbesch-rijving) itu, adalah: salah!!!
NOOT: Bukankah begitu, bung Karno, bung Hatta, bung Anwar Tjokroami-noto, bung Abikusno, bung Arudji....? Ingat dan periksalah djuga bantahan serta sangkalannja Sdr. R.A.A. Wiranatakusuma jang ber-kenaan dengan A. 2 : 2) !
NOOT: Kenapa Tuan Lamping berdiam diri.....?
2) Kami mengutuk perbuatan tjurang “saksi” Tomasoa, jang menjataka tentang adanja “kerdja-sama” antara Komandan2 T.I.I. dengan beberapa orang Belanda, misalnja Schmidt, Jungschlaeger dll., orang2 Belanda mana tidak perrnah ada dan tidak dikenal didalam lingkungan perdjuangan N.I.I.!
3) Demikian pula, kami tegaskan di sini, bahwa setiap “keterangan”, jang telah, sedang atau akan diutjapkan dalam perkara ini, di muka sidang pengadilan negeri Djakarta oleh “saksi2” tersebut di atas dan/atau “saksi2” jang lainnja, dengan maksud untuk mengesankan kerdja-sama antara N.I.I. dengan (kemungkinan) gerakan subversief orang2 Belanda di Indonesia, merupakan bual dan isapan djempol belaka!
C. Reconstructie, tentang asal-usul, sebab-musabab dan perlu-pentingnja di tjiptakannja sandiwara pendjalinan N.I.I. di dalam perkara Schmidt & Jungschlaeger cs.(oleh R.I.-1950= RIK).
Bagi barangsiapa, jang memang ma’lum akan watak, tabi’at, isi-djiwa, maksud-tudjuan dan tjita2 mulia serta sutji dari Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo, beserta para Pemimpin/Pedjuang N.I.I. lainnja, kiranja amat sukarlah untuk menaruh keper-tjajaan akan segala fitnahan jang ditudjukan (terhadap) kepada N.I.I. dalam proces pengadilan ini!
Memanglah salah satu “siasat perang” (krijgslist) dan lagu lama R.I.-1950 beserta alat2 kekuasannja dalam hal menghadapi perdjuangan N.I.I., ialah untuk menekankan kesan kepada bangsa Indonesia dan Dunia Luar, bahwa terdapat “kerdja-sama” antara N.I.I. dengan segelintir orang2 bangsa Belanda dan berfikir” dalam alam pendja-djahan. Sehingga mudahlah diterka oleh sertiap orang jang menindjau perkembangan politik interinsuler dan internasional selama tahun2 jang terachir, bahwa pihak Politisi dan Kedjaksaan R.I dengan sengadja dan setjara sadar telah mem"buat2" suatu per-kara jang ber-tendenz politis-kriminil, lengkap dengan saksi2 palsu jang disuap2, disogok2, di-intimidir, dianiaja, didjandjikan hadijah2, dipaksa2 ber-sumpah palsu, dllsb., kesemuanja langsung atas instigatie, perintah dan tanggung-djawab pemerintah Ali-Wongso-Arifin/ Ali-Arifin!
Memang, mustarilah sa’at untuk “men-tjipta2-kan” perkara serupa itu dan amat djelas-lah latar belakang dari maksud-tudjuan pemerintah Ali-Wongso-Arifin/Ali-Arifin dalam hal tersebut.
Marilah kami sadjikan sebuah reconstructie umum, berdasarkan pelbagai segi tindjauan. Satu dan lainnja, periksalah lagi uraian kami jang terdahulu! Reconstructie umum mana, adalah sebagai berikut:
1. Sebagaimana sudah diterangkan, maka pada tanggal 17 Agustus 1953, presiden Soekarno telah mengumumkan sebuah decreet pemerintah, jang berisikan “per-ma’luman perang R.I. kepada N.I.I.” (komando-terachir).
2. Decreet itu telah dibuat oleh Soekarno bersama2 dengan pemerintah Ali-Wongso-Arifin –tanpa Masjumi!–, pemerintah mana dibentuk beberapa pekan sebelum tanggal pengumuman decreet tersebut (30 Djuli 1953). Sebagaimana halnja de-ngan Soekarno, maka pemerintah Ali-Wongso-Arifin pun sangat anti-N.I.I., dise-babkan inti daripada kabinet tersebut terdiri dari orang2 komunis, semi-komunis, pembantu2 komunis atau penggemar2 komunisme-marhainisme. Sedangkan, setja-ra parlementer, kabinet itu didjaminkan kedudukannja oleh Partai Komunis Indonesia dkk!
3. Apa latjur, meskipun dengan adanja decreet tersebut, jang mengakibatkan me-ningkatnja tindakan2 agressi dengan kekerasan-sendjata dari alat2 kekuasaan R.I. terhadap N.I.I., namun N.I.I. tidak semakin (mendjadi) lemah, bahkan sebaliknja!
Perdjuangan gerilja N.I.I. dari sa’at demi sa’at bertambah luas, bahkan l.k. sebulan setelah tanggal dikeluarkannja decreet tersebut di atas, maka Atjeh melepaskan dirinja dari kungkungan dan belenggunja-(masjarakat dan negara)-pantjasila, jang kemudian mengisi serta memperkuat barisan Mudjahidin N.I.I. (20/21 September 1953)! Allahu Akbar wa Lillahil hamd...........!
4. Melihat kegagalan militer jang menimpa usahanja, maka pemerintah Ali-Wongso-Arifin dan Soekarno sibuk mentjari2 alasan dan tjara untuk menghantam perdju-angan N.I.I., dengan mempergunakan siasat pengchijanatan setjara politis-psychologis!
Bersamaan (simultaneously) dengan “decreet”-”komando terachir” (!) itu, maka timbul dan datanglah pula minat serta hasrat bung Karno dan pemerintah Ali-Wongso-Arifin –atas desakan “rakjat” jang dipelopori oleh kaum komunis (-Indonesia)!– untuk “memperdjuangkan” lagi (untuk kesekian kalinja djuga!) masuknja Irian Barat (West Nieuw Guinea!) kedalam wilayah kekuasaan R.I.-1950. Memang tidak sanggup, tidak mampu dan tidak berani, baik lahir maupun bathin, memakai djalan “biarlah mulut2 bedil dan meriam jang berbitjara” (sic!), maka ditempuhnjalah (tjoba2) djalan “diplomasi” ( jang “empuk-lunak”!), disertai usaha2 penghasutan2 dan ketjurangan-ketjurangan, dengan “harapannja” –begitulah perhitungannja! dengan “harapannja”– dapat berarah ke dalam mau-pun keluar (negeri)!
5. Dengan demikian, terang dan djelaslah, bahwa “djago”-Karno dan pemerintah Ali-Wongso-Arifin, menghadapi dua rupa persoalan (vraagstuk, problem), jang sangat sulit-rumit pemetjahannja (oplossingnja)! Bagaimana ‘akal dan djalannja!
“Kebetulan” (tuvallig), lebih kurang pada waktu itu, (achir tahun 1953) beberapa puluh orang Belanda ditangkapi oleh Polisi R.I., penangkapan2 mana untuk sebagian besar dilakukan di kota besar Bandung!
Di antara sekian banjak orang2 Belanda jang ditangkapi itu, terdapat djuga seorang Belanda, jang ditangkapi itu, terdapat djuga seorang Belanda, jang konon kabarnja, adalah bekas Kapten KNIL dan pada waktu itu bekerdja di Denis, Bandung, bernamakan-”asli”: “Schmidt” (batja: Sjmit! —edjaan Djerman).
“Kebetulan” lagi, di kalangan para Mudjahidin N.I.I., ada bekerdja seorang ketu-runan Belanda jang bernamakan-”asli”: Ch.H. van Kleef, dengan (menggunakan) nama —“samaran” (Schuilnaam, Pseudoniem): W(im) Smits (edjaan Belanda!)
Djelas-tegasnja:
– Bekas-kapten KNIL dan pegawai Denis (Bandung) Schmidt itu, jang kini di hadapkan di muka pengadilan-negeri Djakarta, bukanlah W. Smits alias Ch. H. Van Kleef, Mudjahid, Penggalang dan Pendukung N.I.I.! Atau:
– Mudjahid, Penggalang dan Pendukung N.I.I. W. Smits = (sama dengan) Ch. H. Van Kleef, tapi tidak sama dan bukan Schmidt, bekas kapten-KNIL dan pegawai Denis Bandung, jang kini diperiksa di Djakarta itu.
Baik djuga diterangkan, bahwa W. Smits alias Ch. H. Van Kleef, Mudjahid-Penggalang-Pendukung N.I.I., hingga kini (27 Desember 1955) masih tetap ada dan berada di tengah2 dan tidak djauh dari para Mudjahidin lainnja. Harap mafhum dan ma’lum!
Lebih landjut, tentang soalnja Ch. H. Van Kleef alias W. Smits (bukan Schmidt!), Insja Allah, akan didjelaskan di dalam bab atau bagian lain.
Dengan adanja “co-incidentie” ini, maka pemerintah Ali-Wongso-Arifin jang “merah” dan/ atau “merah-djambu” itu, dengan bung Karno sekali, mendapat suatu “alat” dan “tongkat” (alias ‘akal bulus-buruk)...!!! Mendapat suatu “alat”, berupakan “pedang” jang “bermata-dua” .....!!!
6. Sebagaimana telah diuraikan tadi, maka pemerintah Ali-Wongso-Arifin (jang kemudiannja mendjadi A.-A. = Ali-Arifin!) + bung Karno, menghadapi dua rupa persoalan jang sulit, ja’ni:
Pertama: Melawan dan mentjoba (berusaha) membasmi dan menghantjurkan N.I.I.; dan
Kedua : Memasukkan Irian-Barat (West Niew Guinea!) ke dalam wilayah kekuasaan R.I.-1950.
bagi pemetjahan (oplossing, solution) kedua persoalan tersebut, diperlukan sekali sebagai sjarat-pertama dan jang terutama:
Semangat daripada seluruh lapisan rakjat dilingkungan R.I.-1950!
“Tongkat”, “pedang-bermata-dua” sekarang sudah ada di tangannja! Dan lobangpun sudah digalinja .....!!! Maka dengan “pintar-litjin-dan litjiknja” (listig), diputuskannjalah oleh pemerintah Ali-Wongso-Arifin/Ali-Arifin untuk meng-komidir penjelesaian kedua persoalan itu setjara politis-psychologis, agar —demikian harapannja!— dapat “memukul dua ekor lalat sekaligus”, dapat “twee vliegen in één klap slaan”....!!! Sungguh “plintar” dan “litjin”...!!! Sungguh “efficient”, “effectief” dan “rasionalnil”.......!!!
Kemudian, —di samping usaha2 jang lainnja—, ditjetuskannjalah sebuah perkara politis-kriminil, jang serba sensasionil dan tendentieus itu, jang mentjampur-adukkan perdjuangan N.I.I. dengan hal (kemungkinan!) gerakan subversief beberapa gelintir orang2 Belanda di Indonesia! Dengan “men-”seru”-kan (verwissenleu) nama Schmidt dan Smits!
Dengan tjara menghasut2 rakjat R.I. terhadap perdjuangan sutji N.I.I., dengan djalan membuat kesan seakan2 N.I.I. “bekerdja-sama” dengan pihak Belanda untuk mendjadjah bangsa Indonesia, maka Soekarno & kabinet Ali-Arifin ber-pengharapan akan dapat “menghibur” rakjat djelata dan memindahkan perhatian mereka daripada soal penderitaan lahir-bathin, jang meliputi alam kehidupan/penghidupannja, dan menstimultir serta membangkitkan fighting spirit atau semangat perlawanan rakjat R.I., baik terhadap N.I.I. maupun terhadap pihak-Belanda!
NOOT: Dengan berdasarkan atas “zo heer, zo knecht” (= begitu tuan, begitu pulalah budjangnja), maka dengan radjin dan giatnja TNI melakukan aksi dan propagandanja, menjebar-njebarkan pamflet dimana-mana. Dan, jang dipakai alat-propaganda serta agitasi itu, ialah keterangan2 saksi2 Haris bin Suhaemi dll.-nja.
Kenapa “kol.” Kawilarang diam? Kenapa “kapten” (kini: “major”) Nawawi Alif bungkam? “Kol.” Kawilarang dan “major” Nawawi Alif tahu, bahwa Schmidt itu, bukanlah W. Smits alias Ch. H. Van Kleef! Bukankah potret (foto) W. Smiths alias Ch.H. van Kleef pernah dimuat didalam madjalah-tentara (dalam lingkungan T.T. -III) jang dipimpin oleh saudara Nawawi Alif (ketika itu masih “kapten”!)???
Dengan mempergunakan alat-fitnah jang sangat hina-dina, kotor, tjurang dan serong itu, maka pemerintah Ali-Wongso-Arifin/Ali-Arifin pun bermaksud menu-tupi segala kegagalannja di lapangan politik dalam maupun luar negeri!
Kesemuanja itu djuga hendak dipergunakan untuk menghasilkan keuntungan baginja dari pihak dunia luar, bagi pemetjahan kedua masalah penting itu!
7. Maka keluarlah perintah rahasia dari kabinet Ali-Wongso-Arifin/Ali-Arifin, melalui tangan “kotor” Menteri Kehakiman-nja, Mr. Djody Gondokusumo, seorang jang terkenal berfikir dan berbuat menurut asas2 ideologi komunis, seorang koruptor besar, tanpa “geweten”.
Sama sekali ta’ sukarlah untuk memahami peranan jang telah dipegang oleh Menteri “Kehakiman” ini, dalam perkara politis-kriminil tersebut! Kedoknja terbuka lebar, disa’at ia dimasukkan ke dalam tahanan pihak jang berwadjib, beberapa hari setelah ia dibebaskan dari tugasnja sebagai “Menteri Kehakiman” dalam kabinet-merah Ali-Arifin!
Seorang jang sanggup mengeruk2 (schrapen) uang untuk kepentingan diri sendiri serta partainja dengan djalan mempergunakan kekuasaan djabatannja sebagai “menteri”, jang sanggup menerima uang suap, jang sanggup memasukkan tangan-nja ke dalam perkara2 kotor, sebagaimana achir2 ini dibuktikan kepada umum, pasti ta’ akan segan2 untuk ikut “mentjiptakan” suatu kekedjian terhadap kepada N.I.I.!
Nistjaja tidaklah sukar bagi seorang “djago jang-korrup”, untuk memerintahkan “anak-buah”nja, seperti Djaksa Tinggi Sunarjo, guna “membuat2” sesuatu perkara fictief jang bersifat politis-kriminil, jang dapat menggemparkan chalajak ramai di Indonesia dan di dunia umumnja, selaku usaha untuk menghantjurkan N.I.I.! Sama sekali ta’ sukarlah pula kiranja bagi Djody Gondokusumo dan Djaksa Tinggi Sunarjo untuk “membeli” kesetiaan dan ketha’atan (gewilligheid) para pegawai Polisi R.I. (anak2 buah “perdana menteri” Ali-Sastroamidjojo!), guna memindjamkan tangan- “kotor” mereka dalam hal “pengusutan” sesuatu “perkara bikin2an” serupa itu.
Bagi kaum koruptor kalangan atasan amat mudahlah untuk membajang2kan djan-dji2 akan kenaikan pangkat/djabatan, hadiah2 istimewa, dllsb. Kepada anak2 buahnja! Sebaliknja, bagi kaum korruptor kalangan bawahan, memang sangatlah memikat hati untuk menerima dan mempertjajai djandji2 sedemikian rupa!
8. Sebahagian pegawai Polisi R.I., jang “dipilih” (“keur-corps”?!) oleh Djaksa Tinggi Sunarjo untuk “mengusut” perkara tersebut, dengan segala djalan dan tjara jang illegal, seperti: menjuap2, meng-intimidir, menganiaja, mendjandji2kan hadiah dllsb., telah memaksakan saksi2 palsu untuk menerangkan suatu tjeritera chajal, jang didikte oleh Djaksa Tinggi Sunarjo, “menteri kehakiman” Djody Gondokusumo, “perdana menteri” Ali Sastroamidjojo dkk.!
Hal ini tjukup terbukti, melihat kegaduhan suasana jang senantiasa meliputi sedang pemeriksaan para terdakwa dalam proces itu, serta kenjataan, bahwa sebahagian daripada “saksi2” a chargo itu telah mentjabut kembali segala keterangan mereka jang diberikannja dimuka Polisi, dengan alasan, bahwa mereka telah dianiaja oleh pegawai2 Polisi R.I. tersebut!
9. Guna melengkapkan (ter completering), maka baiklah sekarang kami terangkan —beberapa hal jang perlu2 sadja dan setjara ringkas— jang berkenaan dengan dirinja Ch.H. van Kleef, nama samarannja mana (dulu) adalah: Wim Smits.
Ch.H. van Kleef a.W. Smits adalah seorang keturunan Belanda dan berumur sekarang l.k. 41 tahun (dilahirkan pada tanggal 15 April 1915). Sebagaimana orang Belanda (Indo) lainnja, maka dulunja ia mendjadi pegawai pemerintah-kolonial Belanda (polisi dan tentara).
Setelah RIS berdiri, ia memilih N.I.I. sebagai lapangan pekerdjaannja. Maka djadilah ia seorang pegawai N.I.I., sedjak awal (permulaan) bulan Februari 1951, dengan tetap memeluk kepertjajaan dan kejakinannja (Rooma Katholiek). Untuk suatu keperluan, maka ia pernah mengikut (tegasnja: bukan dan tidak memimpin!) dengan suatu kesatuan Tentara Islam Indonesia kedaerah Tjiandjur (pada pertengahan tahun 1951 —bulan Djuni!—).
Kurang dari sebulan, ia dengan kesatuan Tentara Islam Indonesia itu berada di daerah Tjiandjur (kawedanaan Tjirandjang); kemudian berangkat lagi “dibawa” oleh kesatuan T.I.I. tersebut, meninggalkan daerah Tjiandjur pulang dan kembali kepangkalan semula.
Teranglah, bahwa jang pernah datang kedaerah Tjiandjur dengan T.I.I., adalah W. Smits alias Ch.H.van Kleef, Mudjahid-N.I.I. dan bukanlah Schimdt jang sekarang diperiksa di Djakarta. Adapun jang terkenal dan disebut “Ejang” (Madhapi) didaerah karesidenan Bogor dan jang sering disebut2 oleh “saksi2” a charge (bekas anggauta2 “DI/TII”), tiada lain dan tiada bukan, adalah Pemimpin kami, ja’ni Letnan Djenderal T.I.I. Rd. Sanusi Partawidjaja, K. S.U. A.P.N.I.I., jang kini bertugas di luar Djawa/Indonesia!
Pada tanggal 15 Djuli 1953 —setelah 2½ tahun bekerdja di salah satu instansi N.I.I. dan bergaul dengan para Mudjahidin N.I.I.— maka dengan kemauannja sendiri, dengan suka-rela (vrijwillig!) —ingat: bukan dan tidak dipaksa; sebab didalam Agama Islam jang sutji tidak ada paksaan!—, dengan ichlas dan sutji-hati, ia (Ch.H. v. Kleef a W. Smits) memeluk Agama Islam, mendjadi Muslim jang selandjutnja, djadilah ia: Mudjahid, Penggalang serta Pendukung Negara Islam Indonesia jang volwaardig (penuh). Dengan niat jang sutji serta ichlas, hendak mengabdikan dirinja (dienen) kepada Allah S.w.T.; dan mentjurahkan segala sesuatu jang ada padanja bagi kepentingan Agama Islam, Negara Islam Indonesia, dan Ummat Islam Bangsa Indonesia!
Bagi setiap orang, chususnja Muslim, jang mengikuti dan tahu benar2 akan tarich Nabi -Kekasih-Allah. Muhammad Clm., maka bolehlah ia (Ch.H. v. Kleef a W. Smits) itu dinisbatkan dengan Shahabat Salman Al-Farisy r.a. Alhamdu lillah, Allahu Akbar!
Hanja dengan karena Taufiq dan Hidajat serta Tolong dan Sih-Kurnia Allah, Dzat Jang Maha-Murah lagi Maha-Asih, djua. Sampai hari ini (27 Desember 1955), ia (Muslim Mudjahid N.I.I. Ch.H. v. Kleef a W. Smits) dengan asjik, chusju’ dan chudlu’nja sedang menunaikan dharma-baktinja kepada Allah semata, berdjuang, berdjihad li-i’lai Kalimatillah, bersama2 dengan saudara2nja, pada Mudjahidin lainnja, dan berada dalam keadaan selamat-sedjahtera, sehat dan ‘afiat, lahir-bathin! Alhamdu lillah! Mudah2an demikianlah selandjutnja. Insja Allah. Amin.
Masjarakat-djahilijah-pantjasila, terutama dalam kalangan pemerintahannja, dari bawah hingga atas, tiada terketjuali ..... “geger”, “ribut”, “gempar”.......!!!
Surat2 kabar, madjalah2 dllsb. Diisilah dengan berita, chabar dan kedjadian serta peristiwa itu! Pamflet2 disebarkan ..... ja dari darat, ja dari udara (wallahu a’lam dari laut; barangkali djuga ada?)....!!! Dengan tidak lupa pula dihiasi dengan portrat (foto) Ch.H. v. Kleef a W. Smits ...... sebagai buktinja! Pemantjar2 radio, djuga tidak mau ketinggalan.........!!!
Propaganda di sini, agitasi di sana.......! Beri “bumbu” di sini, tambah bumbu di sana......! Alhasil, seluruhnja: geger, ribut, gempar, ramai dan sibuk.......!
Uang dan kapital jang bukan dan tidak sedikit dikeluarkan..! Atas pundak dan beban rakjat! Apa toch jang digegerkan, diributkan, digemparkan dan diramaikan itu.....?!!! Jang mendjadi sebab, tidak lain-tidak bukan dan tidak lebih-tidak kurang:
– S-A-T-U (batja dan tulis s-a-t-u; one, wahid!) orang keturunan Belanda jang bernama Ch.H. v. Kleef alias W. Smits, Mudjahid, Penggalang dan Pendukung N.I.I.........!!!
Dengan keadaan dan heboh itu —jang memakan banjak uang dan kapital atas djerihpajah rakjat djelata!—, kami, Djajasakti, pembuat Statement ini, hanja “mesem” sadja, menundukkan kepalaku dengan serta-merta dan memandjatkan sebanjak2 tasbih, tahmid dan takbir kehadlirat Allah S.w.T.......!!! Kena apa? Sebab apa.....?!! Sebabnja, tiadalah lain, hanja —demikianlah kejakinan jang ditanamkan oleh Tuhan Seru sekalian ‘alam di dalam hati dan djiwaku—, bahwa:
– Sungguh Besar dan Tinggi nilai serta Mahal harganja seorang jang hendak mengabdikan dirinja kepada Allah semata.
Memang demikianlah! Besar dan tinggi nilai sserta mahal harganja seorang Mudjahid-sedjati, Mudjahid-jang-muwahhid........! Allahu Akbar!
Maka kepada Mudjahid Ch.H. v. Kleef a W. Smits pun sudah kami sampaikan utjapan “Selamat”, sebagai tanda-sjukur kami kehadlirat Ilahy, atas kehormatan (eer) jang besar jang dia peroleh dari pihak R.I.-1950!
Dan, tidak lupa, dari tempat ini, kami ingin pula menjampaikan utjapan terima kasiy kepada pihak R.I.-1950 beserta pemerintahannja dan alat2nja, dari bawah hingga atas, tiada terketjuali, atas Penghargaan dan Penilaiannja itu! Sekali lagi: terima kasih dan alhamdu lillah! Selain daripada itu, djuga hanja menundjukkan Kelemahan (Zwakheid) R.I.-1950. Sebab, orang jang “kuat”, tidak usah dan tidak perlu ribut2 atau geger...... dan gempar. (Bukankah begitu?).
NOOT: 1) Dalam pada itu —tussen twee haak jes— berapa banjak orang2 Belanda, baik jang “totok” maupun jang “indo” jang ada dan bekerdja pada R.I.-1950? Bahkan banjak djuga (!) jang menduduki djabatan2 jang penting?!!! Tjoba, tolong terangkan! Terima kasih, sebelum-dan sesudahnja.......!
Memang, biasanja (?!) “kuman” di tepi laut (sana) tampak, tapi “gadjah” di kelopak matanja sendiri, tidak (tampak); atau memin-djam kata2 orang Belanda: “Men ziet wel een splinter in iemand anderr oog, masr de balk in zijn eigen oog ziet men niet”.....!!!
Apakah kita (NII) mengegerkan dan meributkan soalnja orang2 Belanda jang ada dan bekerdja pada R.I.-1950? Toch tidak......?
Sebab, itu bukanlah/ dan urusan kita (NII). Tapi, hal serta urusan R.I. dan jang bersangkutan sendiri! Lagi pula, kita merasa sajang dan tidak mau mengeluarkan energie kita untuk perkara jg. serupa serta ketjil itu............!
Dan, pendirian kami jang pertama dan jang terutama, dalam hal ini, adalah: “Manusia itu dilahirkan merdeka; djadi, merdeka-dan bebaslah pula ia mentjari dan memilih (lapangan) pekerdjaan jang disukainja, menurut bakat dan ketjakapannja”. N’est ce pas ?
2) Baik djuga masjarakat umum, chalajak ramai mengetahui dan men-tjatat, bahwa di kalangan N.I.I. djuga terdapat orang2 Bangsa (turunan) Arab, orang2 Bangsa Djepang, orang2 Bangsa Tionghoa dllsb.
Kita (NII) senantiasa dan selalu siap-sedia menerima saudara2 kita Bangsa lain, jang ingin dan suka menjumbangkan tenaga dan fikirannja, asal sadja:
a) djudjur, benar, ichlas dan setia; dan
b) tidak merugikan Agama Islam, Negara Islam Indonesia dan Ummat Islam Bangsa Indonesia pada chususnja serta seluruh Ummat Bangsa Indonesia pada umumnja.
Kecuali kaum komunis, maka bagi mereka tidaklah ada kesem-patan dan lapang, walau dia, orang dan bangsa Indonesia seka-lipun! Harap ma’lum !
10. Maka, dengan reconstructie umum ini, tidaklah sukar bagi kita dan masjarakat-umum, chalajak ramai, baik didalam maupun di luar negeri, jang berfikirkan sehat-kritis serta mempunjai pertimbangan jang adil, djudjur dan benar, untuk menarik suatu kesimpulan, bahwa:
— Menjangkut-pautkan, menjeret-njeret dan membawa2 Negara Islam Indonesia beserta Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo, dan Pemimpin2 N.I.I. lainnja didalam perkara Schmidt & Jungschlaeger cs. itu, adalah:
Suatu Sandiwara Besar-besaran. Sandiwara Besar-besaran jang sangat Rendah, Hina-dina, Kotor, Kedji, Tjurang, Bohong dllsb.
NOOT:
1) Kami pun, Alhamdu lillah, tahu “Riwajat Reichtag” di Djerman, semasa Hitler ........!!!
2) Perlu djuga di sini kami peringatkan, bahwa:
a. Tongkat itu, dapat kembali (memukul) kepada jang memukulnja; tjoba tanjakan kepada orang suku Sunda apa ertinja “taming meulit ka bitis”.
b. Pedang-jang-bermata-dua itu dapat djuga “memakan tuannja” (= sendjata makan tuan!). Dan,
c. Barangsiapa menggali lobang untuk orang lain, maka dia sendirilah jang (akan) terperosok (dan dikubur!) ke-dalamnja (Wie een kuil graaft voor ‘n ander, vait er zelf in!).
Insja Allah. Amin.
Baiklah hal ini, kita —masjarakat umum, chalajak-ramai, dan kami/N.I.I.— tunggu, lihat dan saksikan!
BAGIAN IV: MENOROPONG SIDANG
PENGADILAN-NEGERI DJAKARTA,
IBU-KOTA “NEGARA-HUKUM” (?!) R.I.-1950 (= R.I.K.)
Sekarang, baiklah kita melihat dan meneropong keadaan dan kedjadian serta peristiwa di sekitar sidang-pengadilan-negeri di Djakarta, jang memeriksa Schmidt & Jungschlaeger cs. (setjara ringkas dan jang perlu2 sadja).
A. Kenapa Hakim Mr. Lim, jang mula-pertama mengetuai sidang2 pengadilan itu, mengundurkan diri dan minta dibebaskan daripada tugasnja sebagai Hakim dan Ketua Sidang-pengadilan tersebut? Kiranja, bukanlah karena jang terhormat Hakim Mr. Lim itu sakit ( —met groot verlof, Edel achtbare ?!— ).....!
Maka, kepada para Hakim jang mengurus dan meng’adili perkara ini, kiranja ta’ usah dan ta’ perlulah kami di sini memeperingatkan akan “Sumpah-Hakim” dan “ere-code” Saudara2, sebagai hakim (rechter, judge). Sebab, kami pertjaja dan jakin, bahwa Saudara2 (Hakim2) sadar dan insaf akan kewadjibannja, selaku pemegang dan pembela kebenaran dan ke’adilan, sebagai wakil daripada “Vrouwe Justitia” (jang ditutup kedua matanja oleh sepotong kain jang-”horizontal”, dan bukan oleh sepotong kain-jang-”mentjeng” atau “verticaal”)!
B. “Saksi2” `a charge jang terpenting, sebagaimana diketahui, adalah:
a. bekas alat-pendjadjah-Belanda, tegasnja bekas-kaki-tangan-alat-kekuasaan-kolonial, seperti Tomasoa, Manoch dll.; dan
b. bekas-anggauta-”D.I./T.I.I.”, jang atau murtad/chijanat, atau tertawan di Medan-Djihad, seperti Haris bin Suhaemi dll.
Melihat dan mengingat keadaan jang sedemikian itu, maka setjara psychologisch, dapatlah kita fahami dengan mudah, bahwa “saksi” tersebut, tentu terpaksa melakukan segala sesuatu jang sama-sekali tidak mengandung suatu kebenaran atau/dan menerangkan sesuatu jang diharapkan daripadanja, guna kepentingan dan keselamatan dirinja semata2! (leuter uit zucht tot selfbehoud!) Walhasil (ringkasnja):
– Saksi2 tersebut dalam sub a. tadi, ingin “menutup” segala dosanja dimasa jang lampau, terutama dalam masa “Revolusi Nasional” dan ingin “diakui” serta mendapat kedudukan/kehidupan jang lajak dilingkungan R.I.-1950; dan
– Saksi2 tersebut dalam sub b. Tadi, ingin bebas dan takut dibunuh (mati).
Maka, oleh karenanja, “saksi” jang sedemikian itu, terang tidak dapat berlaku dan bersifat adil. Djadi, tegasnja: TIDAK SAH! (sic!)
C. Kenapa pembela terdakwa2, Mr. Nani Razak, djuga mengundurkan diri? “Sakit”-kah pula? Atau terlalu banjak “bitjara”...? Atau mendapat “antjaman” dari pihak “jang berwadjib” di kalangan R.I.-1950? Kenapa pihak R.I.-1950 menolak pembela (advocaat) dari luar negeri untuk terdakwa2? Seperti pengatjara orang Inggeris! Derek Curtis Bennett? Apakah tidak sanggup menghadapi advocaat luar negeri? Ataukah masih tumbuh dengan suburnja (penjakit) “minderwaardigheids dan inferieure complexen” dikalangan orang2 dan pemimpin2 R.I.-1950?
Alasan dan hudjah, bahwa di Indonesia ini, masih banjak terdapat pengatjara jang volwaardig, adalah ditjari-tjari, adalah tidak tjukup kuat dan sah. Alasan itu, hanja merupakan advocaterij-tingkat-bawah sadja alias “pemokrolan-bambu” jang murah. Konon chabarnja, R.I.-1950 itu adalah suatu “negara-hukum”. Djika benar2 dan betul2, R.I.-1950 itu, adalah “negara-hukum” dan sungguh2 berdiri di atas dasar haq (kebenaran), kenapa tidak mau dan tidak berani menghadapi advocaat, pembela dari luar-negeri, seperti Tuan Derek Curtis Bennett itu? Ketahuilah, orang jang benar, orang jang berdiri di atas haq, adalah kuat. Djadi, tidak usah dan tidak perlu chawatir dan takut!
Kalau kita benar2, betul2 dan sungguh2 “djago” kebenaran dan “pembela”-keadilan, harus dan mestilah kita mempunjai pendirian, bahwa, bagaimana pula keadaannja, haq (recht. Kebenaran) itu, harus dan mesti berdjalan sebagaimana mestinja. Harus dan mesti bersikap “het recht zal zijn beloop hebben”.......!!! Walau diri kita, karena-nja, harus menderita kerugian, dan, bila perlu, harus hantjur-lebur sekalipun.......!!! Kalau tidak berani, maka itu hanja menundjukkan, bahwa ada “apa2” jang (harus) disembunjikan, takut terbuka “gutji wasiat”. Menandakan “there’s something rotten”....! Ja of Ja.......?! Djika memang R.I.-1950 itu, “bersih” dan “sutji”, tjoba terima dan berilah kesempatan dan keleluasaan kepada Tuan D.C. Bennett atau kepada siapa sadja dan, bila perlu, semua pengatjara dari seluruh dunia......!!! Tjoba, tjoba fikirkan dan renungkan, hai “djago2”-hukum, “pahlawa2”-kebenaran dan “pembela2”-ke’adilan jang ada semuanja di kalangan R.I.-1950, advies kami nan “pro deo” (lillah) ini!
BAGIAN V: TAWARAN N.I.I. KEPADA R.I.-1950
Demikianlah, sangkalan dan bantahan kami atas disangkut-pautkannja Negara Islam Indonesia beserta nama baik dan kehormatan Imam N.I.I., S.M. Kartosoewirjo —mudah2an Berkah dan Rachmat Allah selalu dilimpahkan kepadanja—, begitu pula Pemimpin2 N.I.I. lainnja, di dalam perkara “Schmidt, Jungschlaeger cs”, perkara mana hingga kini masih terus berdjalan.
Atas semua keterangan, penerangan, sangkalan dan bantahan itu, kami berani bertanggung-djawab sepenuhnja, baik terhadap mahkamah Masjarakat dunia seluruhnja, maupun terhadap mahkamah sedjarah dan lebih djauh, terhadap Mahkamah Allah, Tuhan Seru Sekalian ‘Alam. Insja Allah .
Tegasnja, kami/ N.I.I. berani dan siap-sedia, setiap sa’at dan waktu, diperiksa oleh siapa sadja dan dari mana pula datangnja, bahkan oleh seluruh dunia beserta semua isinja sekalipun, atas benar dan kebenarannja sangkalan serta bantahan kami itu (chusus-nja, jang berkenaan dengan soal disangkut-pautkannja N.I.I. di dalam perkara “Schmidt, Jungschlaeger cs.”). Silahkan!
Kami “berani”, bukanlah karena apa2. Hanja karena Allah semata, jang hidup dan mati kami ada di tangan-Nja! Demi kepentingan haq (kebenaran) dan ke’adilan serta kepentingan Agama Islam, Negara Islam Indonesia beserta Pemimpin2nja, Ummat Islam Bangsa Indonesia dan Ummat/ Rakjat Bangsa Indonesia seluruhnja, djua.
Kemudian, agar supaja masjarakat umum, chalajak ramai, djangan mengira dan menduga, bahwa pernjataan kami itu, adalah hanja “omong-kosong” jang murah belaka, maka baiklah di sini kami memadjukan “usul” dan “tawaran” kepada fihak R.I.-1950, ja’ni:
– Bila R.I.-1950 sungguh2 dapat membuktikan, sebagaimana jang dituduhkan oleh penuntut umum, Djaksa Tinggi Sunarjo itu, maka kami —Insja Allah!— tanpa sjarat, akan memasrahkan serta menjerahkan Negara Islam Indonesia dengan segala alat-kelengkapan serta semua lainnja, kepada R.I.-1950. Akan tetapi sebaliknja,
– Bila ternjata tidak benar, maka pihak R.I.-1950 pun harus dan mesti memasrahkan dan menjerahkan (Negara) Republik Indonesia dengan segala alat-kelengkapan serta semua isinja, kepada Negara Islam Indonesia (N.I.I.), djuga tanpa sjarat.
Demikian usul serta tawaran kami jang tidak seberapa. Dan, bila “tawaran” ini diteri-ma oleh pihak R.I.-1950, maka sebagai “jury” kami minta jang neutral, jang ‘adil, jang tidak berat-sebelah! Tegasnja, jury dari luar-negeri! Tjoba, djawab “tawaran” kami ini! Waktu-terachir (laatste termijn); Tgl, 7 Agustus 1956.
Kiranja, tjukup pandjang dan lama termijn/waktu jang diberikan untuk mem-fikirkan dan memutuskannja. Tapi, lebih tjepat, adalah lebih baik dan utama. Silahkan! Kami tunggu! Insja Allah!
KALAM ACHIR
1. Kepada masjarakat umum, chalajak-ramai, chususnja kepada Bangsa dan Patriot Indonesia jang tulen 100% serta ‘adil, benar dan djudjur, hendaklah suka mendjadi saksi dan ikut serta meng’adili soal dan perkara ini. Terima kasih.
2. Begitu pula, kepada masjarakat umum, chalajak-ramai, terutama kepada Bangsa dan Patriot Indonesia jang tulen 100%, perlu di sini, kami mengharapkan ma’afnja, berhubung didalam pernjataan-resmi kami ini, banjak djuga terdapat istilah2 dan kata2 asing, terutama istilah2 bahasa Belanda. Tiada lain, oleh karena masjarakat, pemerintah dan pemimpin2 R.I.-1950 (inclusief “djago”-Soekarno!) masih “suka” dan “seneng” (!) memakai dan menggunakannja, walaupun, konon katanja, bahasa Belanda hendak dilenjap-hapuskan dari alam Indonesia jang merdeka ini. Sekali lagi, harap ma’af banjak2 dan ma’lum. Terima kasih....!
3. Kepada para “pemimpin” R.I.-1950, terutama kepada “tjabang atasnja” (inclusief “djago”-Soekarno!), ingin pula kami njatakan, bahwa beberapa bagian (passages) daripada pernjataan resmi kami ini, tidak begitu “enak” dan “manis” dibatja dan didengarnja. Tiada lain, maka hal itu kami kembalikan kepada mereka. Tegasnja, adalah mendjadi risiko dan mendjadi tanggung-djawab mereka sepenuhnja (sendiri). Bukankah pepatah Belanda (lagi) menjatakan bahwa:
– Wie kaatst, mut de bal verwachten ? Dan,
– Wie wind zaait, zal storm oogsten ?!!!
4. Baik djuga kami peringatkan di sini, bahwa:
– Wal-fitnatu asjaddu minal-qatli.....!
Dan fitnah itu lebih berbahaja —lebih besar urusan dan perkaranja— dari pada membunuh (orang) Firman Allah:
Djaa-al haqqu wa zahaqal-baathilu; innal baathila kaana zahuuqaa.
Bila haq (kebenaran) tiba, (maka) jang bathil/salah (mesti) lari (lenjap). Sesung-guhnja, jang bathal/salah itu adalah (bersifat) pelari...... —Firman Allah!—
Kemudian, segala Pudji dan Sjukur kami pandjatkan kehadlirat Allah S.w.T., Jang hanja dengan karena Taufiq dan Hidajat, serta Tolong dan Sih-Kurnia-Nja djua, pernja-taan resmi ini, dapat kami sadjikan kepada masjarakat umum, chalajak-ramai, baik jang ada di Indonesia, maupun jang ada di luar negeri. Achirnja, segala sesuatu kami kembalikan dan pulangkan kepada Dzat Ghafururrahim, dan kepada-Njalah djua kami berlindung serta berserah diri.......!
Bismillahi tawakkalna ‘alallah...Lahaula wala quwwata illah billahil-’alijjil-’adziem....!
Allahu Akbar! Juqtal Au Jaghlib!!!
Wassalam,
Anggauta Komandemen Tertinggi
Angkatan Perang Negara Islam Indonesia
DJAJASAKTI
Djenderal Major T.I.I.
Medan Djihad, 27 Desember 1955
No comments:
Post a Comment