27 March 2006

S.M. Kartosoewirjo, Lagi Tentang ,,Oelil Amri”, Fadjar Asia, (24 Mei 1930)

Lagi Tentang ,,Oelil Amri”
Fadjar Asia, (24 Mei 1930)

Dalam karangan jang kemarin dengan singkat telah kita oeraikan, bagaimana sifatnja pemerintah Islam. Lagi bagi kita anak Indonesia, jang sebagian besar (kl 7 per 8 bahagian dp sekalian pendoedoek tanah air kita ini) memeloek agama Islam, wadjiblah berdaja oepaja dan beroesaha dengan sekeras-kerasnja oentoek mengadakan atau membangoenkan soepaja pemerintahan jang sematjam itoe, agar soepaja kita tjakap mendjadi satoe oemmat jang mempoenjai hoekoem dan mendjalankan hoekoem itoe sendiri, dapat berkoeasa atas tanah toempah darah kita sendiri, pendeknja: agar soepaja kita dapat mendjalankan hoekoem sjara’ Islam hingga sesempoerna-sempoernanja dalam segala oeroesan hal-ichwal kita.
Wadjib kita mengoesahakannja, karena kita ta’ dapat mendjalankan hoekoem sjara’ Islam dengan seloeas-loeasnja, bila kita ta’ mempoenjai pemerintah sendiri, jang semata-mata ta’loek-toendoek kepada hoekoem Allah dalam Al Qoer’an-oel-Karim. Wadjib ini di pertegoehkan lagi dengan Firman Allah, jang boenjinja demikian:
,,Waltakoen minkoem oemmatoen jad’oena ilal chairi wa ja’moeroena bil ma’roefi wa janhauna ‘anil moenkari; fa oelaika hoemoel moeflihoen.”
Ma’nanja koerang lebih begini: ,,Adakanlah diantara kamoe satoe oemmat jang mengadjak (berboeeat) barang jang baik (chair), jang mendjalankan barang jang benar atau terpoedji (ma’roef; ertinja perintah-perintah Allah dan Rasoeloellah S.M.K.); maka mereka itoelah orang-orang jang berbahagia.”
Inilah firman Allah Jang Maha Koeasa, jang ta’ dapat disangkal dan dimoengkiri lagi akan kebenaran dan manfa’atnja, baik boeat di doenia jang fana’ ini maoepoen kelak di ‘alam jang baqa. Keterangan jang sesingkat-singkatnja ini, soedah tjoekoeplah hendaknja sekedar oentoek memberi pertoendjoek bagi sekalian orang jang mengakoe Moeslim, terlebih lebih jang mengakoe Moe’min, bagi mentjari dan mengedjar tjita-tjita jang loehoer dan moelia itoe ialah kemerdekaan agama, dan sebeloem kita sampai di sitoe haroeslah kita melaloei satoe djembatan jang soekar-soelit dan sempit, ja’ni kemerdekaan Indonesia. Adapoen djalan dan tjara-tjaranja kita hendak mentjoekoepi perintah Allah itoe sepandjang pengetahoean penoelis jang pitjik ini tjoema satoe, jaitoe: Kita mesti Bersatoe.
Bersatoelah dalam segala daja oepaja dan langkah kita, sebagaimana jg. diperintahkan oleh Allah Soebh. W.T. dan jang ditjontohkan oleh djoendjoengan kita Nabi Moehammad c.’a.s. Bersatoe oentoek mempertegoehkan oesaha dan kekoeatan kita. Pendek kata, kita haroes bersatoe lahir dan bathin, loear dan dalam, oentoek mempertegoehkan dan memperkoeatkan benteng kita, ialah Benteng Islam.
Tetapi, walaupoen demikian, masih djoega banjak di antara bangsa kita, intellekt dan tidak-intellekt jang masih soeka melalaikan dan melanggar perintah Allah itoe, Boektinja, antara lain2 ialah aksinja kaoem pengchianat bangsa dan agama (alias T.B.T.O) jang roepanja hendak melemahkan dan memboenoeh roeh kita, oemmat Islam, karena dalam ,,bewaranja” mereka itoe menoendjoekkan beberapa Qoer’an, jang moedah sekali mengikat dan menjesatkan orang2 jang ,,tergila-gila” karena itoe. Dalam choetbahnja dinjatakan soepaja kita toendoek ta’loek di dalam segala hal-ichwal kita, sebab kata mereka lebih djaoeh kalau kamoe maoe bergerak menoentoet kemerdikaan bangsa dan tanah air (apa lagi agama — S.M.K.), tentoelah kamoe akan masoek dalam teroengkoe (boei), meninggal anak isterimoe bertahoen-tahoen.... sehingga kamoe djatoeh dalam kemoedharatan dan keroesakan, padahal menoeroet perintah Allah kita ta’ boleh mendjatoehkan diri kita ke dalam keroesakkan, biar bagaimana poen djoega halnja, jaitoe menoeroet firman Allah dalam Qoer’an Soetji begini:
,,.....Wala toeelkoe bi-aidikoem ilattahloekah.....” jang ertinja: ,,......dan djanganlah mendjatoehkan dirimoe ke dalam keroesakan....”.
Sekianlah alasan merek itoe. Kalau kita tjoemah melihat selaloe lintas sadja dan tidak soeka mendalamkan fikiran kita dalam soe’al ini, nistjajalah kita akan terdjeroe-moeskan dalam gelombang kesesatan. Boekannja Firman, jang kita sangkal di sini, tetapi jang kita bantah ialah tjara2 mempergoenakan dan mentafsirkan ajat terseboet. Boekan Allah jang salah, karena di dalam nja (manoesia) menterdjamahkan dan mentafsir-kan itoe terlampau moedahlah terganggoe dan menoeroeti hawa-nafsoenja, ditjarinja jang enteng2 sadja, dipilihnja jang enak2 sadja djadi menoeroet kemaoean manoesia sadja.
Tjobalah sekarang kita koepas, bagaimanakah doedoeknja perkara jang sesoenggoeh soenggoehnja. Ajat ini tidak lengkap. Jang diambil tjoema jang di tengah-tengah sadja. Adapoen lengkapnja ajat itoe seperti berikoet: ,,Wa anfikoe fisabilillahi walatoelkoe bi-aidikoem ilattahloekahi wa ahsinoe; innallaha joehibboel moehsinina”. Ertinja kl.: ,,Dan belandjakanlah (segala jang ada pada kamoe) pada djalan Allah dan djanganlah mendjatoehkan dirimoe dalam keroesakan dan berboeatlah jang baik; sesoenggoehnja Allah berkasih akan orang2 jang berboeat baik.”
Menilik ma’na ajat ini, gampanglah kita dapat mengetahoei, apakah ertinja ,,keroesakan” itoe, jaitoe ,,jang tidak soeka membelandjakan (j. ada padanja) pada djalan Allah”, tidak soeka membela, mendjalankan dan mempertegoehkan perintah Allah dan Rasoeloellah dan jang tidak soeka mendjaoehi larangan2 Allah dan Rasoel-Nja. Djadi boekan karena ,,masoek boei” atau ,,tidak masoek boei”. Alasan ini tidak sekali kali akan melemahkan --apa lagi mendjatoehkan-- pendirian kita, bahkan malahan memperkoeatkan dan menjentausakannja. Begitoelah djoega alasan kaoem pengchianat dengan ,,dharoerat”, (ertinja: terpaksa S.M.K.) jang sama sekali salah memakainja, salah tempatnja, salah waktoenja dan salah mentafsirkannja.
Moedah2an dengan djalan ini ra’jat Indonesia djanganlah hendaknja sampai terboei matanja, tersesat dalam perdjalanannja dan achirnja dapat mendjalankan perintah Allah Jang Maha Agoeng hingga sesempoerna sempoernanja. Hai Toehan, toentoenlah kita pada djalan jang benar, dimana tiada kesalahan, dan perlindoengilah kita daripada ganggoean dan rintangan sjaithan jang terla’nat. Amin, Ja Rabbil’alamin!

Wassalam bil chair,
S.M. Kartosoewirjo

No comments: